7. Lima Belas Tahun

97 15 158
                                    

Setelah mengantar Sam ke rumahnya, Nic merasa tubuhnya sangat lelah. Sejak pagi wanita itu mengurus cara mengeluarkan Sam dari penjara, membelikan makanan, dan melengkapi berkas pengeluaran Sam.

Nic sempat berpikir jika Sam adalah salah satu anak nakal di sekolahnya. Awalnya, Nic mengira kalau Sam siswa SMA. Namun ternyata, Sam adalah siswa SMK yang umumnya siswa yang bersekolah di sana berjenis kelamin laki-laki. Sam masih kelas satu dengan jurusan teknik mesin. Sekolah Sam berada tak jauh lapangan cross yang pernah Nic datangi.

Nic membuka pakaiannya dan berendam di air hangat yang sebelumnya sudah dia siapkan di bathtub. Sambil memasukkan sabun cair di air yang merendam tubuhnya, tangan Nic mengaduk air hangat dalam bathtub hingga busa melimpah dan menutupi seluruh tubuhnya.

Di kamar mandi bernuansa putih itu, sengaja dia merendam diri sambil memutar musik jazz favoritnya yang menggema dari ponselnya yang dia geletakkan di lantai kamar mandi yang kebetulan kering. Air hangat membuatnya rileks dan musik lembut justru mendukung bayangan wajah rupawan milik Sam.

Hati kecilnya sangat memberontak dan menyayangkan, mengapa Sam harus berusia enam belas tahun. Pada kenyataannya, perbedaan lima belas tahun membuatnya sangat ingin menghentikan mengenal Sam lebih jauh.

Keinginan menghilangkan asam dalam pikirannya ternyata sia-sia. Kali ini sambil merendam tubuhnya di air hangat, Nic justru nekat mengingat pertemuan manis bersama Sam kala itu. Saat Nic mengantar Sam pulang, terjadilah adegan saling lempar tatapan dan saling lempar senyuman. Sesekali sambil menyetir wanita muda itu menikmati wajah tampan Sam. Tipe wajah laki-laki yang benar-benar dia inginkan.

"Kenapa kamu memeluk badan seperti itu? Dingin? Kecilin aja AC-nya," ucap Nic memulai pembicaraan saat suasana diam terbangun di dalam mobil dalam perjalanan mengantar Sam tadi.

"Enggak kok, enggak dingin. Sam biasa kedinginan, kemarin di penjara Sam tidur cuma pake tikar," tukasnya.

"Terus kenapa peluk badannya? Takut saya macem-macem?" seloroh Nic diiringi tawa jail.

Sam menoleh dengan wajah polos."Bukan takut dimacem-macemin, Nte. Tapi takut Sam gak kuat iman. Ini aja celana Sam tiba-tiba makin sempit," guraunya.

Nic terbelalak dan menoleh pada Sam. "Sam ih! Anak sekolah nggak boleh gitu!" protes Nic.

"Ya, maap. Sam bercanda kok. Kalau Tante maksa. Sam bisa!"

Nic menoleh kembali dan matanya makin melebar. "Sam, ih! Nggak sopan. Kamu kayak jual diri jadinya! Ih!" Tangan Nic meraih pipi Sam dan mencubitnya.

"Aw, sakit," komentar Sam dengan nada manja dan menatap Nic singkat.

Pipi hangat dan jerawat kecil Sam terasa di tangan Nic. Meski nekat mencubit, tetapi Nic merasakan getaran hebat yang benar-benar tak biasa dan sudah cukup lama tak terjadi. Tadi, wanita itu ingin mencubit lagi. Namun dia urungkan niatnya. Dia tak ingin wibawanya jatuh.

Sesampainya di rumah Sam yang sangat sederhana, Nic dan Sam disambut warga kampung Sam. Semua menyalami Nic, dan beberapa pemuda berusia sekitar dua puluhan saling berdeham mengagumi kecantikan Nic. Nic memang anggun dan tampak terpelajar.

"Seadanya ya, Mbak Nic." ucap Emak Sam seraya menyuguhi teh manis.

"Terima kasih, Bu."

"Mbak ini kenal di mana sama Sam?" tanya Emak pada Sam.

"Kebetulan saja, Bu. Tadinya saya kira Sam teman saya, ternyata bukan," jawab Nic seadanya.

"Oh, mirip temannya Mbak Nic. Tapi tadi Sam nggak ndablek, kan?"

"Tidak, Bu," jawab Nic seraya tersenyum manis.

"Tadi tak kira pulang dari penjara Sam mau dikasih penyuluhan. Siapa tau sadar, biar tambah kapok gak nakal-nakal lagi."

Kamar SuteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang