Berendam di bath tub membuat tubuh Dila terasa segar luar biasa.
Meskipun di daerah pegunungan yang hawanya selalu dingin dan diselimuti kabut, dia tidak harus merasa kedinginan karena air dalam kamar mandi ini bisa diatur hangat maupun dingin secara otomatis.
Senang bukan kepalang, Dila tidak perlu repot-repot menimba air lalu merebusnya hingga menjadi air hangat yang bisa dipakai untuk berendam seperti sekarang ini. Bayangkan saja jika di rumahnya yang reyot, berapa kali dia harus menimba dan merebus air demi mendapatkan volume air sebanyak ini? Tak terhitung dan pasti sangat melelahkan. Selain itu, kamar mandinya tidak punya bath tub, hanya ada bak mandi bersemen yang sudah lumutan.
Tidak hanya itu. Sabun yang dia gunakan sekarang pun jauh berbeda dengan sabun di rumahnya. Jika biasanya dia dan simbah memakai sabun batangan yang paling murah, sekarang dia sedang menikmati berendam dengan busa yang banyak dari sabun cair.
"Menyenangkan sekali!" serunya riang sambil menghambur-hamburkan busa sabun ke udara.
Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena detik selanjutnya Dila dikejutkan oleh sosok Bagas yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Bapak!" pekiknya refleks, menyilangkan tangan di depan dada dan membungkuk untuk menyembunyikan aurat. "S--sedang apa Bapak di sini?"
Entah karena dia terlalu keasyikan berendam atau memang pria ini berjalan tanpa suara, yang jelas, Dila tidak menyadari kedatangannya.
"Saya sudah mengetuk pintu kamarmu berkali-kali tapi tidak ada jawaban." Pria yang sudah berganti baju kaos putih dan celana selutut itu bersedekap sambil menatap Dila tanpa ekspresi. "Ternyata kamu sedang berendam di sini."
Masih membungkuk, Dila menjawab, "I--iya, Pak. Saya merasa tubuh saya tidak nyaman, jadi saya putuskan untuk mandi." Dia memberikan alasan sekenanya. "Apa Bapak butuh sesuatu dari saya?"
Bagas mengurai kedua tangannya. "Makan malam sudah siap. Segera selesaikan mandimu. Kita makan bersama."
Mendengar perintah itu, Dila mengangguk cepat. "B--baik, Pak."
Setelah mendengar jawaban Dila, Bagas berlalu pergi.
Dila menghela napas panjang, berusaha menetralkan debaran jantungnya yang merusuh. Sumpah mati, dia kaget. Dia pikir, Bagas meminta keperawanannya sekarang juga. Ternyata pria itu hanya memberi tahu perihal makan malam yang sudah siap. "Huft! Bikin jantungan aja Pak Bagas."
Usai mandi dan membersihkan bath tub, Dila bergegas memakai piyama satin miliknya yang sudah lama ingin dia pakai di tempat-tempat mewah seperti hotel, namun vila ini sungguh melebihi ekspektasinya. Tak lupa, dia juga merias wajahnya tipis-tipis agar sedap dipandang Bagas nanti.
Setelah memastikan bahwa penampilannya sudah sempurna, Dila keluar kamar, lalu duduk berseberangan dengan Bagas di meja makan yang terletak bersebelahan dengan ruang tamu. Kedua ruangan itu dibatasi pintu geser partisi dari kayu jati yang divernis mengkilap.
Dila terperangah melihat banyaknya hidangan yang tersaji di meja makan. Satu ayam bakar utuh, semangkuk besar lalapan sayur, iga bakar, selat Solo, gudeg, sambal goreng krecek, telur pindang, tahu tempe bacem, dan krupuk udang yang dikemas toples kaca besar.
"Ini semua untuk kita?" Dila keheranan. Porsi sebanyak ini terlalu berlebihan untuk mereka berdua.
"Makan saja yang kamu suka." Satu telapak tangan Bagas terbuka pada hidangan di meja. "Kita tidak harus menghabiskannya."
Dila tidak mengerti. Kalau semua makanan ini tidak habis, mau diapakan? Dibuang atau disimpan lagi untuk sarapan pagi besok? Selain itu, siapa yang memasak menu makanan sebanyak ini? Sejak tadi, Dila tidak melihat ada orang lain selain Bagas dan Pak Kirno di vila ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Cinta
HorrorDila Amanda terikat perjanjian dengan Bagas yang mengharuskannya hamil serta melahirkan bayi tanpa harus dinikahi baik secara sah maupun siri. Awalnya Dila tidak peduli. Dia hanya ingin melunasi hutang-hutang pinjaman online, serta membiayai nenekn...