Setelah menghabiskan nasi gorengnya. Vero pamit pulang duluan kepada Eric. Dia juga harus packing bajunya karena ini sudah mulai sore. Vero terlalu mager sejak pagi hingga ia memutuskan jalan duluan dari pada packing.
Saat ini ia tengah mengendarai motor nya pelan. Tak ingin terburu-buru karena pada akhirnya dia akan meninggalkan kota ini. "Sigh, sejuk banget. Sayang sekali aku harus pindah." lupakan manusianya, alam sekitar sangat sejuk menurutnya.
Saat dia menikmati jalan santainya. Dia melihat dari arah depan Vino yang seperti nya kesusahan memperbaiki motornya. Vero jengah, kenapa dia harus bertemu Vino di pinggir jalan apalagi tengah kesusahan. Dia kan jadi tak enak jika tak menolong.
Lalu dengan terpaksa, Vero berhenti dan bertanya. "Motornya mogok?"
Si kecil kaget ketika Vero menyapa. Dia mengangguk samar. Agak canggung setelah kejadian kemarin. "Iya, aku sudah cek bahan bakarnya masih banyak."
Vero mengangguk. Dia membuka helm serta jaketnya agar tidak kotor saat mengecek masalah yang terjadi pada motor Vino. Untung saja dia jago dalam hal ini.
"Lagian kenapa lo sendirian? Teman lo itu kemana?" tanya Vero. Tangannya bergerak untuk memeriksa sesuatu.
Merasa tak ada jawaban dari Vino, Vero pun berbalik. Namun sayang, sebuah sapu tangan menempel pada wajahnya. Karena tak siap, ia harus menghirup obat bius yang sudah ada di sapu tangan itu.
Sebelum kehilangan kesadaran sepenuhnya. Vero melihat wajah Vino yang menyeringai. Dalam hatinya dia mengumpat karena bisa-bisanya dia terkecoh.
Melihat Vero yang tak sadarkan diri ... Range Rover sudah berada di sisi jalan. Dua orang berbadan kekar keluar dan mengangkat tubuh Vero yang sejak tadi di tahan oleh si pembius.
"Bawa dia dan letakkan dia di tempat yang sudah aku siapkan," titah Vino. Dia bersedekap dada menyunggingkan senyum penuh kemenangan.
"Kamu punya aku Reygan!" tekannya penuh dengan kilat obsesi.
*
Vero membuka matanya perlahan. Dia terpaksa bangun ketika merasa ada yang aneh di atas tubuhnya. Kepalanya pening, tubuhnya panas dan tak bisa di gerakkan.
Ia merasa aneh di bagian selatannya. Pandangannya buram. Vero melihat ke atas dimana ada seseorang yang naik turun dengan tempo normal. Dada Vero berdetak tak karuan.
Dia berusaha untuk segera menormalkan pandangannya.
"Ahh .. Engh kau sudah bangun sayang?" sapa seseorang yang di kenali oleh Vero. Tapi, kenapa Vino seperti mendesah?
Mata Vero membulat sempurna ketika yang naik turun adalah Vino. Dia melihat kebawah dimana kemaluannya tertanam pada sesuatu milik Vino.
"EMHH!!" Vero memberontak. Otaknya ngeblank seketika. Air matanya langsung mengalir membasahi pipi. Ia menggerakkan tangan dan kakinya yang terikat di setiap sisi ranjang.
Vero tak peduli jika nanti lecet atau apapun. Dia harus cepat melepaskan diri dari Vino. Hatinya berdetak tak karuan. Badannya panas sekujur tubuh. Dia merasa jijik saat melihat Vino yang keenakan.
Dia juga merasa jijik ketika tubuhnya tak menolak. Ada apa dengan tubuhnya.
Vero ingin berteriak, tetapi mulutnya tersumpal. Dia hanya bisa bergerak bak kesetanan meski itu tak berefek apapun saking kuatnya tali yang mengikat dirinya.
"Lihat Rey ... Kita menyatu. Milikmu semakin membesar di dalam," kata Vino sensual. Kilat obsesi terpancar dari matanya.
Vero tak mendengar dengan jelas, nafasnya tak karuan. Detak jantungnya juga berdegup lebih keras. Dalam hatinya dia meminta maaf pada Tuhan atas apa yang terjadi sekarang.
Air matanya tak berhenti membanjiri wajah merahnya.
"Ahh Reygan!"
Semakin Vino mendesah, Semakin Vero merasa ternoda dan berdosa pada Tuhan. Kenapa jadi seperti ini. Kenapa Vino nekat? Dia merasa sangat menderita. Perutnya tak enak.
'Pa .. Ma .. Tolong, tolongin Vero'
'Abang'
Lirih Vero dalam hati berharap keluarga Reygan datang. Dia sungguh tak sanggup. Dari pada fisiknya, mentalnya terguncang saat ini. Dia tak berdaya dan tak bisa melakukan apapun.
Entah berapa lama Vino akan melakukan ini. Vero berharap ini cepat berakhir. Sorot matanya kosong. Dia merasa jijik pada seluruh tubuhnya.
'Reygan lo kemana? Mending lo balik dan biarkan gw pergi. Ini kan, yang lo mau? Please bawa gw pergi dari sini. Gw bukan homo kek lo, gw ga bakal keenakan seperti lo'
**
BRAKK!!
"BANGSAT, APA YANG LO LAKUIN SAMA ADEK GW!"
Pintu hancur akibat tendangan Delvin. Pemuda itu berteriak melihat kondisi adiknya. Dia langsung menendang Vino hingga pemuda itu terantuk ujung ranjang. Delvin tak peduli, dia dengan cepat melepaskan ikatan adiknya.
"Rey ... Bangun Reygan!" Vero menepuk-nepuk pipi sangat adik. Mata adiknya terbuka, mata itu kosong. Tetapi tak ada sahutan atau bahkan pergerakan.
Delvin segera bangun dan membawa adiknya keluar, tak lupa dia mengambil kain yang bisa menutupi tubuh sang adik. Para bawahan papanya menyeret tubuh Vino.
Delvin tak bisa menahan air mata melihat kondisi sang adik. Pantas saja perasaan tak karuan ketika dia berada di universitas. Jika saja dia bisa menemukan adiknya dengan cepat, adiknya tak akan seperti ini.
Dari arah luar, Mannaf terburu-buru masuk kedalam. Bertepatan dengan Delvin yang sudah membawa tubuh putra keduanya. Seketika Mannaf kacau melihat kondisi sang anak.
Dia segera berlari menuju mobilnya. Delvin pun masuk dan menyuruh papanya melajukan mobil dengan cepat. Di dalam mobil Delvin terus memanggil-manggil sang adik.
"Hikss Rey, adik abang ayo respon abang dek." dia memeluk erat tubuh adiknya. Hancur perasaannya melihat adik kesayangannya seperti ini.
Mannaf pun menyetir sembari menangis. Dia harus menahan perasaanya karena ia sedang mengemudi. Tetapi tak ayal ia tak bisa menahan isakan.
Mannaf segera pulang dari perusahaan ketika mendapatkan berita jika putranya telah di culik. Butuh waktu 4 jam lamanya dia harus menemukan keberadaan putranya.
Tak bisa dia bayangkan betapa tersiksa sang putra selama waktu itu.
Dia adalah ayah yang gagal.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak alur ✔
Teen Fiction"Manusia punya cinta, tetapi dunia punya Norma." "Meski gw jadi Reygan, gw ga akan ngikutin sesuatu yang paling gw hindari." No bl! Don't copy