Hanif Naufal Aristo

428 17 0
                                    

Hari ini aku kembali lagi ke negara asalku setelah sekian lama aku di jadikan tahanan di Belanda oleh kakek. Aye, I'm free yeah.

“Hah rasanya sudah berabad-abad aku tak melihat ruangan ini dan rasa kangennya tuh sampai disini” aku memegang dadaku dengan kedua tanganku. Men-dramatisir sedikit tak apalah ya, orang namanya kangen ga salah lah.

Tapi rinduku terhadap kamar ini tak sebanding rinduku bersamanya, gadis cilik yang sangat cantik yang sering aku buat menangis dahulu.

Sekarang seperti apa wajahnya?  Kecil saja ia secantik dan semanis itu, bagaimana dengan sekarang?

Ah aku teramat sangat merindukannya, lebih rindu terhadapnya dari pada keluargaku sendiri.

Bukannya bermaksud durhaka tapi ini kenyataan hatiku mau gimana lagi coba.

Tok

Tok

Tok                                                                       

Aku menoleh kearah pintu dan mendapati mama berada disana dengan senyuman di wajahnya.

Aku mengernyit bingung karna mama tak langsung berbicara padaku melainkan mendekatiku.

Aku curiga, pasti ada apa-apa dibalik senyuman itu.

“ada apa ma?” tanyaku mencoba memulai pembicaraan karena kutahu lama-lama mama akan tersenyum gaje dan itu sangat menyebalkan.

“temenin mama yuk sayang” mama mengedip-ngedip genit kepadaku. Oh My. ITU MENJIJIKKAN MAMA!!

“jangan mengedip seperti itu mama, aku ga suka!” aku terang-terangan menunjukkan muka tak sukaku kepada mama tapi mama langsung merubah ekspresinya dengan puppy eyes-nya.

Uh kenapa mamaku ini sebenarnya Tuhan!!

stop it, mom. I don’t like your expression” kenapa mama tak mau meyadari kalau dirinya sudah tak lagi muda yang jelas artinya bahwa mama sudah tua.

Mama terkekeh.

“temenin mama ke rumah temen mama yuk sayang, please” sekarang beda ekspresi lagi.

Jangan-jangan dulu mama bekas artis sampai bisa merubah ekspresi secepat itu.

“tapi kan ma, aku mau istirahat. Baru juga tadi malem aku sampai dan langsung tidur. Baru juga aku kangen-kangenan ama kamar tercintaku masak udah di paksa meninggalkannya lagi” aku sekarang yang memasang wajah cemberutku. Ga mau kalah, jelas lah enak saja.

“berarti kamu cintanya cuma sama kamar ini? sayangnya cuma sama kamar ini? kangennya cuma sama kamar ini? Kalau sama mama ga gitu? Yaudah balik sana ke rumah kakek, bungkus nih kamar di bawa kesana sekalian!!” balas mama ngambek.

Sumpah aku merutuki diriku sendiri soalnya ga mungkin aku nyumpah serapahin orang tua ku sendiri kan, durhaka banget gitu kalau aku sampe kaya gitu.

I’m surrender mom, you win. Satisfied??”aku mengangkat kedua tanganku diatas kepala dan itu membuat mama trsenyum selebar-lebarnya dengan mata yang berbinar bak kilauan batu kristal terkena cahaya.

“kalau gitu mama ganti baju dulu, kamu juga ya. Mama tunggu di bawah” mama mengecup pipiku sebentar dan segera pergi meninggalkanku yang sumpah bete abis dengan gayanya yang kaya anak kecil dapet hadiah.

Tuhan kapan mamaku akan jadi wanita dewasa? Oh papa, apa kau tak mengajarinya gimana jadi wanita dewasa?

Aku berjalan gontai menuju lemari. Ku ambil asal kaos dan celana jeans panjang dan  ku bawa ke kamar mandi untuk menganti.

A Beloved ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang