Hari Minggu pagi, aku berencana pergi ke taman kota untuk olahraga. Seperti kata dokter, aku harus mencoba olahraga walaupun sebenarnya aku merasa pekerjaanku sudah include aktifitas yang membuatku capek. Aku mendorong rasa malas itu dengan membeli set olahraga yang lucu-lucu. Seperti yang aku pakai pagi ini, set sport bra halter neck dan celana jogging ketat dengan warna biru muda. Mungkin hanya pikiranku saja, tapi aku merasa sepuluh tahun lebih muda. Bahkan aku sempat melompat-lompat turun tangga yang langsung aku sesali, karena lututku jadi sakit.
Waktu sedang berpamitan ke mama yang sedang masak, aku mendengar bel rumah berbunyi. Tiba-tiba dua buah tuyul masuk ke dalam pagar yang tidak terkunci. Biasanya memang tidak terkunci setelah bibi habis dari pasar. Kedua tuyul bernama Paris dan London itu menyapaku dan bahkan memuji aku lebih cantik dari biasanya. Membuatku tersipu karena aku tahu anak kecil tidak bisa bohong.
"Kamu mau kemana pagi-pagi gini?" tanya Lily, diikuti dengan suaminya yang hanya tersenyum sambil manggut sedikit.
"Olahraga." jawabku. Lalu aku juga bertanya apa yang dia mau lakukan pagi-pagi di rumah dan jawabnya dia mau menitipkan keponakanku ke mama karena dia mau pergi keluar kota untuk kondangan. Tapi aku rasa itu hanya alasan untuk kencan mereka, karena kenapa juga kondangan butuh seharian penuh. Aku tidak komplain apa-apa karena memaklumi kondisi mereka, dan aku juga sayang keponakanku.
Setelah Lily dan suaminya pergi, mama menyuruhku untuk membawa kedua tuyul yang baru datang karena takut mereka mengganggunya memasak. Jadi aku membawa mereka bersamaku ke taman kota dan memaksa mereka untuk ikut jogging. Sepertinya aku terlalu meremehkan kekuatan anak kecil karena mereka jelas lebih kuat dari pada aku. Setelah satu putaran yang diisi dengan,
"Taster (singkatan dari Tante Aster) aku mau itu!" tiap kali melihat penjual makanan kaki lima. Dan aku harus menolakinya di depan penjual yang sudah sumringah, kalau tidak mau di sate mama mereka karena memberikan anaknya jajan aneh-aneh. Terutama Paris yang bahkan dengan sopan menunjuk abang-abang penjual gulali dengan tampang semangat. Akhirnya, aku mengajak mereka untuk jajan di Indoapril, kemudian mencari satu meja payung yang kosong untuk makan. Paris membeli roti tangkup selai kacang dan susu strawberry, sedangkan London makan momogi keju dan susu coklat. Aku sendiri belum selera makan dan berencana makan masakan mama, hanya membeli minuman isotonik.
"Oh, oppa!" kata Paris. Aku memicingkan mata karena tidak bisa melihat siapa opa yang dia panggil. Mungkin ayahnya Eric ada di sini, tapi kemudian aku melihat sesosok pria berjalan ke arah kami. Sosok memakai kaus kutang putih berjalan semakin pasti mendekatiku, hingga aku bisa melihat dengan jelas 'oppa' yang dimaksud Paris.
Brad sepertinya sudah kenal dengan Paris dan London, lalu aku baru tahu kalau mereka masuk club basket Brad baru-baru ini. Aku yakin ini pasti hanya alasan Lily untuk bisa genit, karena Paris terlalu feminim dan London terlalu kecil untuk ikut club basket. Bisa-bisanya kemudian mereka mengobrol pakai bahasa Korea dengan lumayan lancar. Padahal adik iparku juga bukan orang Korea, sepertinya Paris terlalu sering nonton drakor dengan mamanya. Brad menjelaskan kalau dia lebih cocok di panggil Samchon daripada Oppa, dan Paris setuju untuk memanggilnya begitu. Paris memang anak yang sangat pintar untuk seusianya dan seringkali aku bangga dengan itu. Bahkan Brad yang baru ketemu saja langsung mengakui itu.
"Kalian masih laper ga?" tanya Brad ke Paris dan London setelah melihat jajan mereka sudah tinggal bungkusnya saja. Dengan kompak kedua keponakanku yang tidak tahu malu itu mengangguk. Kemudian dia mengajak kami makan jalan kaki tidak jauh dari sana, katanya kalau pagi ada yang jual bubur dan tawa yang enak. Meskipun bukan penggemar bubur dan tidak lapar, aku mengikutinya karena keponakanku sudah digandeng duluan untuk menyebrang jalan sebelum aku sempat protes.
Tempat bubur itu hanya mobil yang mangkal di pinggir jalan dan membuat tenda darurat. Meski begitu lauk-lauknya terlihat lengkap dengan aneka sate, berbagai jeroan, dan bermacam kerupuk. Karena tidak lapar dan kami mungkin akan makan lagi di rumah, jadi aku memutuskan untuk membagi satu porsi dengan kedua keponakanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Oppa Is Younger Than Me
RomantiekKatanya perempuan cantik, mandiri, dan pintar adalah dambaan semua pria. Tapi aku masih belum dapat jodoh diusia yang hampir menginjak 40 tahun. Waktu harapan itu akhirnya datang, dia berbentuk pria muda berusia sekitar 20 tahun. Perbedaan umur yang...