"Rain came pouring down when I was drowning
That's when I could finally breath
And by morning gone was any trace of you
I think I am finally clean"[Clean-Taylor Swift]
***
Bel tanda pulang sekolah akhirnya berbunyi. Semua siswa segera membereskan peralatan mereka, berdo'a sebelum keluar kelas untuk pulang. Di kelas XI IPS 1, Harsa mengeluarkan sepatu olahraganya. Di samping pemuda itu, Jaffan sedang menyampirkan tali ranselnya. Jaffan mengukir senyum melihat Harsa yang kembali bersemangat untuk latihan.
Dari sudut matanya, Harsa menyadari bahwa Jaffan tengah tersenyum. Lantas ia menoleh sambil tertawa kecil. "Kenapa?"
Jaffan menggelengkan kepala. "Enggak. Rasanya lega aja ngeliat lo ngeluarin sepatu basket buat latihan, padahal dulu gue sempet gak suka karena lo nge-push diri lo terlalu keras. Ah, mungkin gue udah terbiasa kali ya?"
"Gue gak bisa stop di tengah jalan, kan? Apalagi garis finish udah di depan mata. Semuanya berkat kalian. Kalo bukan karena lo, Ardhan, Gara, dan yang lainnya, gue gak akan ada di sini," timpal Harsa sambil memakai sepatunya.
Jaffan melirik pada tali sepatu yang sedang ditalikan Harsa. "Lo masih pake tali sepatu Gara?"
Setelah usai menalikan sepatu, Harsa bangkit dan menatap Jaffan. Ia menganggukkan kepala. "This is his dream. Gue gak bisa bikin Gara nonton gue di final nanti, jadi seenggaknya dengan pake tali sepatu ini gue bisa merasa Gara ada bersama gue di lapangan."
Jaffan tersenyum kecil. Dia mengerti maksud Harsa. Dia lalu menepuk pundak Harsa dua kali untuk menyadarkan keduanya kembali ke dunia nyata dan tak berlarut dalam kesedihan karena mengingat Gara. "Ya udah, kalo gitu gue pulang duluan, ya? Lo yang bener latihannya, tapi kalo capek lo bilang ke Coach buat istirahat."
Harsa terkekeh mendengar penuturan Jaffan. "Lo ingat? Dulu lo irit banget ngomong. Lo jarang ngeluarin kata-kata kalo gak penting-penting amat, tapi sekarang sifat bawel lo udah ngalahin Ardhan."
Sembari keduanya berjalan keluar kelas, Jaffan berkata, "Iya, gue si anak introver ini ketularan lo sama Ardhan. Jadi gue gak salah banget."
"Jadi gue yang salah gitu?" Harsa menunjuk dirinya sendiri, merasa tak terima.
"Mostly iya, sebab katanya lingkungan berperan besar dalam membentuk kepribadian seseorang," kata Jaffan santai meninggalkan jejak senyum di wajahnya. "Dah sana lo ke lapangan. Nanti kalo lo telat datang, bisa-bisa dikeluarin dari club basket."
Harsa mendelik, namun ia tak sempat protes karena Jaffan lebih dulu berlalu menuju gerbang sekolah. Pemuda itu hanya bisa menghela napas panjang sebelum melanjutkan langkahnya menuju lapangan basket.
Di sana baru ada beberapa orang saja, termasuk Rio dan teman-temannya. Tanpa mempedulikan ketiga pengganggu itu, Harsa menghampiri teman-temannya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNITY
Fanfiction"Enak kali, ya, kalo belajar di sekolah? Main bareng sama temen-temen di bawah sinar matahari ... ngebayanginnya aja udah seneng banget. Tapi gue yang dari lahir udah musuhan sama yang namanya matahari bisa apa?"-Bagas Rafardhan. "Jika gue terlahir...