Pernyataan

191 14 0
                                    

Shaki POV

Dag dig dug jantungku, yahoooo.

Ini suasana yang sangat canggung yang pernah aku alami bersama kak Adnan. Sedari berangkat kami hanya diam meski kak Adnan kadang menoleh dan tersenyum dan aku membalasnya meski ku yakini kalau senyumku pasti kaya orang lagi nahan mules, aih. Dan apa  ini lagi jantungku memperparah keadaan dengan asiknya dangdutan ga sekalian goyang ngebor biar tambah ramai.

Kuhembuskan nafasku dan menatap kaca disebalah kiriku. Ga kuat saya natap yang disebelah kanan bisa-bisa aku pipis dicelana di dinner pertamaku dalam seumur hidupku.

Aku mengernyit ketika mobil kak Adnan memasuki parkiran gedung serbaguna lalu aku memandang kak Adnan bingung "memang bioskopnya udah pindah ya kak atau disini dibuka bioskop baru?" tanyaku polos. Kak Adnan terkekeh mendengarnya. Kak Adnan memarkirkan mobilnya dan mematikan mesinnya.

"siapa bilang kita mau ke bioskop?" ia menaikan alisnya dan tersenyum geli. Aku semakin mengerutkan kening. Jangan bilang penyakit lupaku kambuh. Aisshhh....ini memalukan masa' iya kambuh di saat kencan gini.

Aku segera mengambil ponselku yang ada di dalam tas, setelah mendapatkannya aku segera membuka percakapan kami tadi di bbm. Aku nunjukan percakapan kami tadi. Kak Adnan tersenyum geli. "kakak kan ga bilang mau nonton bioskop bukan" ia menunjuk ponselku. Aku mengangguk bloon, kak Adnan membuka pintu sampingnya dan berjalan keluar. Aku memandang kak Adnan bingung yang sekarang sedang memutari mobilnya dan kemudian membukakan pintu untukku.

Kak Adnan mengulurkan tangannya. Aku hanya memandangi tangan itu masih bingung. Itu tangan mau nodong aku ya? lah bukannya kak Adnan itu udah kaya apalagi juga punya usaha sendiri. Masak dia nodong aku yang masih abu-abu ini, terus...terus mobil mewahnya ini? ya amp—

Suara kak Adnan membuatku kembali dari pikiran anehku "kita memang mau nonton tapi bukan bioskop melainkan okestra" ia tersenyum lembut masih dengan uluran tangannya. Aku mengangguk mengerti seperti orang bodoh. Suara kak Adnan terdengar lagi yang membuatku meringis.

"apa kamu tak kasian dengan tanganku yang menggantung ini untuk menerima balasan dari tanganmu Shaki?" tapi aku juga menghembuskan nafas lega ternyata orang yang aku suka bukan begal atau semacamnya.

Dengan kikuk aku menerima uluran tangannya dan berjalan menuju pintu utama dengan bergandengan tangan. Jantungku yang awalnya sudah dangdutan sekarang melakukan goyang ngebornya. Gila aja ini kaya orang mau terjun dari jurang aja deg-degannya padahal aku belum pernah nyoba mau terjun dari jurang dan ga akan pernah. Semoga kak Adnan ga denger bisa malu tujuh turunan nanti. Aku mengalihkan pandangan untuk mengurangi rasa gugupku dan melihat kerangka bunga berisikan ucapan selamat untuk pernikahan perak Diana Ramdan?

Bukankah ia termasuk komposer hebat di Indonesia? Setauku pembelian tiketnya sudah tutup dari tiga bulan yang lalu karena ini termasuk pagelarannya untuk pernikahan peraknya. Wao..lama juga ya nikahnya. Eh salah fokus, ini kenapa bisa kak Adnan dapet tiketnya?

"kok kakak bisa dapet tiket Diana Ramdan?" ia menoleh dan tersenyum.

"tante Dian itu tanteku, ia menikah dengan sepupu papaku dan aku tak perlu tiket karena aku ada undangan" kak Adnan memperlihatkan undangan berwarna silver dengan pita yang terlihat elegant. Sejak kapan ia membawanya kok aku ga nyadar ya.

Kak Adnan membawaku masuk lalu membawaku ke tempat duduk VIP. Acara dibuka oleh penyanyi muda yang sedang naik daun, Raisa, dengan aransemen yang luar biasa diganti 180 derajad.

Sepanjang acara aku hanya bisa terpukau sampai acara terakhir yaitu potong kue yang sangat manis dilakukan oleh Diana Ramdan dan suaminya. Setelah acara selesai kak Adnan membawaku pergi ke suatu tempat untuk makan malam. Aku hanya menurut sambil mengoceh betapa manisnya pasangan tadi dan kerennya aransemen  yang dilakukan Diana Ramdan yang tak lain tantenya kak Adnan.

A Beloved ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang