06

115 14 0
                                    

.................... Selamat membaca ................

Sudah beberapa Minggu Laura selalu rajin datang ke pondok kecil milik ustadz Arsyad dirinya kini menjadi terbiasa dengan kegiatan-kegiatan yang berada di sana membuat Adila sangat senang karena sedikit demi sedikit Laura sudah mulai meninggalkan kegiatannya yang sering ke club dan pakaian Laura kini sudah tertutup walaupun Laura belum sepenuhnya menggenakan kerudung.

Ustadz Arsyad kini berada di rumah Adila dan sedang berbincang-bincang dengan Farrel, kakak laki-laki dari Adila. Arsyad kemudian sedikit memasukkan beberapa topik pernikahan dalam obrolannya, Farrel mengangkat satu alisnya

"Mau nikah bro? Sejak kapan ada pikiran begitu di otak lo?" Tanya Farrel

Arsyad hanya terkekeh mendengarnya "baru kepikiran aja"

"Siapa calonnya? Dia ustadzah?"

"Bukan, gak harus ustadzah untuk jadi istri gue nanti"

"Tapi lo seorang ustadz seharusnya cari yang ustadzah supaya setara" saran Farrel

"Gue juga cuma orang biasa. Menurut gue kunci hidup bahagia dalam pernikahan bukan tentang kesetaraan tapi tentang ilmu dan kesiapan, gue merasa ilmu yang gue miliki untuk sekarang mampu untuk bisa membawa dia ke jalan yang lebih baik"

Farrel mengangguk mendengar penjelasan dari Arsyad, memang tidak heran sejak SMA Arsyad selalu bijak dalam mengambil keputusan.

"Siapa perempuannya bro?" Tanya Farrel penasaran

"Laura" jawab Arsyad singkat

Wajah Farrel terlihat terkejut setelah mendengarnya, dirinya tidak terlalu asing dengan nama itu "Laura maksud lo? Laura, temen adek gue? Bukannya dia pemabuk ya?"

Arsyad kemudian mengangguk pelan, sementara Farrel masih berusaha mencerna semuanya "lo yakin? Orang tua lo pasti gak akan setuju dengan pilihan lo"

"Gue udah yakin, tapi tentang restu dari orang tua gue nanti gue bisa pikirin lagi" Farrel hanya mengangguk lalu menepuk pundak sahabatnya dan Arsyad hanya tertawa pelan melihatnya

"Adila gimana perkembangannya?" Tanya Arsyad

"Sisa tunggu hasil aja" Arsyad hanya mengangguk mendengarnya

"Gue gak nyangka adek lo bisa ambil beasiswa di sana, apa lo gak akan nangis parah, hahaha"

Farrel tersenyum tipis mendengarnya "gue juga sebenernya sedih untuk pisah sama dia nanti, tapi gue lebih sedih kalo gue nahan cita-cita dia apalagi itu cita-cita dia dari kecil"

"Lo gak ada niatan nikah? Inget, umur Lo udah matang" Farrel memelototi Arsyad kemudian berubah menjadi tertawa bersama

Farrel menggeleng dan kembali ke topik pembicaraan "belum punya pikiran untuk ke arah sana, satu-satunya yang gue fokuskan untuk sekarang cuma Adila. Gue pengen liat dia bahagia dan lulus untuk beasiswa nanti"

Arsyad menggangguk setelah mendapatkan jawaban dari Farrel, dirinya tahu bahwa Farrel selama ini hanya tinggal berdua dengan adiknya yaitu Adila. Orang tua mereka sudah lama meninggal dunia dan itu membuat Farrel harus bisa merawat adik satu-satunya.

(Pengumuman : Ustadz Arsyad kalo di pondok kecil dan di luar beda yaa... Dia lebih cenderung berbahasa formal saat di pondok kecil tapi saat dia di luar pondok atau bersama temannya 'Farrel' dia berbicara biasa seperti orang-orang lain 'lo-gue' )

***

Ustadz Arsyad kini sudah berada di rumah sejak beberapa jam yang lalu, dirinya hanya terdiam diri pada meja di hadapannya tanpa sadar bundanya masuk ke dalam kamarnya yang melihat anaknya terdiam melamun, budannya segera menghampirinya lalu memegang pundak Arsyad dengan pelan.

"Ada masalah, Nak?" Arsyad menoleh dan mendapati bundanya di sana lalu menggeleng

"Bun, Arsyad mau__" Arsyad kembali menggeleng dan berpikir bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bicara tentang Laura pada bundanya

"Arsyad mau cerita? Bunda pasti dengerin, ayo Arsyad harus jujur sama bunda"

Arsyad menggangguk lalu menuntun bundanya ke sofa di kamarnya agar lebih nyaman "Bun, Arsyad boleh menikah sama yang bukan ustadzah?"

"Boleh, bunda gak pernah larang kamu dalam memilih pasangan, kamu sudah dewasa seharusnya kamu tau mana yang terbaik untuk kamu. Bunda cuma pesankan satu hal supaya kamu cari pasangan yang bisa menghormati kamu dan menghormati orang tua, gak harus ustadzah untuk mencari hal itu" Arsyad mengangguk lalu kembali menatap bundanya

"Sebenernya Arsyad mau ngenalin seseorang ke bunda tapi Arsyad takut bunda gak setuju" Arsyad berdiri dan mengambil ponselnya yang berada di meja lalu kembali menghampiri bundanya

Arsyad mengutak-atik ponselnya sebentar lalu menaruhnya kembali "namanya Laura, dia temen SMA Adila"

Bundanya mengerutkan keningnya "Adila adik Farrel?" Arsyad menggangguk sebagai jawaban

"Adila sopan orangnya, pasti temennya baik, bunda setuju kalo begitu"

"Ta-tapi Bun..., Laura pemabuk dan sering ke club" ucapnya dengan hati-hati

"Kamu gila?! Bunda gak akan pernah restuin perempuan itu, masih banyak perempuan yang lebih baik. Asal kamu tau Arsyad, club malam tidak baik untuk seorang perempuan dia sering ke club itu artinya dia perempuan tidak baik!" Bundanya segera berjalan menuju pintu kamar, Arsyad segera mengejarnya dan meraih tangan bundanya

"Bun, Arsyad mohon bunda..., dia gak seperti yang bunda pikirkan" air mata Arsyad mulai menetes dan masih terus memohon

"Apapun alasannya bunda tidak merestui nya, bunda bisa pilihkan yang lebih baik dari Laura-Laura itu, bisa aja otak kamu di cuci sama dia"
Setelah mengucapkan kalimat yang menusuk Bundanya segera pergi dari kamar Arsyad.

Arsyad mengerti dengan keadaannya karena tidak ada ibu yang rela ketika anaknya mendapatkan pasangan yang tidak baik.

Pagi ini seperti biasa Arsyad keluar kamarnya dan segera menghampiri kedua orang tuanya di meja makan, suasana ruang makan sangatlah sunyi hanya suara sendok dan garpu yang menemani mereka.

Ayahnya menyadari hal itu segera membuka suara "ini ada apa? Tumben saling diem?" Arsyad menoleh dan menggeleng dirinya juga memilih untuk membuka suara

"Bun, Arsyad minta maaf..." Ucap Arsyad dengan nada pelan tetapi bundanya memilih pergi dan tidak meyelesaikan makanan di piringnya sementara Arsyad hanya dapat menghela nafas beratnya

"Selesaikan makanan mu dahulu setelah itu kita bicara" suara tegas ayahnya mulai terdengar, Arsyad segera mengangguk dan dengan cepat menghabiskan sarapannya.

Setelahnya kecanggungan di ruang makan mulai kembali Arsyad menatap dan menunggu ayahnya yang masih memakan sarapannya di hadapannya.

Ponsel milik Arsyad berbunyi dirinya segera bangkit dan sedikit menjauh dari ruang makan, sambungan telfonnya mulai terhubung dan terdengar suara perempuan seperti kebingungan.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, iya Dil?"

"......."

"Iya libur, hari ini juga hari Minggu mungkin dia tau"

"......."

"Kamu yakin Dil? Mungkin dia, masih tidur dan dikunci pintu apartemennya"

"......."

"Yasudah nanti saya ke pondok ya untuk cek"

"......."

"Lacak? Maksud kamu? Saya gak bisa Dil lacak-lacak begitu, saya bukan hacker"

"......."

"Iya, yasudah kamu kirim aja nomor dia ke saya nanti saya lacak"

"......."

"Sama-sama Dil, waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh"

Arsyad segera menutup sambungan telfonnya dan kembali berjalan ke meja makan yang melihat ayahnya yang sudah selesai sarapan, dirinya segera duduk dan menunggu ayahnya memulai pembicaraan.

Jangan lupa untuk vote yaa, maaf cuma nulis sedikit karena bingung mau bikin alur gimana supaya mereka cepet nikah.
Aku pengen bikin alur Laura nakal dulu tapi kalian minta buru-buru menikah 😔

Tapi gapapa kok aku muter otak dulu yaa hehe

Hijrah bersama Ustadz (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang