Ini adalah kali pertamaku merasakan kehilangan. Dulu, kupikir seiring berjalannya waktu semua akan membaik. Rasa sakit itu akan lenyap terobati oleh waktu. Tapi, semakin hari justru semakin menyesakkan. Entah ilusi atau nyata aku semakin sulit berta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hah!"
Rio tersentak, terbangun dari tidurnya. Kepalanya pening seketika karena langsung duduk dari posisi tidur. Tangannya menggapai nakas mengambil gelasnya. Meneguk isinya hingga tandas dan bernapas perlahan, menenangkan diri. Matanya terpejam mencoba menghapus ingatan tentang mimpi buruknya. Mimpi yang selalu hadir dan mengacaukan paginya.
Setelahnya, Rio segera pergi ke kamar mandi. Kali ini dia tidak terlalu terburu-buru karena dia bangun lebih awal dari sebelumnya. Dia ada waktu mencari tempat untuk sarapan. Sembari menyantap sarapannya, dia mengecek ponselnya. Arghi dan Jofan kompak menghubunginya untuk membangunkannya. Mungkin khawatir dia akan terlambat bangun dan terlambat masuk ospek. Rio menjawab segera, mengatakan dirinya sudah bangun dan tengah sarapan.
Rio pergi ke kampusnya dengan langkah lebih santai. Sebenarnya ada motor di kost. Hanya saja, Rio enggan memarkir dan saat pupang sibuk mengantre di pintu parkiran. Itu sangat membuang waktu. Sebaiknya dia jalan kaki dan bisa sedikit berolahraga.
"Widih beneran nggak terlambat. Keren!"
Rio meringis mendengar pujian dari Laskar. Seniornya itu masih sama seperti kemarin, menjaga pintu masuk ke arah lapangan. Memastikan mahasiswa baru yang masuk sudah mengenakan pakaian yang sesuai ketentuan dengan segala atributnya. Rio berpamitan untuk segera pergi ke lapangan dan tentu dipersilakan oleh Laskar.
"Saling kenal? Jangan terlalu akrab gitu, Kar. Nanti ngelunjak!"
Rio mendengar sayup-sayup percakapan senior lainnya dengan Laskar setelah dia beranjak pergi. Mendadak saja perasaannya tidak enak. Karena dia sungguh tidak mengerti apapun tentang kampus barunya ini. Apakah mereka memiliki senioritas yang tinggi atau biasa saja seperti kampusnya dulu.
Hari ini adalah ospek fakultas, jadi setelah penyerahan mahasiswa baru ke panitia fakultas mereka mengikuti panitia per fakultas. Dan Rio baru tahu kalau Laskar adalah panitia fakultas, bukan panitia ospek tingkat unive. Laskar semester lima tapi entah mengapa laki-laki itu bisa mengendalikan panitia yang merupakan kakak tingkatnya.
Contohnya seperti saat seorang senior dari semester tujuh meminta Rio unjuk bakat secara mendadak dan Laskar dengan segera melarang Rio melakukannya. Meminta Rio kembali duduk mengemper di lapangan indoor basket seperti yang lainnya. Tidak ada yang berani menegur Laskar, mereka diam saja saat laki-laki itu terus melindungi maba dari kejahilan senior.
"Udah nggak jaman perpeloncoan di dunia pendidikan. Mending kita ngakrabin diri aja. Ngenalin mereka gimana sama dunia kampus."
Begitu ucapan Laskar yang membuat beberapa panitia segera berbisik-bisik mencela Laskar, meski tidak ada yang berani mengungkapkannya dengan terang-terangan tapi jelas Laskar mengetahuinya. Tapi, yang dilakukan Laskar adalah berpura-pura tuli dan melakukan kegiatan sesuai keinginannya. Seperti orang egois, hanya saja para maba setuju dengan Laskar.