"Apakah dia ayahku?"
Soobin menatap Taehyun datar beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng pelan. Taehyun hanya mengangguk seolah menerima jawaban Soobin, padahal tidak sepenuhnya begitu.
Taehyun ingat beberapa bulan lalu ia pernah satu kali diajak ayahnya menjenguk seorang pria tua di sebuah rumah sakit. Ayahnya bilang dia adalah seorang kerabat jauh yang ingin bertemu Taehyun dan ibunya untuk pertama kali, dan mungkin juga terakhir kalinya. Karena setelah itu Taehyun tidak pernah bertemu dengan pria tua tersebut.
Sejauh ini tidak ada yang aneh memang, sebelum Taehyun melihat foto pria tua itu terpasang di dinding ruang tengah rumah Soobin. Faktanya pria tua itu adalah mendiang Ayah Soobin.
"Om, apakah kamu mau bermain bola denganku?" pertanyaan acak mulai diajukan oleh Taehyun.
"Hei, kakimu masih terluka, bagaimana bisa kamu berpikir untuk bermain bola?"
"Nanti Om, ketika kakiku sudah sembuh".
"Dan saat itu tiba, sepertinya kita sudah tidak bisa bertemu lagi".
"Kenapa? Apa Om akan pergi?" tanya Taehyun pelan, ada rasa tidak rela jika ia harus berpisah dengan Soobin. Dua hari yang ia lalui bersama Soobin bisa dibilang sangat berkesan. Setidaknya walau ia diculik, ia merasakan bagaimana Soobin memperhatikannya dan mengurusnya dengan baik. Soobin itu kaku, namun Taehyun senang karena Soobin masih mau berbicara dengannya, bahkan menanggapi semua rengekannya.
Belum sempat Soobin menjawab pertanyaan Taehyun, handphonenya tiba-tiba berdering. Nomor tidak dikenal terpampang di layar. Taehyun sedikit memanjangkan lehernya, melirik ke layar handphone Soobin. Mata Taehyun membola, ia hafal sekali kombinasi angka itu.
"Itu nomor ayah"
"Wah, hebat sekali ayahmu, ia bahkan mendapatkan nomorku. Sebentar aku akan berbicara dengannya" Soobin bangkit dari duduknya dan berniat mengangkat telepon di ruangan lain.
"Jangan diangkat" Taehyun menatap Soobin penuh harap berusaha mencegahnya berbicara dengan sang ayah.
"Kamu tidur saja, tidak perlu mengkhawatirkanku" Soobin berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Taehyun yang tertunduk lesu. Hatinya bergejolak, bagaimana jika ayahnya mengirimkan anak buahnya untuk mencelakai Soobin. Taehyun sama sekali tidak mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi. Ia terlanjur menyukai kehadiran Soobin di hidupnya.
***
"Choi Soobin keparat, beraninya kau menyentuh anakku" suara Yeonjun langsung menggema di telinga Soobin sesaat setelah ia mengangkat telepon.
"Hei, bukankah seharusnya kau menyapa terlebih dahulu? Dimana sopan santunmu Jaksa Choi yang terhormat" ujar Soobin diiringi tawa remehnya.
"Untuk apa sopan santun dengan penjahat sepertimu. Lepaskan anakku sebelum aku mengirim orang untuk menghabisimu"
"Silahkan saja, aku tidak takut. Bukankah itu yang kau ajarkan padaku, Saudaraku?"
"Aku bukan saudaramu, jangan melantur"
Soobin menarik senyum miring. "Baguslah kalau kau bukan saudaraku, jadi aku tidak perlu merasa bersalah jika harus membunuh Taehyun"
"BAJINGAN, JANGAN KAU SEBUT NAMA ANAKKU DENGAN MULUT KOTORMU ITU"
Soobin menjauhkan handphonenya, telinganya berdenging mendengar teriakan nyaring dari seberang sana. Ia hanya menanggapinya dengan suara tawanya.
"Aku tidak akan pernah mengampunimu jika sampai anakku terluka"
"Ternyata ada ayah yang sangat mengkhawatirkan anaknya ya sekarang. Tapi mengapa sebelumnya kau menganggapnya tidak ada walaupun ia berdiri di hadapanmu"
"Itu bukan urusanmu, dia anakku"
"Kau tahu? Awalnya aku ingin membunuhnya. Akan tetapi, mendengar ceritanya tentangmu membuatku berubah pikiran. Bagaimana jika aku membawanya pergi jauh ke tempat yang tak bisa kau temukan? Rasanya kasihan sekali nasib anak selucu itu harus hidup bersama ayah sepertimu"
"Jangan... Aku mohon" gumam Yeonjun pelan sebelum memutus sambungan telepon. Soobin hanya mengerutkan keningnya, ia bahkan tidak mendengar jelas apa yang baru saja diucapkan Yeonjun.
***
Yeonjun meletakkan kedua tangannya di atas meja kerjanya, telapak tangannya dikepalkan kuat. Pikirannya akan keadaan Taehyun sekarang berkecamuk ribut di kepalanya. Bagaimana jika Soobin menyiksa anak tunggalnya? Bagaimana jika Taehyun ketakutan? Bagaimana jika Soobin benar akan membunuhnya?
Satu tetes airmata terjatuh ke atas meja, yang beberapa detik kemudian disusul oleh tetesan lain yang semakin deras. Yeonjun menangis. Ini bukan pertama kalinya ia menangis karena Taehyun, melainkan sudah ada literan airmata yang menetes sebelumnya.
Yeonjun tidak sedingin dan setangguh yang terlihat. Bahu tegapnya sering meluruh bergetar di dalam ruang kerjanya. Ia tumpahkan semua bebannya seorang diri. Menangisi semua kesalahan dan dosanya. Menangisi semua sikap buruknya pada anak tunggalnya. Anak yang merupakan sosok paling berharga di dalam hidupnya.
Yeonjun bukan seorang yang mampu mengekspresikan dirinya di depan orang lain. Sikapnya dingin bahkan dengan anak kesayangan sekalipun. Di saat anaknya dengan bangga menunjukkan hasil ujiannya, ia hanya melirik anaknya sekilas. Tak ada usapan di kepala ataupun sebuah pelukan yang ia berikan, walaupun dalam hatinya ingin.
Hatinya begitu teriris melihat punggung sempit anaknya yang pergi menjauh darinya. Apalagi ketika ia harus melihat wajah kecewa anaknya ketika ia menolak ajakan bermain. Alasannya sibuk, padahal sebenarnya ia tidak begitu sibuk. Wajar jika Taehyun membencinya. Namun itu tidak masalah bagi Yeonjun, asalkan Taehyun tidak mengucapkan langsung kepadanya. Ia tidak siap mendengarnya.
Biarlah Yeonjun dikenal sebagai seorang ayah yang buruk, karena hanya itu satu-satunya cara yang dapat ia lakukan untuk melindungi anaknya. Dunia yang ia geluti bukan dunia yang ramah. Musuhnya dimana-mana. Ancaman bisa datang darimana saja. Bukan hanya dirinya, bisa saja menyerang keluarganya. Musuh pasti mengincar kelemahannya, oleh karena itu ia tidak ingin menunjukkan jika keluarganya adalah kelemahannya. Cukup sekali ia kehilangan saudaranya karena kesalahannya. Ia tak ingin semuanya kembali terulang. Ia akan melindungi keluarganya dengan caranya sendiri.
"Asisten Jeon, ke ruangan kerjaku sekarang" perintah Yeonjun melalui sambungan telepon.
Tidak sampai lima menit, suara ketukan pintu terdengar menandakan Asisten Jeon sudah sampai. Asisten Jeon yang tadinya sedang mengobrol di ruang keamanan bersama rekannya dengan cepat berjalan ke lantai 2, dimana ruang kerja atasannya berada.
"Masuk"
Asisten Jeon langsung membuka pintu dan masuk menghadap Yeonjun yang keadaannya terlihat tidak cukup baik.
"Ada apa Tuan memanggil saya?"
Yeonjun menunjukkan peta lokasi di tabletnya. "Taehyun ada di sana bersama Soobin"
"Soobin? Dia sudah bebas?"
Yeonjun mengangguk. "Soobin menculik Taehyun, tapi aku ingin kamu mengawasi mereka dari jauh, cukup pastikan Soobin tidak melukai Taehyun. Lakukan diam-diam, jangan sampai ada anak buah Pak Han yang mengetahui hal ini. Akan sangat berbahaya jika Pak Han tahu kalau Soobin sudah bebas"
"Baik, Tuan"
Asisten Jeon menunduk hormat dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan. Namun baru beberapa langkah, Yeonjun menghentikannya.
"Cepat hubungi aku jika ada yang tidak beres. Dan berjanjilah kamu akan melindungi mereka berdua" ujar Yeonjun, ada nada khawatir yang keluar dari mulutnya.
"Saya berjanji, Tuan"
Sepeninggal asisten pribadinya, Yeonjun mengambil figura foto dari dalam lacinya. Ia meraba foto yang terlihat usang lalu memeluknya. Ia pejamkan mata lelahnya sambil menyandarkan kepalanya di kursinya.
"Aku minta maaf, Soobin. Tolong jangan ambil Taehyun dariku"
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Dad ✔️ | Soobin, Taehyun
FanficSoobin menculik Taehyun yang merupakan anak dari musuhnya, yaitu Yeonjun. Namun bukannya takut, Taehyun justru menemukan figure seorang ayah yang sangat ia rindukan ada pada diri Soobin. *Stockholm Syndrome *Father-Son Relationship *Brothership