06. 513c29021

352 49 1
                                    

𓆡𓆝𓆞𓆟𓆜𓆛

•••

       Daffen berjalan penuh helaan nafas. Setelah pulang kerumah tadi, ia dipukuli habis-habisan. Biang masalahnya adalah Adira, ia memfitnah Daffen lagi. Adira mengadu pada Arka jika ia didorong oleh Daffen ketika berdebat, membuat jantungnya kambuh karena terkejut.

       “ Ahhh Adira kek anjing.” Ucap Daffen dikamar Kara. Sepertinya ia perlu pelampiasan karena suara teriakan Arka masih terngiang dikepalanya.

      “ Aishh! Berhenti berbicara dan pergi! Kau membuatku gila!” Daffen mengacak rambutnya kasar, telinganya seperti dibisikan kata-kata mengganggu. Kata-kata yang sepertinya membangkitkan hasrat untuk bunuh diri.

      Daffen mengambil cutter untuk pelampiasan. Wajahnya berantakan, rambutnya juga acak-acakan. Ia menangis, bukan Daffen biasanya. Apakah ini rasa sakit yang dibendam Akara selama bertahun-tahun hidup dengan keluarga toxic ini. Ia menggoreskan cutter seperti menggoreskan kuas. Membiarkan setiap gores itu meneteskan cairan merah kental.

      Beberapa saat kemuakan, Daffen tenang. Ia menyeka dan membersihkan lukanya, lalu membalutnya dengan perban. Daffen biasa terluka fisik namun tidak pernah terluka mental bahkan mentalnya dulu sangat kokoh.

       Daffen juga menemukan banyak harta karun milik Akara. Dari koleksi cutter dan pisau lipat hingga obat-obatan yang rata-rata obat penenang dan obat tidur hanya segelintir obat untuk asma kronisnya.

      “ Bodoh sekali.”

•••

       Baru saja menginjakkan kaki disekolah. Ia sudah diseret ke arah toilet khusus siswa oleh gerombolan laki-laki dan beberapa perempuan. Daffen pasrah karena tubuhnya penuh sakit.

       “ Lo yang udah bikin Adira masuk rumah sakit?! Adik macam apa lo sampai tega buat kakak lo kambuh? Lo juga tinggalin dia! Dia hampir mati!” Ucap Rangga, seorang kakak kelas yang sangat menyayangi Adira bagaikan adiknya sendiri.

      “ Lo harus dikasih pelajaran!” Rangga memukul beberapa kali perut Daffen. Nafas Daffen dibuat semakin sesak saat Rangga juga mencekiknya.

      Seorang teman perempuan Rangga menyiram Daffen dengan air perasan lemon. Tubuh Daffen dibuat sakit dan perih tidak karuan oleh mereka semua. Daffen seperti sudah ada pada ambang batas kesabarannya. Ia muak dengan perlakuan seperti ini, ia juga muak mencoba jadi orang yang baik.

       Pisau lipat Daffen keluarkan dari sakunya. Tadi niatnya, pisau itu hanya untuk dirinya sendiri, tapi orang lain sepertinya ingin ikut tergores oleh pisau itu. Pisau itu ia acungkan ke leher Rangga, wajahnya datar tanpa ekspresi, sangat mengerikan.

      “ Sekarang lo mau coba ngelawan?! Udah berani lo sama kita?!” Rangga mencoba menyingkirkan pisau itu dari lehernya, namun genggaman tangan Daffen sangat kuat hingga tanpa sengaja melukai tangan Rangga.

      “ Lo mau gue lapor ke kepala sekolah karena kesekolah bawa benda tajam. Hah?!” Cekikan  dileher Daffen terlepas dengan suara kemarahan Rangga.

      “ Kalian semua tidak bisa diam?!” Daffen berteriak kencang.

      “ Laporkan saja! Kau pikir aku takut?! Sebelum suaramu sampai pada kepala sekolah, mungkin kepalamu lebih dulu lepas dari tubuhmu!” Ucapnya semakin mendekatkan pisaunya pada leher Rangga.

Silhouette✘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang