"Ver, lo harus baca cerita baru gw!" seru Celine, gadis cantik teman sebangku Alvero yang mempunyai hobi menulis bahkan memiliki beberapa karya di suatu aplikasi di ponsel.
Vero memutar bola mata malas. "Cerita apa lagi? Gw bosan tau ga! Pasti tentang homo kan?"
Celine berdecak, gadis itu berkacak pinggang. "Tinggal lo baca aja susah amat sih."
"Lagian lo ga ngotak. Gw cowo lo suruh baca begituan!" sergah Vero tak suka.
Celine mengembungkan pipinya. "Ayolah please Vero! Lo baca cuma buat ngritik sama kasih saran. Cuma lo yang bener bener bisa bantu gw!" melas nya. Dia menautan tangan di depan dada memohon pada Vero.
Vero menghela nafas pelan. Dia meraih ponsel Celine dan bergerak untuk membaca karangan tulisan temannya untuk kesekian kali.
Celine berjingkrak senang. Gadis itu duduk di depan Vero dengan anteng. Dia menulis sesuatu di buku sembari menunggu Vero selesai membaca.
Beberapa saat kemudian, Vero memberikan ponsel Celine kepada sang empu, lalu dia berucap. "Bagus sih, tapi bukannya setiap cerita lo gitu-gitu aja? Coba deh lo ganti genre ke percintaan normal. Jangan homo mulu," tukas Vero sambil meminum air putih yang selalu dia bawa.
Celine menggeleng. "Ga bisa. Gw ga bisa mikir kalo itu percintaan normal."
Vero memandang temannya sinis. "Aneh banget tau ga!"
Celine mengangkat bahu acuh. "Lagian ga ada masalah kan? Ini juga karangan aja."
"Kalo itu di kejadian nyata. Gw harus jauhin orang kek gitu, jijik." Vero memeluk dirinya sendiri memperagakan jika dirinya seolah ketakutan
Plak!
Celine memukul kepala Vero tak keras. "Dih, jangan gitu. Bagaimana pun mereka juga manusia yang berhak jatuh cinta. Ga ada salahnya kan mereka memperjuangkan cinta mereka?"
Vero mengelus kepalanya yang baru saja di geplak Celine. "Manusia punya cinta. Tapi dunia punya norma."
Celine bungkam. "Au ah!"
Vero pun tak peduli ketika Celine memilih pergi saat kalah debat dengannya. Dia melipat tangan di atas meja dan menaruh kepala lalu memejamkan mata. Mungkin dia bisa tidur sebentar sebelum kelas kedua mulai. Berdebat dengan Celine menguras tenaga. Apalagi, dia baru saja membaca cerita teman perempuan nya itu.
Bayangkan saja, dia lekaki ... Membaca percintaan lelaki dan lelaki. Hal itu tentu saja membuatnya merinding. Dia adalah lelaki normal. Vero berdoa dia tak akan bertemu dengan manusia seperti itu di hidupnya.
Anggap saja dia tak punya toleransi. Namun, percintaan seperti itu adalah hal tabu. Seperti yang ia ucapkan barusan. Manusia memang berhak memilih pasangan yang di cintainya. Akan tetapi dunia memiliki norma-norma yang melarang percintaan sesama jenis.
"Reygan, kenapa kamu tidur di dalam kelas!"
Suara itu berhasil membuat Vero bangun. Perlahan dia bergerak untuk duduk dan menatap guru yang mungkin sudah datang. "Aduh pak, tidur bentar aja ga ngaruh," suara serak khas bangun tidur terucap dari bilah bibir Vero.
Gyut!
"Aduh pak sakit!!" Mata yang tadinya sayu mendadak binar saat guru itu menarik keras telinga Vero.
"Keluar dari kelas saya! Berdiri di depan pintu kelas, angkat satu kaki dan jewer telinga kamu sendiri!" marah guru itu memberi Vero hukuman.
Vero pun menghela nafas. "Iya pak iya! Kek cewek pms aja deh bapak ini." gerutu Vero yang masih di dengar oleh sang guru, terbukti dari guru itu bersiap akan kembali menjewer telinga Vero.
Tetapi Vero berhasil menghindar karena ia lebih dulu berlari keluar.
Vero menutup pintu kelas dan berdiri di sebelah pintu. Dia mengangkat satu kakinya dan menjewer telinganya sendiri seperti apa yang di perintahkan oleh guru. Keadaan lorong hening, karena seluruh murid sedang ada di dalam kelas.
"Sial banget! Kalo tadi malam gw ga begadang sama si Tio, gw ga bakal di hukum!" dumelnya pada diri sendiri.
"Loh Reygan? Kamu ngapain disini?"
Vero menoleh ke orang yang telah menyapanya. Alisnya mengernyit saat tak mengenali wajah asing pemuda pendek di hadapannya. Mungkin siswa baru?
"Di hukum lah, apalagi."
Mendengar jawaban tak biasa dari Vero, pemuda itu menatap Vero dengan tatapan tak bisa di artikan.
Di tatap seperti itu, tentu saja Vero risih. "Bisa ga usah natap gitu? Gw risih."
Pemuda kecil itu tercengang mendengar nada dingin Vero. "R-reygan kenapa?"
Lagi, sudah tiga kali seperti nya dia mendengar nama Reygan. "Nama gw Vero btw."
Wajah dari pemuda di hadapannya berubah panik ketika mendengar ucapan Vero. "Rey, kamu gak papa?" ucapnya khawatir. Saat akan menyentuh wajah Vero, Vero langsung menepis kasar tangan pemuda itu.
"Apasih?!" cetus Vero dan langsung meninggalkan pemuda tak jelas menurutnya. Mood nya jadi turun.
Awalnya Vero ini berjalan ke arah kantin. Tapi, kenapa dia malah kesasar ke gudang belakang? Tidak mungkin dia kesasar di sekolah yang mapnya sudah sangat ia hapal?
Vero menatap sekeliling, dia baru saja sadar jika bangunan ini berbeda dengan sekolahnya. Apakah dia tidur sambil berjalan? Itu mustahil. Atau apakah dia sedang berhalusinasi?
Otak Vero langsung mencerna. Dia menatap seragam yang sama seperti seragam pemuda menjengkelkan sebelumnya. Beberapa orang juga memanggilnya Reygan. Vero sontak menarik baju bagian dada untuk melihat name tage nya.
Vero terkejut ketika disana bukan tertulis Alvero Anggasta tetapi Reygan Erlangga.
Vero langsung berlari. Tujuannya saat ini adalah toilet. Semoga apa yang dia khawatirkan terjadi. Untung saja sekolah ini disediakan papan petunjuk. Jadinya Vero langsung menemukan letak toilet.
Disaat genting begini, Vero meratapi kebodohannya karena tak membaca papan petunjuk arah kantin.
Vero memasuki toilet pria dan langsung bergegas ke arah kaca. Tubuhnya seketika membeku ketika wajahnya saat ini bukanlah wajahnya. Pemuda itu meraba-raba wajahnya. Mencubit keras pipi itu, menjewer, menarik keras hidungnya atau apapun yang bisa membuat nya sadar jika ini mimpi.
Tetapi bukannya sadar, Vero malah membuat wajah tampan ini merah karena ia sakiti.
"Sial! Apa-apaan ini! Jangan bilang gw pindah jiwa seperti yang di tulis oleh Celine?!" tanya Vero bingung pada diri sendiri.
Vero menarik nafas dalam. Dia berdiri tegak menenangkan dirinya sembari menatap pantulan kaca. "Reygan Erlangga?" otaknya memproses nama yang tak asing baginya.
"Reygan??" Vero sungguh berjuang keras mengingat nama itu hingga keringat timbul di dahinya.
"Reygan Erlangga ..."
"Reygan .."
"Erlangga?!!"
"REYGAN ERLANGGA!!"
"WTF!!!!"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak alur ✔
Teen Fiction"Manusia punya cinta, tetapi dunia punya Norma." "Meski gw jadi Reygan, gw ga akan ngikutin sesuatu yang paling gw hindari." No bl! Don't copy