Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan tas selempang berwarna coklat tua melingkar di bahu sedang berjalan diatas trotoar sambil asyik menyanyikan lagu jawa koplo Los dol Denny Caknan tanpa memperdulikan pandangan sekitar yang bisa saja terganggu mendengar suara cemprengnya. Mungkin suasana hatinya sedang baik hari ini.
Satu permen karet ia buka dari bungkus dan memasukkannya kedalam mulut sambil melirik ke sekitar. Namun yang dicari tidak ditemukan.
"Sial, masa tempat publik kayak gini gada tong sampah satupun" ucapnya entah kepada siapa.
Tong sampah.
Ya pemuda itu sedang mencari wadah yang biasanya menampung sampah.
Sebagai anak organisasi dibidang lingkungan, haram hukumnya membuang sampah sembarangan. Ia pun memasukkan bungkus permen itu kedalam kantong bajunya. Dia menyunggingkan seulas senyum, sebuah ide muncul.
"Sepertinya itu tempat yang pas untuk sampah ini"
Matanya tertuju kepada seorang perempuan berbadan mungil yang memakai totebag dibahu kanannya, sedang berjalan didepannya tidak terlalu jauh. Lelaki itu berjalan mengikuti sang perempuan dari belakang.
Namun langkah kakinya terhenti karena jalanan pagi ini begitu ramai dengan lalu lalang kendaraan. Perempuan yang ada didepannya tadi, sudah berada diseberang jalan.
"Hey anak kecil" panggil lelaki itu. Namun yang dipanggil tidak merespon apapun, atau mungkin saja ia tidak tahu kalau dirinya sedang dipanggil. Maklum saja, mereka berada di sisi jalan yang berbeda dan suasana jalanan yang cukup riuh dengan suara klakson kendaraan dimana-mana.
Langkah kaki perempuan itu berhenti disebuah halte lalu mendudukkan badannya dibangku yang telah ada disana dan beruntungnya hanya tinggal satu bangku yang tersisa dibagian pojok. Ia pun mengeluarkan satu novel yang baru dibelinya kemarin.
Sungguh beruntung dirinya pagi ini, tidak perlu repot berdiri menunggu angkot yang entah kapan datangnya.
Mata lelaki itu terus mengekori langkah kaki perempuan tersebut. Target terkunci. Lelaki itu mempercepat langkahnya.
"Hei Painem!" ujar lelaki itu ketika berhasil menepuk pundak perempuan yang sedang mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan lengan baju yang sedikit digulung dipadukan dengan celana kulot berwarna hitam. Sederhana.
Merasa ada seseorang yang menepuk pudaknya dari arah samping membuat perempuan itupun menoleh, sambil membuka sebelah headseatnya. "Ada apa bang?" tanyanya sedikit kebingungan.
"Ini tadi sampah permennya ketinggalan" ucap lelaki itu sambil menyerahkan satu bungkus permen.
"Maaf ya bang, tapi saya gak merasa ada makan permen."jawabnya sopan.
Perempuan itu melirik kearah lelaki tersebut dan melihat lelaki itu sedang mengunyah permen karet didalam mulutnya.
"Sepertinya itu sampah anda sendiri" pungkas perempuan itu.
"Oh kalo gitu kamu simpan saja sampah ini, anggap aja kenang-kenangan dari saya" ucap lelaki itu yang masih menyodorkan sampah permen karet yang sudah lusuh.
"Hah?" Bingung perempuan itu sambil menutup buku yang belum sempat ia baca, tidak habis pikir dengan manusia aneh yang entah datang dari belahan bumi mana yang telah mengganggu ketenangan paginya.
"Sampah itu dibuang di tong sampah bang, bukannya dikasih ke orang yang gak dikenal terus nyuruh orang ini untuk menyimpan sampah itu" sambungnya dengan nada kesal.
"Kalau gitu kita kenalan dulu. Aku Syahrul" ucap lelaki itu dengan tangan yang masih menyodorkan bungkus permen.
"Hah?"
"Sekarang kamu uda kenal aku. Uda boleh dong aku kasih ini?"
"Hah?"
"Kamu ini kebanyakan 'hah' nya, gak ada kata-kata lain selain itu?"
"Emang ada ya orang kenalan sambil ngasih sampah?"
"Ya ada, aku contohnya"
"Maaf bang, saya gak minat kenalan sama orang aneh kayak anda"
"Oke kalau gitu, aku manggil kamu painem aja"
"Dasar orang aneh" ucap perempuan itu kemudian masuk kedalam angkot yang sedang berhenti. Entah benar-benar ingin menaiki angkutan umum itu atau hanya sekedar menghindari pemuda yang menyodorkan sampah kearahnya. Terlihat jelas raut kesal di wajah gadis itu.
"Dadah painem" lelaki yang bernama Syahrul itu melambaikan tangannya kearah angkot yang berjalan menjauh dari posisinya berdiri.
Semoga kita bertemu lagi, painem!
Moodnya mendadak tidak baik karena bertemu lelaki aneh yang memberikannya sampah sebagai tanda perkenalan.
Aneh.
Sudah cukup banyak manusia aneh di bumi ini. Semoga aku gak ketemu lagi sama manusia itu lagi, ucap perempuan itu dalam hati.
***
Keadaan dalam angkot didominasi oleh anak sekolah dan ibu-ibu yang ingin pergi ke pasar. Maklum saja ia pergi di jam rawan seperti ini. Nadia duduk di dekat pintu masuk. Ia menatap kearah luar jendela. Seperti ada yang aneh, pikirnya.
Ia pun tersadar. Sial. Aku salah angkot!
"Bang, minggir" teriak Nadia. Angkot yang dinaikinnya pun berhenti.
Gadis itu turun dengan tatapan bingung. Sedang ada dimana dia? Sebagai mahasiswa baru yang belum lama tinggal di daerah Lhokseumawe. Ia belum hafal betul jalanan di daerah ini. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan menghubungi seseorang.
"Sedang sibuk? Sepertinya aku nyasar" adunya di telpon
"Dimana?" terdengar suara lelaki dibalik telepon.
"Gatau"
"Yaudah, kamu kirim lokasi. Biar abang jemput."
Setelah itu sambungan terputus. Perempuan itu menuruti perintah lelaki diseberang telepon. Matanya terus menatap kearah jalanan yang cukup padat.
Tak berapa lama kemudian, seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor berhenti tepat didepannya.
"Ayo cepetan naik" suruh lelaki itu. Nadia pun menurut. Tak lama motor itu pun melaju membelah jalanan.
"Kok bisa nyasar?" tanya lelaki itu membuka obrolan. Dia penasaran, mengapa bisa gadis ini nyasar padahal jarak antara kos dan kampusnya tidak terlalu jauh.
"Tadi ada orang aneh yang gangguin aku. Terus ada angkot yang berhenti, aku langsung masuk aja tanpa liat-liat dulu itu angkot nomor berapa" jelas perempuan itu.
"Kamu mau kemana?"
"Ke kampus. Bentar lagi ada matakuliah"
"Yaudah abang anterin."
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih lima belas menit, akhirnya mereka sampai di gedung ilmu komunikasi.
"Makasih bang fik" ujar perempuan itu
Lelaki yang dipanggil bang fik itu bernama lengkap Fikri Hardianto, kakak kelas Nadia sedari sekolah dasar hingga kuliah. Ia juga yang merekomendasikan Nadia untuk kuliah ditempat yang sama dengannya.
"Besok-besok jangan nyasar lagi" setelah mengucapkan itu Fikri melajukan kembali sepeda motornya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Karet Gelang
Teen FictionJangan terlalu benci, nanti cinta. Mungkin pribahasa ini cocok dengan Nadia dan Syahrul. Si gadis introvert yang tidak sengaja bertemu dengan si manusia ekstrovert melalui sebuah insiden. Semakin Nadia ingin mencoba menghindar, semakin ada saja keb...