Brian mencoba melihat keberuntungan lebih detail. Tentu, dari segi hal koneksi yang di milikinya. "Nak Brian, tunggu sebentar. Sasa masih di jalan." Brian bertamu dan yang membukakan pintu ART Sasa, tidak lama setelah itu Mama Sasa mendatanginya.
"Emang Sasa kemana, Tan?" Brian merasa tidak sabar bertemu Sasa. Brian pikir sepagi ini Sasa akan berada di dalam kamarnya, tapi ternyata dugaannya salah. Sasa sudah tidak lagi dirumah saat dirinya bertamu. Mungkin karena tidak lama lagi acara Kak Satrio berlangsung. Maka, Sasa juga otomatis cukup sibuk.
"Sasa, lagi di minta tolong untuk bertemu vendor, Nak. Palingan pulangnya tidak lama lagi."
Brian mengangguk, "Apa Brian boleh nunggu Sasa disini, Tante?" Brian mengajukan pertanyaan lantaran melihat kesibukan di rumah ini. Sedikit membuat Brian sungkan untuk tinggal ongkan-ongkan kaki menunggu Sasa pulang. Tapi, kepalan tanggung. Karena pulang tanpa bertemu Sasa adalah mimpi buruk baginya. "Atau Brian boleh bantu apa, Tante?"
"Oh. Ngga usah Nak. Nak Brian boleh nunggu tanpa harus bantu-bantu. Lagian semua sudah ada yang kerja." Mama Sasa menolak bantuan Brian dengan baik. Brian juga mengiyakan dan memilih duduk di ruang tamu memperhatikan orang lalu-lalang yang sibuk sesuai jobdesknya.
Brian tentu tidak enak, bertamu di rumah Sasa dalam kondisi sibuk. Tapi, bagaimana lagi cara mendapatkan Sasa lebih cepat selain seperti ini. Maka, rasa tidak enak itu perlahan demi perlahan di singkirkannya agar semua rencananya berjalan pada tempatnya.
Mama Sasa sudah pamit saat di panggil oleh kerabatnya yang minta pendapatnya. Meninggalkan Brian seorang diri. "Brian!" Saat panggilan itu terdengar. Brian sangat berterima kasih pada siapapun itu yang telah menyelamatkannya dari ke bosanan yang menghampirinya. "Lo, disini?"
"Kak Satrio." Ucap Brian dengan tersenyum sambil mengangguk mengiyakan pertanyaan Kakak Sasa tersebut.
"Untung lo disini. Gue mau minta tolong!"
"Minta tolong apa Bang?" Brian sudah berdiri saat Satrio mengampirinya dan keningnya sedikit mengerut saat kata tolong di serukan.
Satrio mengaruk kepalanya walau tidak gatal yang bertanda dirinya tidak enak meminta tolong walau sebenarnya hal itu sedikit urgent. "Jadi, gini. Kita lagi kehabisan air kemasan dan pihak yang biasa antar, lagi tidak bisa antar. Nah,---"
"Boleh, Bang. Nanti saya yang pergi beliin."
"Sungguh?" Kalimat yang terucap oleh Satrio di potong oleh Brian dan itu semua tidak apa-apa saat mendengar kalimat iya. "Isst makasih banyak." Anggukan Brian tentu membuat Satrio senang. Bagaimana tidak, Satrio sebenarnya tidak tahu lagi harus minta tolong sama siapa. Karena semua orang yang ada di rumahnya sedang bekerja dengan porsinya masing-masing. Lalu, kenapa bukan Satrio karena tentu larangan mama dan papanya untuk tidak keluar dari rumah mengingat 2 hari lagi proses pernikahan akan berlangsung. Mama dan Papa Satrio masing kental dengan kebiasaan seperti insiden terjadi sesuatu yang menimpahnya saat keluar menjelang pernikahan.
Brian, dengan senang keluar dari rumah Sasa sambil membawa sejumlah uang untuk pergi beli di toko sesuai arahan Kak Satrio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragumu, Rugimu
Romance"Jangan gila, Sa." "Ayo, lah Mas. Sasa hanya minta tolong." Sasa sungguh putus asa untuk masalah yang di hadapinnya. Sasa sudah melepas bajunya dan meninggalkan bra hitam yang sungguh kontras dengan kulitnya. Payudara penuh seakan mengoda iman Seno...