Ngapain

505 9 1
                                    

"Yah tuhan, beri gue satu pria seperti Brian." Teriak Cika dengan heboh seakan berdoa dengan pecipta. Ini bermula saat Cika mengetahui Sasa yang tidak pergi ke kantin dan ternyata di bawakan makanan oleh Brian. Berupa bekal yang katanya Brian masak sendiri. "Tuhan, ko ada sih pria yang seperti Brian. Aku mau juga." Renge Cika kali ini.

Sasa hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan Cika yang seperti cacing ke panas yang mengundang intesitas penghuni kelas yang memilih stay di kelas, di jam istirahat. "Ngga usah kaya cacing ke panas deh." Sindir Sasa sambil menyuapi Cika. "Nih, makan! Jangan banyak ngomong aja. Lo tahu."

Cika yang memang urat malunya putus dengan senang hati menerima suapan dari Sasa. "Hm, enag." Puji Cika tapi, dengan mulut yang penuh. Sehingga kata yang terucap tidak jelas.

"Makan yang benar, ngga usah banyak bicara."

Cika memberi hormat kepada Sasa sambil berucap dengan lantang. "Siap komandan!" Lagi-lagi isi kelas seakan ingin tahu mengenai apa yang di bahas mereka berdua. Menjadi pusat perhatian bagi Cika adalah hal biasa dan berbeda dengan Sasa yang merasa lebih aman jika tidak menjadi pusat perhatian. Intinya Sasa memilih berada di belakang panggung.

Tiba-tiba saja, bekal cantik berada di depannya. Waktu itu, saat jam istirahat Sasa lebih memilih berdiam di tempat duduknya tanpa niat untuk beranjak mengikuti banyak siswa-siswi untuk ke kantin mengisi perutnya. Ada siswa lain datang dan menyimpan bekal itu lalu bilang. "Bekal itu dari Brian. Di buat oleh tangannya sendiri dan saat ini Brian lagi di panggil kepala sekolah perihal perlombahan atau izin mengenai berenang." Kata siswa laki-laki itu yang mengucapkan tanpa titik sedangkan Sasa di tempatnya hanya berdiam mendengarkan. Setelah menyelasaikan misinya, siswa laki-laki itu berlalu meninggalkan tanda tanya di kepala Sasa.

Mendengar itu, Cika hanya perlu beberapa menit sebelum heboh. Jadi wajar saja jika Sasa menjadi pusat perhatian gara-gara Cika.

Mendengar dan melihat itu, Cika tentu takjub. Bagaimana bekal nasi goreng itu di buat seapik mungkin, menarik untuk di makan dan pastinya sayang untuk di hancurkan karena tampilannya. "Kan sayang banget. Di hancurkan." Ucap Cika dengan lesu sebelum bekal itu mereka nikmati. Sasa juga berpikiran sama dengan Cika. Tapi, sebelumnya karena Sasa kesel banget dengan ke hebohan Cika maka, dengan penuh kematapan hati. Sasa mengambil satu sendok nasi goreng itu lalu menyuapi Cika. Sasa tidak suka saat Cika mengundang banyak mata dan rasa ingin tahu ke tempat duduknya.

Menikmati nasi goreng itu berdua. Lalu tidak lama, bell mata pelajaran ke 3 bunyi, guru fisika juga masuk ke kelas dan siap melaksanakan proses mengajar. Tentu membuat Cika yang dari tadi bibirnya gatel untuk bicara. Kini tidak bisa, sehingga terus mengkode Sasa seperti menginjaknya, menyingkunya dan bahkan mencoret buku paket Sasa. Tapi, Sasa hanya pura-pura tidak mengerti dengan kode itu. Lantaran Sasa takut di tegur oleh Ibu guru yang lagi menjelaskan di papan tulis.

1 jam setengah berlalu begitu lambat karena ulah dari Cika yang iseng. Bagaimana tidak, Sasa harus berlapang dada menerima kodean itu. "Cika, sialan!" Umpat Sasa dengan kesel. Setelah guru itu keluar dari kelas, karena waktunya habis.

"Gue tahu, lo pura-pura ngga tahu dengan kode gue." Seakan Cika bisa membaca pikiran Sasa. "Gue cuman penasaran cerita tentang Mas Seno yang malam minggu itu lo."

Sasa tidak tahu kalo ingatan Cika begitu kuat. Karena Sasa langsung menceritakan kepada Cika melalui chat setelah lolos dari tatapan intimidasi Mas Seno. Sasa tidak tahu harus bercerita dengan siapa maka, Cika salah satu yang ada di kepalanya saat itu. "Loh ko ingat sih?" Sasa bertanya dengal kesal.

"Gue juga ngga tahu. Tiba-tiba kepikiran hehe..."

"Astaga!!" Seru Sasa tidak suka.

Cekikilan, Cika menanggapi Sasa. "Cerita gih. Gue mau dengar, gue penasaran banget sumpah."

Ragumu, Rugimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang