Gemuruh langit terdengar dahsyat, warna langit juga ikut berubah. Perlahan demi perlahan air turun membasahi bumi. Bau tanah yang terkena oleh air hujan terasa menenangkan oleh sebagian orang yang menikmatinya. Perempuan yang memakai putih abu-abu itu salah satu penikmat bau tanah yang terkena oleh air hujan. Hujan kali ini sungguh membuat Perempuan itu tertahan di sekolah. Ada beberapa orang juga yang tertahan dan berlari menerobos hujan untuk bisa ke halte.
Rapat osis membuat beberapa orang itu tertahan di sekolah. Sedangkan siswa-siswi yang lainnya sudah pulang sejam lalu sehingga tidak mendapatin hujan. “Sasa.” Panggilan itu, membuat Perempuan itu yang bernama-Sasa berbalik. “Mau pulang?” sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu di jawab oleh Sasa. Karena untuk jam 4 sore di sekolah selain pulang apalgi. Masa iya bermalam di sekolah? Pikir Sasa.
“Iya, Den.” Jawab Sasa pada akhirnya.
“Mau ikut, Sa?” sebuah ajakan yang berbentuk tanya itu. Membuat Sasa sedikit mengerut. “Biasalah. Kita semua mau kumpul di markas.” Deni memperjelas sebuah ajakan itu kemana.
“Markas?”
Anggukan itu di benarkan Deni. “Iya, Markas anak-anak kumpul. Ada Ali juga ko disana.” nama yang di sebut Deni tentu merupakan orang yang cukup di kenal baik oleh Sasa.
Sasa tidak perlu berpikir untuk menerima. Karena keadaan di jam segini membuat Sasa hanya memikirkan tempat tidurnya yang nyaman. Sasa ingin istirahat dan mengisi amunisi dengan makan-makanan rumah. “Ngga Den. Makasih.” Tolak halus Sasa.
“Terus pulangnya naik, apa?” tanya Deni lagi.
Sasa sebenarnya sudah di beritahu oleh Kakaknya-Satrio. Bahwa hari ini supirnya-Pak Jamal tidak bisa jemput dan sedangkan Satrio masih bekerja. Sehingga Sasa sedikit tidak tahu mau pulang apa selain naik taksi atau naik angkok. “Naik taksi atau angkot yang lewat Den.”
“Ngga mau ikut sama gue?”
“Ngga usah Den, rumah kitakan beda arah. Kasian lo, apalagi hujan gini.” Terang Sisi yang sebenarnya sangat terima kasih atas tawaran yang kemungkinan basa-basi itu. Mengingat arah rumah mereka yang cukup berbeda. “Yah, udah Den. Gue ke halte yah.” Pamit Sasa lalu berlari meninggalkan Deni.
Genangan air yang begitu banyak tidak bisa di hindari Sasa. Jadi jangan salahkan jika roknya basah dan begitu juga dengan sepatunya. Tas pungungnya di jadikan payung untuk melindungi kepalanya dari air hujan.
Hanya perlu berberapa langkah lagi Sasa sampai di halte tapi, tiba-tiba air genangan yang berwarna coklat itu mengena bajunya. Sasa menghentikan langkah cepatnya lalu melihat siapa ulah dari bajunya yang basah dan berwarna coklat itu.
Mobil brio berwarna merah berhenti. Lalu, jendela itu terbuka dan menampilkan Perempuan cantik dan modis-Angel. “Upss, sorry cupu.” Ejeknya. “Kirain siapa, tahunya kamu cupu haha. Kaya tikus kecempluk got.” Sungguh Sasa muak mendengar ejekan itu. Tapi, Sasa hanya bisa diam melihat Angel menjalankan mobil dan tertawa mengejeknya.
“Iss.” Desis Sasa dengan jengkel. Membiarkan tas pungungnya tidak menjadi payung dadakan lagi karena bagaimana pun. Hal itu tidak membantu apapun apalagi dalam kondisi yang seperti. Basa kuyup, dan kalimat ‘Tikus kecempluk got’ memang benar.
Berjalan dengan tidak semangat Sasa lakukan. Karena semangatnya untuk bisa tidur nyaman di kasurnya. Tiba-tiba surut, apalagi pandangan beberapa siswa-siswi yang masih di halte membuatnya sedikit malu. Baju putihnya sudah berwarna coklat begitu pun roknya yang sudah sangat basah.
Beberapa siswa-siswi yang ada di halte bukan temannya. Sehingga Sasa sedikit terganggu dengan pandangn mereka.
Memutuskan menunggu taksi atau angkot bukan hal yang baik. Apalagi kondisi seluruh seragamnya basah seperti ini tentu supir taxi dan penumpang angkot, menolak. Selain merepotkan tentu Sasa risih untuk di perhatikan lebih lama. Maka, apa yang dilakukan oleh Sasa yaitu memilih jalan kaki.
Berjalan di trotoar seorang diri, Sasa lakukan. Menikmati hujan dan jalan yang sepi adalah kombinasi yang baik untuk suasana hati Sasa di hari ini. Rutinitas yang pada satu hari ini sebenarnya menguras pikiran dan tenaganya. 3 pelajaran di tambah rapat osis adalah sesuatu hal yang melelahkan.
Sasa sudah memikirkan apa yang akan dilakukannya ke Satrio. Mungkin menaparnya, memukulnya dengan sapu atau berbagai kekerasan yang akan dilakukannya. Sasa juga tidak akan lupa mengandu ke Mama dan Papanya.
Pipppp
Suara klasok membuat Sasa kaget dan tidak lama mobil hitam yang cukup familiar di lihat Sasa berada di sampingnya. “Sa.” Panggilan dari mobil itu membuat kening Sasa berkerut dan mendapatin teman Satrio, membuat hati Sasa legah. “Masuk gi.” Pintu samping itu terbuka dan ajakan itu sungguh mengiurkan.
“Tapi, Mas. Sasa basah.” Teriak Sasa yang masih berada di tempatnya berdiri.
Seno keluar dari mobilnya. Lalu menarik Sasa untuk masuk ke bagian penumpang yang sudah di buka nya. “Mas, Sasa Basah.” Renge Sasa. Seno tidak menanggapin rengean Sasa, karena setelah Sasa sudah duduk baik di kursi penumpang. Seno memutar ke depan lalu duduk di belakang setir.
“Pakai.” Seno membuka kemeja birunya lalu memberikan ke Sasa. Sasa hanya duduk menatap baju biru itu dan mengelengkan kepalanya. “Baju lo tembus.” Kalimat terakhir yang keluar dari Seno membuat Sasa melihat bajunya dan ternyata benar saja. Baju dalam hitam tali spagetinya terlihat kontras dengan kulit putihnya.
“Terima kasih, Mas.” Ucap Sasa setelah memakai kemeja Seno.
Mobil sudah melaju di jalan raya dan tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara. Sasa duduk dengan tegang di kursinya, karena mengingat pakainya yang basah kuyup sehingga mobil Seno juga tentu basah olehnya. Sedangkan Seno hanya diam seperti biasa tanpa sibuk bertanya ini dan itu kepada adiknya Satrio.
Ponsel Sasa berdering.
“Halo, Kak.” Sapa Sasa langsung. Setelah melihat panggilan telpon yang masuk di ponselnya. Sasa merasa sedikit legah saat ponselnya tidak terlalu basah mungkin karena di dalam tas. Sehingga masih dapat digunakan untuk menelpon.
Satrio langsung bertanya to the point, karena sedikit takut jika adiknya kenapa-napa. “Seno jemput kamu kan Dek?”
“Iya Bang, Mas Seno jemput. Ini masih di jalan.” Panggilan itu berakhir saat Sasa menjawab pertanyaan Satrio.
Panggilan telpon usai, tapi tetap saja tidak ada pembicaraan yang mereka lakukan. Karena memang biasanya Seno tidak banyak bicara begitu pun dengan Sasa. Jadi suasana di dalam mobil itu seperti mereka sedang bermusuhan. “Kamu mau singgah dulu?” akhirnya Seno bertanyaan saat merasa Sasa gemetar di tempatnya. Seno juga sudah mematikan Ac mobil di awal tapi, kemungkinan karena basah kuyup sehingga Sasa masih gemetar karena kedinginan oleh pendingin yang sudah mati.
Kerutan di kening Sasa membuat Seno kembali memperjelas pertanyaannya. “Singgah di apartement, gue.”
Sasa tahu kalo apartement Seno tidak jauh lagi. Tapi, tentu itu bukan hal yang baik untuknya. Mengingat tidak ada pakaian yang di bawahnya. “Pulang, saja Mas.” Putus Sasa setelah mempertimbahkan hal itu.
Anggukan yang di lakukan Seno lalu tidak bicara lagi. Sebenarnya Sasa tidak terlalu dekat dengan Seno berbeda dengan kedua sahabat Kakaknya yang lain yaitu Aldi dan Irban. Sasa bisa jadi dirinya di depan Aldi dan Irban tapi, tidak di depan Seno. Kemungkinan karena Seno yang dingin atau dirinya yang takut.
Seno memang terlihat beda dari Satrio, Aldi dan Irban. Terlihat Seno yang tidak banyak bicara bukan dengan Sasa saja tapi, juga dengan ketiga sahabatnya. Jadi wajar jika di dalam mobil ini tidak ada lagi pembicaraan. Sasa hanya memikirkan kapan bisa tidur nyaman di kasurnya tapi, sayang seribu sayang seakan dewi fortunai tidak berpihak padanya sehingga. Banjir mengakibatkan kemacetan panjang sehingga mobil Mas Seno hanya diam. "Yakin tidak mau ke apartement, gue?"
***
Sulbar, 02 Oktober 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragumu, Rugimu
Romance"Jangan gila, Sa." "Ayo, lah Mas. Sasa hanya minta tolong." Sasa sungguh putus asa untuk masalah yang di hadapinnya. Sasa sudah melepas bajunya dan meninggalkan bra hitam yang sungguh kontras dengan kulitnya. Payudara penuh seakan mengoda iman Seno...