Saat Tiba Waktunya

666 138 11
                                    

Suasana mengharu biru usai menyaksikan pemberkatan pasangan lawas yang terlihat romantis. Usia yang tak lagi muda tetap membuat pasangan yang baru dinobatkan sebagai suami istri tampak berseri-seri dengan senyum memukau. Salah satu wanita muda yang mengenakan dress flower sehingga permukaan perutnya yang mulai bervolume menampakkan eksistensinya tengah memeluk erat mempelai pengantin wanita yang mengusap-usap punggung bergetar keponakannya.

"Udah lama banget aku menantikan momen ini. Bibi Lena menemukan pasangan tepat yang sama-sama saling mencintai," kata Ester setengah terisak oleh luapan kebahagiaan tak terkira.

Seorang yang dianggapnya sebagai pengganti kasih sayang ibunya telah menemukan tambatan hatinya yang sama-sama berusia 45 tahun. Berharap, semoga bibi kesayangannya akan meraih kebahagiaan yang selalu diimpikan semua wanita pada pasangannya.

"Tapi Bibi malah senang kamu yang lebih dulu berada di altar, malah sebentar lagi cucu nenek akan lahir," timpal Lena sembari mengusap tonjolan perut Ester dari luar gaunnya.

"Hem, sayangnya nenek terbaiknya ini bakalan diboyong suaminya hijrah ke Negeri Singa sebelum cucunya lahir." Ester memanyunkan bibirnya yang imut. Sesungguhnya sangat senang sang bibi mendapatkan laki-laki mapan dan bertanggung jawab dan berasal dari keluarga menengah, sehingga Lena tidak diperkenankan lagi bekerja di kediaman Eleazer.

"Eits, Paman Leo bakalan nggak nolak kalo diajak terbang ke sini buat nengokin cucunya. Iya kan, Sayang?" Lena menoleh pada laki-laki yang memakai tuxedo putih seiras dengan mempelai wanita. Dan, lelakinya juga tidak keberatan diberi embel-embel paman alih-alih biasanya dia sering dipanggil Om Leo dari pihak keluarganya sendiri.

Laki-laki yang dulunya teman satu sekolah SMA dan akhirnya dipertemukan lagi sekitar tiga bulan yang lalu. Rasa yang dulu sempat ada tanpa bisa saling mengungkapkan akhirnya mempunyai kesempatan kedua lantaran mereka masih sama-sama sendiri. Waktu yang digunakan Leo untuk menghabiskan cuti kerja di Tanah Air justru membawanya pada kasih tak sampai yang selama ini masih menjadi poros hatinya.

"Pastinya dong, Sayang. Itu juga kan cucu aku," timpal Leo Lintang seraya merangkul pinggang sintal pengantinnya kian membuat Ester turut senang melihat rona merah di pipi sang bibi.

"Duh, anak kecil ini masih aja godain pengantin baru,  padahal status dia sendiri juga sama, kan?" Tiba-tiba Juan datang bersisian dengan Lukas dan ikut nimbrung di antara ketiganya. Sikap Ester tampak canggung saat suaminya ikut menghampiri. Juan meraih tubuh Lena yang jauh lebih rendah darinya. "Sekali lagi selamat ya, Adik bungsu kesayanganku. Abangmu ini akan selalu mendoakan yang terbaik buatmu sekeluarga. Dan ..." Juan melepas sejenak pelukan Lena, lantas mengajak Ester mendekapnya. "Paman juga selalu berharap dan berdoa yang terbaik buat kamu juga calon cucu kakek."

"Makasih, Bang Juan."

"Makasih Paman Juan."

Kedua wanita mengurai pelukan sambil mengusap air mata yang meluncur tanpa bisa ditahan, Lalu tertawa serak bersamaan.

"Kalo udah begini saya kan jadi bisa tenang diboyong anak tertua saya." Juan berkata seraya menoleh pada Lukas dan Leo. Perlahan mengulurkan tangan pada pengantin lelaki yang langsung menyambutnya beserta pelukan persaudaraan. "Saya titip Lena. Adik bungsu saya ini paling jago masak. Kamu harus selalu buat suasana hatinya senang supaya masakan yang disajikan buat kamu selalu enak dan lezat," kelakarnya jenaka.

"Saya janji akan memberikan yang terbaik buat Lena," tutur Leo penuh kesungguhan.

Berikutnya Juan mendekati Lukas yang tampak tak nyaman pada posisinya. Bagaimanapun situasi dan kehangatan yang ditampilkan, Lukas merasa tetaplah orang asing yang tidak seharusnya berada di tengah keluarga harmonis itu.

"Walau jarak memisahkan, bukan berarti saya melepas pengawasan Ester. Sekali saja kamu menyakitinya, saya akan arungi samudra biru untuk menghajar kamu!" Juan berbisik tepat di telinga lelaki yang diberikan mandat agar intimidasinya tidak terdengar oleh wanita muda yang sedang mengandung calon cucunya, kemudian menyambung ucapannya dengan volume suara normal agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Tolong jaga Ester dan bayinya. Dia udah nggak punya siapa-siapa selaian kita." Juan merangkum kedua bahu lebar Lukas dengan tatapan dalam—sarat akan permohonan. "Saya tau kamu berbeda dengan sebagian keluargamu. Tolong sisakan sedikit perhatianmu ... jangan pernah sakiti dia."

Lukas bergeming sesaat, lantas merespons dengan anggukan kepala, "Akan saya usahakan."

Lukas paham benar kenapa Juan berkata demikian mengingat minggu depan sosok bersahaja ini akan ikut putra pertamanya ke Negeri Jiran karena sang putra mendapat promosi jabatan di perusahaan untuk mengembangkan sayap kesuksesan di salah satu anak cabang yang berada di sana. Sudah menjadi kesepakatan bersama jika anak-anak beliau tidak memperkenankan orang tua satu-satunya tinggal sendirian di kampung halamannya.

Dan, Ester juga ikut menyetujui karena masa tua sang paman memang lebih baik bersama anak dan cucu yang mengasihinya. Selanjutnya para keluarga dan kerabat yang hadir menuju restoran yang menyatu dengan hotel. Di sanalah resepsi pesta pernikahan sakral digelar. Menampilkan pasangan suami istri yang terberkati dengan limpahan cinta yang besar.

***

Malam harinya usai membersihkan diri, Lukas mengajak Ester berbincang sejenak di ruang santai. Kecanggungan tentu saja masih melingkupi keduanya lantaran si pencetus ide berkumpul di sana hanya terdiam sejak sepuluh menit yang lalu.

"Sebenarnya apa yang mau Bang Lukas omongin?" Ester membuka suara sampai membuat Lukas gelagapan.

"Ah, ya, begini ..." Lukas menatap sungkan pada wanita muda yang menatapnya lurus dengan rasa penasaran, tetapi ia mengalihkan pandangan pada objek lain. "Mulai bulan depan saya ada proyek di luar pulau. Kemungkinan bisa memakan waktu lebih dari 6 bulan atau bisa juga malah lebih lama dari waktu yang diperkirakan. Jadi ..."

Melihat gelagat Lukas yang kembali terdiam dengan bahasa tubuh yang gelisah membuat Ester paham pada inti maksud dan tujuan pembicaraan mereka. "Bang Lukas ikut aja. Aku di sini bisa jaga diri kok, kalo itu yang Abang pikirin."

Sirkulasi pernapasan Lukas terasa lega mendengar pengertian wanita yang tinggal satu atap dengannya. "Tenang aja, saya nggak akan lepas tanggung jawab. Semua kebutuhan kamu semasa hamil sampai bayi itu lahir akan saya jamin. Oh, ya, saya juga udah diskusi masalah ini sama Budar."

"Budar?" Kening Ester mengernyit bingung.

Lukas mengangguk dengan senyum simpul. "Syukurlah beliau nggak keberatan waktu saya minta tetap stay di sini 24 jam buat jaga kamu selama saya tugas."

"Iya, Bang. Makasih ya udah mau peduli sama kami," sahut Ester memamerkan senyum cerah tanpa beban sembari mengusap perutnya yang di penglihatan Lukas masih rata walau wanita hamil itu mengenakan setelan piyama. "Kirain mau ngomongin hal apa sampai tegang begitu."

Mungkin jika pencahayaan terang-benderang, rona malu pada wajah tampannya akan kentara. Lukas berdeham sekali mengurai tenggorokan yang sebenarnya tidaklah tersekat apa pun sembari mengusap tengkuk. "Maaf, boleh saya tau berapa usia kandungan kamu?"

Ada secuil rasa ingin tahu. Sejak tiga bulan menikah tak pernah sekali pun menemaninya check up ke dokter, bahkan melimpahkan tugas tersebut kepada Budar. Sejenak, Lukas dibuat terpukau pada kemilau sepasang manik terang diiringi lengkungan manis kenyal yang berwarna merah muda alami.

"Kalo menurut hitungan dokter udah bulan keenam. Tiga bulan lagi aku bakalan punya kembaran mini," jawab Ester antusias seraya mengingat hasil pemeriksaan dokter kandungan yang mengatakan jenis kelamin bayi perempuannya.

Tanpa bisa ditutupi, Lukas ikut senang mendengarnya. Meski ada beberapa hal yang ingin ditanyakan lebih lanjut perihal kehamilannya, tetapi Lukas memilih memendamnya.

"Ada lagi nggak, Bang, yang mau diomongin?" tanya Ester memecah keheningan hingga Lukas menggeleng tanpa suara. "Kalo gitu aku ke kamar duluan, ya?"

"Ah, ya, silakan!" Lukas mempersilakan sopan, tanpa mau menatap kepergian Ester yang melewatinya. Namun, saat punggung mungil itu mulai menjauh, Lukas malah memanggilnya dengan suara lirih, tetapi terpantul jelas oleh indera pendengar wanita hamil yang sempat memaku di tempat. "Jaga kesehatan kamu baik-baik, dan berjuanglah saat tiba waktunya bayi itu lahir."

.
.

Aliceweetsz || Sabtu, 21 Oktober 2023

Redeeming LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang