5

237 32 5
                                    

HAPPY READING GUYS💚💚💚
TYPO BERTEBARAN










Saat ini Jeno dan Karina berada di depan ruang IGD, haechan pada akhirnya dibawa ke rumah sakit lagi.
"Kenapa sih dia selalu menyusahkan" kesal Jeno. Tak lama terlihat taeyong berlari ke arah ke dia adiknya.

"Kalian baik baik saja, lalu siapa yg di dalam?" Tanya taeyong.
"Haechan kak" sahut Karina. Lalu seorang dokter keluar dari dalam ruangan. Taeyong segera menghampiri dokter itu.
"Bagaimana keadaan anak itu Doy?"
"Anak itu? Adikmu yg di dalam kan?" Tanya doyoung balik.

"Terserah apa katamu" jawab taeyong
"Magh nya kambuh. Jadi dia perlu istirahat" jelas doyoung. Wajah Jeno seketika mulai kesal, dalam hatinya dia benar-benar mengutuk haechan karena ulah haechan, Jeno dan Karina harus terlambat masuk kuliah dan sekolah.

Saat ini haechan sudah sadar. Matanya menatap langit biru di luar jendela dan lagi lagi air matanya jatuh begitu saja.
"Kamu menangis".
Haechan terkejut karna keberadaan doyoung yg tiba tiba.

"Kamu harus memberi tahu keluarga mu tentang kelainan ginjal mu" ucap doyoung.
"Aku tidak ingin membebani mereka" sahut haechan.
"Aku tahu hubungan mu dengan keluarga mu kurang baik. Aku berteman baik dengan taeyong cukup lama, ya walaupun aku lebih senior dari taeyong"

"Aku bukan siapa-siapa di keluarga itu. Jadi mereka tidak perlu tahu semua tentangku"
"Chan, semua akan membaik klau kamu mau terbuka dengan mereka"
"Dokter tidak tahu apapun, semua tidak segampang itu" ucap haechan lelah.

"Panggil aku kakak. Aku mau menjadi tempatmu bersandar klau kamu mau Chan. Jngan ragu dtng padaku" ucap doyoung sambil mengelus pucuk kepala haechan lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

Malam hari haechan sampai dirumah. Setelah menutup pintu...
Plakkkkk
Tamparan dari sang papa berhasil membuatnya terhuyung.

"Kamu benar benar pembawa masalah!!! Gara gara kamu, putri ku harus gagal ujian!! Dan membuat Jeno gagal ikut pertandingan basket!!!" Bentak papa.
"Aku minta maaf pa" sahut haechan.

Mama berusaha untuk menenangkan papa, tpi emosi papa sudah memuncak. Papa menarik rambut haechan sampai kepala haechan mendangak.
"Kenapa kamu harus lahir. Kenapa?!!!!"
Plakkkk
Plakkkk

"Maaf pa hiks hiks sakithh" rintih haechan. Mama dan yg lain tak berani menghentikan kekejaman papa, karna papa terlihat begitu menyeramkan.
"Ja..jangan begini pahh hiks hiks a..aku sa..kit" ucap haechan.
"Tidak usah banyak alasan!!"

Dughhh
Papa membenturkan kepala belakang haechan papa daun pintu. Sakit pusing bercampur aduk haechan rasa.
"Papa" teriak Karina
"Diam Karina, ini urusan papa dengan bajingan ini" cegah papa.

Haechan menatap manik papa dengan sendu. Begitupun papa. Haechan mengambil sesuatu dari celananya, sebuah cutter. Dia mengeluarkan bagian tajam itu. Haechan melepas paksa tangan papa dri rambutnya lalu memberikan cutter itu pada papa.

Semua mata kaget, termasuk papa. Dengan tangan yg memegangi tangan papa, haechan mengarahkan cutter itu ke lehernya.
"Papa muak denganku bukan? Sekarang bunuh aku" katanya haechan sendu.

"Dasar tidak waras. Gila kamu!!!"
"Bunuh aku!!! Bunuh dengan tanganmu!!!" Teriak haechan histeris. Papa berniat menarik tangannya dri haechan namun tiba tiba haechan menggenggam bagian tajam cutter itu dengan telapak tangannya sendiri, darah mulai mengalir deras dari sana.

Taeyong segera berlari menghampiri haechan berdiri di tengah-tengah papa dan haechan.
"Haechan berhenti, tanganmu berdarah" ucap taeyong.
"Pergi dri hadapanku, apa pedulimu. Kalian semua sama saja!!"

Taeyong segera memeluk haechan membawa kepala ke dada bidangnya.
"Lepaskan Chan. Aku peduli padamu...kakak peduli Chan". Haechan melepaskan genggaman cutter itu, dia mulai meronta dalam pelukan taeyong.

Haechan pingsan setelah keributan tadi. Di kamar, taeyong mengobati luka tangan haechan, dia di temani Karina dan juga Jeno.
"Dasar bocah gila" ketus Jeno.
"Jen, sudahlah" sahut Karina.

Perlahan haechan membuka matanya. Air matanya kembali mengalir, dia membuang pandangan ke arah lain.
"Kalian bisa keluar dri sini" kata haechan.
"Apa ku bilang, dia memang gila dan tidak tahu terimakasih" ucap Jeno.

Mereka semua pergi meninggalkan kamar haechan, namun Karina masih berdiri di balik pintu. Dia mendengar tangisan haechan yang nampak pilu.
"Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Benci dan peduliku campur aduk" batin Karina. Lalu dia pergi meninggalkan tempat itu.

Pagi hari sarapan di mulai seperti biasa. Lalu haechan ikut bergabung, papa melirik tangan haechan yg terbalut perban.
"Jngan kamu fikir saya akan menyuruh mu tidak masuk sekolah" ucap papa pada haechan. Kemudian di angguki oleh sang papa.

"Pa, hari ini aku bawa mobil sendiri ya?" Pinta Jeno.
"Kenapa sih Jen? Kan ada sopir" ucap mama.
"Ma, aku sudah bisa bawa mobil. Jadi biarkan aku bawa sendiri ya.,please" mohon Jeno.
"Biarkan ma. Dia laki laki jdi harus pandai membawa kendaraan. Bawa anak itu untuk menjaga mu" ujar papa.

Jeno menatap haechan yg sedang sarapan dengan jengah.
"Pa, yg benar saja" tolak Jeno
"Atau tidak usah bawa mobil" ancam papa.
"Oke oke. Terpaksa" sahut Jeno.

Jeno bersiap untuk berangkat bersama haechan ke sekolah. Dia duduk di kursi kemudi.
"Hati hati Jen. Jngan ngebut" wanti sang mama.
"Oke ma. Tenang saja" sahut Jeno. Lalu tanpa berpamitan dengan ibu tirinya haechan masuk mobil, duduk di samping Jeno.

Mobil mulai melaju meninggalkan rumah mewah itu. Dalam perjalanan tak ada percakapan yg mereka lakukan, namun setengah perjalanan haechan mulai bersuara.
"Jen, kurangi kecepatannya"
"Berisik sekali sih, tinggal duduk saja bawel" omel Jeno. Jeno tetap melajukan mobilnya dengan sesukanya, ditambah dengan musik keras yg dia setel.

P.A.I.NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang