Pantulan sinar matahari dari aspal jalan memantul tepat ke kaca helm seorang cowok yang menaiki motor revo itu. Matanya sempat berkedip beberapa kali, memastikan penglihatan tetap baik-baik saja. Ia menggendong tas ransel berwarna coklat, dengan pakaian kemeja yang ditutupi oleh jaket berwarna hijau tua. Kondisi jalanan kota siang itu juga begitu ramai, apalagi ini waktunya jam makan siang. Warung-warung makan yang ada di pinggiran jalan sudah pasti ramai.Suara klakson kendaraan terdengar begitu nyaring, saling sahut-sahutan seperti sedang berdebat panas. Andai saja tadi cowok ini tidak memakai helm, mungkin jika telinganya bisa berbicara maka akan mengolok-olok para pengendara yang tidak sabaran itu.
"Woyyy! Sabar, Pak. Ini lampu merah. Tan tin tan tin mulu," desak pengendara mobil angkutan umum yang berada di sebelah cowok tersebut.
Ia mengangguk menyetujui omongan supir angkot itu. Jempol deh pokoknya buat bapak. Cuman dia saja yang berani menegur bapak-bapak yang ngeselin itu.
Ia kini memperhatikan pengendara motor lain lewat spion, ternyata tidak ada yang peduli sama sekali. Atau jangan-jangan telinga mereka kebal semua ya. Termasuk cowok itu juga. Tapi jangan ditiru ya kelakuannya ini.
Dari arah trotoar, segerombolan anak kecil mulai menyebar dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya. Ada sekitar 2 kelompok yang berisikan masing-masing tiga orang. Kelompok pertama membawa ukelele dengan dua orang yang bernyanyi sedangkan tiga orang dari kelompok berikutnya hanya berkeliling dengan membawa gelas plastik kosong ditangannya. Prihatin sekali kalau melihat anak kecil yang seharusnya bersekolah malah mencari nafkah dengan cara seperti itu.
Tak berselang lama, lampu hijau pun menyala. Para anak kecil itu sudah berhamburan menepi ke pinggir jalan.
*****
Cowok ini bernama Dwi. Ia tinggal di kota yang memiliki sebutan Kota Udang serta Kota Wali (Sama seperti Kota Demak, Jawa Tengah). Namun julukan Kota Udang justru lebih banyak disematkan di kota ini. Di kotanya banyak sekali bangunan-bangunan peninggalan kasultanan hingga jaman kolonial dulu. Ada beberapa etnis juga yang tinggal di kota itu. Bukan hanya Jawa saja. Tetapi ada beberapa yang berasal dari keturunan Arab, yang letaknya di jalan Panjunan. Lalu ada juga etnis Cina yang terletak di kawasan Lemahwungkuk, yang hampir semuanya berasal dari etnis Cina. Dan terakhir etnis Sunda yang mendominasi di daerah Kuningan dan Majalengka.
Percampuran budaya yang ada di sini juga berjalan dengan baik, walaupun terdapat banyak etnis tetapi hubungan antara mereka sangat baik, menjunjung tinggi nilai toleransi. Tanpa melihat perbedaan yang ada, karena kita bangsa Indonesia.
Dari sejak Dwi kecil, memang sangat menyukai bangunan-bangunan yang bergaya vintage. Setiap kali ia melihatnya, pasti teringat pada masa kecilnya dulu bersama kakek. Rumah kakek Dwi berbentuk seperti rumah pada jaman kolonial Belanda dulu. Mulai dari pintu, jendela hingga setiap sudut dirumahnya sangat persis sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mereka Sebut Kita Sang Penjelajah
Genç KurguKisah tentang Dwi dan Rio yang kembali bernostalgia. Dari nostalgia itulah mereka bertemu dengan hal-hal yang baru. Hingga akhirnya mereka membentuk "Sang Penjelajah" bersama empat orang lainnya dan mulai dikenali banyak orang. Namun apakah sebenar...