05. X1±2 3c28c24

375 51 5
                                    

𓆡𓆝𓆞𓆟𓆜𓆛

•••

         Memang tidak ada habisnya keributan keluarga Wesley yang merusuh pada Daffen. Memang menguji emosi Daffen yang sudah setipis tisu dibagi seribu. Kemarin Arga dan Argi yang mencari kerusuhan, kini Arka datang bersama Adira yang membuat emosi Daffen meningkat begitu cepat.

        Daffen mengabaikan kedatangan Arka dan Adira. Lirikan ekor mata Daffen melihat bagaimana sinisnya mata Arka melihatnya. Adira dengan ramah menghampiri Daffen yang duduk diranjang.

       “ Kara, apa kabar? Kamu sekarang baik-baik aja, kan?” Tanya Adira dengan begitu ramahnya.

      “ Akan lebih baik kalau kalian tidak datang. Wajah-wajah kalian itu membuat mataku sakit.” Balas Daffen tanpa mengalihkan pandangannya dari tangannya yang mengupas buah apel.

       “ Tapi Adira khawatir dengan Kara. Bagaimanapun Kara itu adik Adira.” Adira berujar dengan raut wajah sedih.

       “ Anggap saja kau tidak punya adik. Papa dan Mamamu saja hanya menganggap anak mereka hanya tiga. Anggap aku tuan rumahmu.” Daffen bersuara dengan sangat santai namun wajahnya datar.

       “ Sikap apa yang kamu tunjukkan Kara? Adira berniat baik ingin menjenguk dirimu tapi kamu dengan tidak tahu dirinya bersikap sok tinggi?” Ucap Arka pelan agar tidak mengejutkan putrinya.

       “ Aku tidak perlu niat baiknya. Berhenti mengirim putra-putrimu hanya untuk mengganggu hidupku. Sampai kapanpun, aset itu tak akan pindah tangan kepadamu.” Daffen berujar sarkas membalas ucapan Arka.

       “ Bagaimanapun aku berstatus Papamu, orang-orang sudah tahu jika aset pasti atas namaku bukan dirimu. Orang-orang lebih percaya orang dewasa daripada anak kecil sepertimu.” Arka terlalu percaya diri.

       “ Terlalu percaya diri. Jangan terkejut jika aku menjatuhkanmu.” Ucapnya dengan suara kecil.

       “ Menjatuhkanku? Jika sekarang saya ingin membunuh kamu, bisa saya lakukan dengan mudah.” Daffen tertawa sinis mendengar penuturan Arka.

       “ Ayo bunuh.” Daffen memberikan pisau buah ditangannya. “ Tapi jangan lupa menyiapkan diri untuk jatuh miskin.” Tawanya semakin puas.

       “ Sudah! Papa dan Kara jangan bertengkar. Kita ini adalah keluarga, tak seharusnya saling membunuh!” Adira berucap menengahi Papa dan adiknya, katanya.

       “ Keluarga? Kau sedang bergurau? Aku bukan bagian dari kalian lagi. Kalian menjengkelkan! Pergi saja dari sini daripada kau duluan yang kubunuh!” Arka tertawa saat mendengar ancaman Daffen.

       “ Kau pikir tubuh ringkihmu bisa melawan tubuh kekar saya?!” Ucap Arka dengan meremehkan Daffen.

       “ Tubuh kekar tak menjamin orang pintar, juga tak menjamin ragamu kuat, Tuan. Saat pulang nanti, menengoklah sejenak keluar jendela mobil saat tiba di alun-alun kota. Betapa banyaknya orang-orang kekar berstatus banc* disana.” Balas Daffen tidak ada takut-takutnya pada Arka.

         “ Kau benar-benar durhaka! Beraninya kau berujar seperti itu pada Papamu sendiri.” Ucap Arka dengan sarkas.

         “ Aku harus bersikap bagaimana dengan orang-orang yang menyiksaku? Apa gunanya sekarang kau mengakui dirimu adalah Papaku? Kita musuh sekarang.” Ucapnya penuh penekanan.

Silhouette✘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang