Setelah empat hari melaksanakan ospek, akhirnya malam ini adalah puncak acara. Apa lagi kalau bukan malam inagurasi atau malam penutupan. Rio sudah berencana untuk tidak datang ke acara tersebut seperti dulu. Tapi, akhirnya dia terpaksa menghadiri acara inagurasi dipaksa oleh Laskar. Entah apa yang membuat kakak tingkatnya itu terus mendekatinya dan bersikap layaknya akrab dengannya, Rio sungguh tidak tahu.
"Nih, Yo. Dimakan!"
Rio mendongak memandang Laskar yang baru saja datang. Dia duduk di pinggir lapangan sendirian, karena mendadak Laskar menghilang. Sekarang malah muncul membawa nasi kotak. Entah darimana Laskar mendapatkannya. Rio hendak menolaknya, tapi Laskar malah membuka kontak tersebut dan menaruhnya di pangkuan Rio.
"Nggak usah, Bang..."
"Udah dibuka, harus dimakan," sahut Laskar, mengambil duduk di sebelah Rio. Dia juga mulai membukan nasi kotak miliknya dan menyantapnya dengan lahap. Rio menyimpan ponselnya dan ikut menyantap makan malamnya. Ini bukan kali pertama Rio diberi makanan oleh Laskar. Rio tidak keberatan dengan ini kalau saja mereka memang teman akrab. Tapi, Laskar adalah orang yang baru empat hari ia kenal. Rasanya tak enak untuk langsung menerima semua makanan yang diberikan Laskar.
"Bang, kenapa ngasih aku makan terus? Aku bisa beli makan sendiri," ujar Rio saat melihat Laskar telah selesai dengan makan malamnya. Suara musik di lapangan membuat suara Rio tidak terdengar oleh Laskar, jadi Laskar segera mendekatkan telinganya pada Rio membuat Rio terkejut.
"Gimana?" tanya Laskar memandang Rio dari posisinya yang merunduk. Rio menelan ludahnya. Pikirannya tentang Laskar sudah jelek sekarang. Apa jangan-jangan Laskar gay? Banyak orang gay belakangan ini yang diberitakan di media. Itu membuat Rio bergidik ngeri.
"I-itu... Kenapa beliin aku makan terus?" ulang Rio. Laskar manggut-manggut mendengar pertanyaan tersebut. Dia beringsung duduk dengan tegap dan meneguk minumnya, membuat Rio menunggu jawaban dengan jantung berdegup kencang. Laskar tidak gay kan?
"Aku anak tunggal, nggak ada saudara. Terus ngelihat kamu di hari pertama ospek ngerasa pingin punya adek. Jadi, aku anggep aja kamu sebagai adek. Boleh, 'kan?" jawab Laskar. Rio sedikit tidak percaya pada jawaban tersebut. Dia sungguh curiga pada Laskar. Siapa coba yang tidak curiga saat mendadak mendapat perlakuan baik dari orang asing secara berturut-turut.
"Nggak gitu bang. Maksudnya, kenapa aku? Kan banyak orang yan–...."
"Karena kamu kelihatan baik," pungkas Laskar membuat Rio mengatupkan bibirnya. Laskar terkekeh melihat ekspresi Rio yang sekarang, "kamu emang nggak pernah ngerasa pengen temenan akrab sama orang hanya karena punya firasat ke orang itu?" tanya Laskar. Rio diam, mendadak mengingat pada sosok yang kini tak bisa lagi ia temui.
"Pernah," lirih Rio tertunduk. Laskar mengangkat alisnya heran dengan respon Rio. Tidak tahu kenapa mendadak Rio tampak sedih. Memang biasanya juga Rio tak banyak ekspresi, tapi entah mengapa Laskar selalu mendapati Rio berwajah sedih saat membahas sesuatu. Misal anggur, pernah juga saat membahas mie ayam, atau rumah sakit, dan sekarang pembahasan soal orang yang ingin dijadikan teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany
Teen FictionIni adalah kali pertamaku merasakan kehilangan. Dulu, kupikir seiring berjalannya waktu semua akan membaik. Rasa sakit itu akan lenyap terobati oleh waktu. Tapi, semakin hari justru semakin menyesakkan. Entah ilusi atau nyata aku semakin sulit berta...