Saat Dila membuka mata, Bagas sudah tidak ada di kursi panjang. Mungkin, pria itu langsung pergi ketika tahu Dila sudah terlelap. Biar saja. Yang penting sekarang sudah siang. Matahari sudah menampakkan sinarnya lewat lubang angin dan dari balik gorden.
Dila memutuskan bangun, lalu duduk di tepian kasur. Dia perlu berdiam diri sejenak untuk mengumpulkan kesadaran. Tubuhnya lemas sekali, seperti baru dihisap habis energinya.
"Dila."
Sapaan di pintu memaksa kesadarannya terkumpul lebih cepat. Kepalanya menoleh. Bagas sedang berdiri di depan pintu, sudah berpakaian rapi; kemeja putih dipadu celana kargo warna krem dan sandal selop hitam.
"Ya, Pak?" Dila menjawab dari tepian tempat tidur, malas bergerak. Kesadarannya memang sudah terkumpul, namun tenaganya belum.
"Cepat mandi dan ganti pakaianmu dengan yang bagus. Istri saya sedang dalam perjalanan ke sini."
Pemberitahuan Bagas membuat Dila terperangah. "A--apa, Pak? Istri Bapak mau datang ke sini?"
Bagas mengangguk, melihat jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan. "Setengah jam lagi dia akan sampai."
Dila bergegas membereskan tempat tidur, menggelung rambut, dan berlari menuju lemari yang merupakan pintu masuk kamar mandi. Tidak ada waktu untuk berendam. Dia bersihkan tubuh memakai shower, mencuci wajah dan menyikat gigi di depan kaca wastafel.
Setelah itu, Dila segera memilih baju terusan motif bunga yang panjangnya selutut dengan lengan setali. Saat baju itu dipakai, dia terlihat sangat anggun. Putih kulitnya terpapar sempurna, sepadan dengan wajahnya yang ayu setelah dipoles riasan sederhana. Rambut hitam tebalnya dibiarkan tergerai indah sampai sepunggung.
Sambil mematut diri di depan cermin rias, Dila bertanya-tanya, mengapa istri Bagas datang sekarang? Tadinya dia pikir, Bagas akan menyembunyikannya dari sang istri sampai dia hamil dan melahirkan, sebab pada umumnya, tidak ada istri yang rela dimadu oleh suaminya. Tapi sekarang, sang istri malah datang ke vila ini untuk bertemu dengannya. Bukankah itu aneh?
Tok, tok
Pintu kamar kembali diketuk. "Istriku sudah datang. Kita sambut dia sekarang."
Dila meletakkan sisir, segera berdiri dan berjalan mengikuti Bagas dengan perasaan tak tenang.
Bagas berhenti di teras. Dila ikut menghentikan langkah, lalu mendongak. Pemandangan seorang wanita berhijab dibantu turun dari mobil oleh Pak Kirno membuatnya takjub. Senyuman anggun terukir di bibir merah wanita itu saat melihat Bagas dan dirinya.
"Selamat datang, istriku." Bagas menuruni anak tangga untuk menyambut istrinya. Satu telapak tangannya menengadah, disambut genggaman oleh wanita cantik bergamis krem dengan payet ukiran emas.
"Terima kasih, suamiku." Suara lembut wanita itu sangat serasi dengan paras ayunya.
Dila masih berdiri mematung, tidak tahu harus berbuat apa. Acara penyambutan kedatangan istri Bagas ini terasa aneh dan canggung baginya.
"Ini, gadis yang kamu ceritakan kemarin?" Wanita itu bertanya pada Bagas, namun tatapannya tertuju pada Dila.
"Ya, Sayang." Bagas menjawab, "Namanya Dila Amanda."
Wanita berdagu lancip itu melepas tangan Bagas, ganti menyodorkannya pada Dila. "Cah Ayu ..."
Dipanggil Cah Ayu dan disodori tangan di depan wajah, Dila kebingungan. Namun seperti ada yang memerintah, dia raih tangan itu untuk dicium takzim.
"Betah kamu tinggal di sini, Nduk?" Wanita yang tubuhnya semerbak wangi melati itu mengusap kepala Dila dengan tangan satunya.
Dila mendongak, terpana melihat kecantikan istri Bagas yang paripurna. Mata hitam legam, alis tebal tertata rapi, hidung mancung, kedua pipi menonjol kemerahan, kulit wajah seputih susu, rambut hitam mengintip dari sela-sela kerudung warna krem yang senada dengan gamisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Cinta
TerrorDila Amanda terikat perjanjian dengan Bagas yang mengharuskannya hamil serta melahirkan bayi tanpa harus dinikahi baik secara sah maupun siri. Awalnya Dila tidak peduli. Dia hanya ingin melunasi hutang-hutang pinjaman online, serta membiayai nenekn...