Ngegalau

847 17 0
                                    

Sasa menghabiskan waktunya hanya di rumah. Setelah mengantarnya Kak Satrio pamit ke kantor, tapi tidak lupa kak Satrio memberikan pesan ini dan itu. Boleh cinta tapi, jangan bego. Katanya.

Padahal Kak Satrio sendiri bego sama Kak Clara tetangga depan rumah yang berstatus sebagai pacar kak Satrio dari SMA. Kak Satrio akan mengiyakan dan menurutin semua apa yang Kak Clara bilang. Termasuk menikah di tahun ini, karena kalo tidak Kak Clara ingin mengambil beasiswa S2 yang di dapatnya dari luar negeri dan meninggalkan Satrio. Semua persiapan dan pembicaran sudah di bicarakan. 2 keluarga itu juga sudah sepakat untuk bulan depan pernikahan mereka akan di langsungkan. "Bilang gue bego, padahal kak Satrio sendiri begonya minta ampun." Dumel Sasa tidak suka saat Satrio menceramahinya. Drama korea yang di nontonnya tidak di hiraukan lagi. Karena pikirannya mengenai ceramah yang Kak Satrio berikan tiba-tiba muncul.

Menghentikan film drama korea yang terputar di laptopnya, lalu Sasa berlalu ke lantai bawah dan lebih memilih memasak. Memasak mie yang kemarin malam di masakan Mas Seno untuknya. "Jadi ngiler." Melihat mie yang di dalam panci mendidi membuat Sasa ngiler. "Mas Seno lagi apa yah? Yah lagi kerja." Bertanya dan menjawab sendiri adalah satu kegila Sasa. Bagaimana tidak di rumah besar seperti ini hanya dirinya seorang karena Artnya juga mempunyai bangunan khusus di belakang jadi lah, Sasa tidak memiliki teman ngobrol apalagi ponselnya tertinggal di apartemen Mas Seno.

"Ko rasanya beda sih?" Tanya Sasa pada dirinya sendiri saat sendok pertama masuk di mulutnya dan menikmati mie nya. "Isst ngga enak."

Sasa meninggalkan mienya yang baru 1 sendok masuk dimulutnya. Rasanya beda dan dia ingin rasa mienya seperti buatan Mas Seno. Merebahkan dirinya di sofa ruang keluarga dan menyalahkan tv. Bukannya menonton, Sasa menutup matanya.

Mencoba tidur tapi, tidak bisa. Sasa pusing harus ngapain jika begini. Ponsel pun dia ngga punya, menonton dia bosan dan cari orang yang dia ajak bicara, tiada. Berpikir ini dan itu tapi, tetap saja otaknya ke Mas Seno dan perhatian yang membuat jantungnya tidak karuan.

Ketukan pintu terdengar. Sasa sebenarnya malas untuk berdiri dan membuka pintu. Biasanya kalo Mamanya, kak Satrio mereka langsung masuk tanpa sibuk membunyikan bel. "Siapa sih ganggu saja." Gerutu Sasa tidak suka.

Langkahnya kiang berat tapi, tetap saja  melangkah dan membuka pintu. Sedikit mengerutkan keningnya saat mendapatin perempuan yang membelakanginya. Perempuan itu berbalik dan Sasa sungguh kaget dengan itu. "Betul dengan Sasa?" Karena dia tahu perempuan di depannya adalah perempuan yang sering di lihat bersama Mas Seno.

Sasa hanya menganggukan kepalanya. Lalu perempuan itu merogok tas di bahunya. Sebuah benda pintar yang sangat di kenal Sasa. "Ini hp lo." Beritahunya sambil memberikan ponsel Sasa.

Kekagetan tentu terlihat jelas di wajah Sasa. Tapi, dengan cepat Sasa mengambil ponselnya. Dan kalimat terakhir yang di ucapkan oleh perempuan dewasa cantik itu seakan guntur di siang bolong bagi Sasa. "Seno minta gue antar hp lo." Tidak lama setelah itu, perempuan itu pamit dan berlalu meninggalkan Sasa dengan seribu pertanyaan.

Jika di ibaratkan jatuh di tangga dan tangganya jatuhi Sasa mungkin itu ada suatu hal yang memang Sasa rasakan. Bagaimana mungkin hatinya masih utuh jika seperti ini. Untuk bersikap baik-baik saja setelah ini adalah sesuatu yang tidak mungkin. Seakan sebuah penegasaan yang cukup baik.

Harapan yang begitu tinggi tiba-tiba di robohkan, bukan roboh sendiri. Mas Seno seakan mengatakan maaf atas hati Sasa selama ini.
Sasa tetap dengan pikiran yang kemana-mana yang mengenai pertanyaan ini dan itu yang sebenarnya menyiksanya. Mebiarkan dirinya berada di dalam bath up yang terisi penuh. Menegelamkan dirinya dengan semua harapan yang pada akhirnya hancur.

Sasa tidak mengapa. Hanya saja kalo Seno tahu bawah dirinya menyukainya. Kenapa harus pacarannya yang mengantar, kenapa bukan Seno sendiri atau tidak Kak Satrio. Bukan itu mempertegas bahwa jangan memupuk harapan jauh lebih tinggi lagi. Karena Mas Seno sudah menetapkan hatinya dan dirinya tentu tidak akan pernah masuk di kategori pilihan.

"Kenapa di pertegas sih. Ini sih namanya belum berjuang sudah kalah duluan." dumel Sasa, lalu mengusap terus wajahnya setelah merendamkan kepalanya agar pikirannya tidak kusut dan kemana-mana. "Iya tahu kalo punya pacar tapi, ngga usah di pertegas."

Nafasnya memburu setelah semuanya di ulang lagi. Merendamkan kepalanya lebih lama dari sebelumnya. Mencoba mengsugesti dirinya untuk tetap bertahan. Bahwa hal itu adalah sia-sia yaitu mati hanya karena cinta belum di perjuangkan. "Jangan gila Sa, kalo Mas Seno tidak mau. Cari yang lain." Sebuah ucapan menenangkan walau sebenarnya tidak membantu banyak. Tapi, Sasa tahu bahwa bersikap seperti ini sama saja bunuh diri. Membersihkan diri lalu Sasa memakai pakai bagus. Lalu berbaring di tempat tidur. Membuka aplikasi delivery dan memesan banyak makanan.

"Hidup yang baik saja Sa." Lagi, tegurnya pada diri sendiri. Mempercantik diri dan membekali banyak hal walau tidak mudah. Sasa harus bisa. Sasa harus terlihat baik-baik saja. Walau sebenarnya dia tidak baik-baik saja. Mau menangis pun rasanya percuma. Karena sesuai yang di bilang Kak Satrio bawah Mas Seno mengetahui bawah dirinya menyukainya. Jadi, hal seperti tadi harusnya tidak perlu. Tidak perlu pacar Mas Seno yang datang kesini.

Di lihat dari mana pun, jelas saja. Sasa tidak ada apa-apanya di banding oleh perempuan cantik yang tadi mengantar ponselnya. Antara langit dan bumi adalah definisi yang baik buat mereka berdua. Membuka instagram dan melihat banyak status teman-temannya, artis lalu status Mas Seno yang di tandai. Hanya foto makanan namun, piring dan gelas terdapat dua tentu tidak perlu di cari tahu lagi. Karena semuanya sudah jelas. Sasa tidak ingin menangis tapi, ujungnya dia nangis.

Pesan masuk di ponselnya. Dari tukang ojek yang mengantarkan pesanannya. Sekuat tenaga Sasa mencoba baik-baik walau sebenarnya hatinya sedikit ngilu, apalagi mengingat hal itu. Semua pesanannya sudah berada di kamar. "Makan yang banyak Sa, ngegalauin Mas Seno butuh tenaga." Beri semangat Sasa pada dirinya sendiri. Mulai memakan mie gorengnya, seblak pedisnya, es cendolnya dan berbagai makanan jajanan seperti telur gulung, cilok dan banyak lagi. Melampiaskan dengan makanan adalah cara terbaik buat terlihat baik-baik saja. "Ingat Sa, mimpi lo masih panjang. Lo sekarang sudah kelas tiga. Ujian sudah di depan mata. Yuk semangat." Tiada yang menyemangatinya sehingga mau tidak dia harus menyemangati dirinya sendiri.

Hari kerja begini semua orang pada sibuk, Papanya, Mamanya dan Kak Satrio semua bekerja jadi wajar saja ngegalau dan menasehati diri sendiri Sasa harus lakukan. Karena semua orang pada sibuk. Cika sahabatnya juga masih di sekolah. "Ngga apa Sa, cerita sendiri, ngeluh sendiri, nyemangatin sendiri, it's okay, you have your self."
Ucap Sasa dengan air mata jatuh di pipinya.

****

Sulbar, 12 Oktober 2023

Hmm, siapa yang sama kaya Sasa. Kalo ada apa2 suka bicara sendiri?

Aku. Wkwk

Ragumu, Rugimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang