BAGIAN II

28 14 5
                                    

Setelah usai meeting

Di lorong menuju lift aku berjalan cepat meninggalkan Jena, aku sungguh kesal dengannya karena memberi ide seperti itu. Mungkin Jena sadar atau tidaknya dengan cerita itu, karena terlihat mirip dengan ceritaku. Cerita nyata dari hidupku sendiri.

Ditengah perjalanan menuju lift Jena berlarian mengejarku.

"Sumpah, lo bener-bener gila Jen". Ucapku kepadanya sambil terus berjalan.

"Ya gue harus gimana na, lo belum nemu inspirasi juga sedangkan kalo kita nggak menuhin kontrak kita bisa dituntut loh". Balas Jena yang berusaha mengejar langkah kaki ku yang cukup cepat itu.

"Ya masalahnya gue bukan penulis romance!".

"Lo tau sendiri kan dan itu relate sama yang gue ceritain ke lo soal masa lalu gue". Ucapku dengan penuh amarah padanya.

Sedangkan Jena hanya terdiam sesaat, dan aku perlahan pergi meninggalkannya.

"Gue minta maaf na, sumpah gue nggak ada maksud ke situ". Balas Jena dengan nada bersalah sedangkan Alina terus berjalan meninggalkan Jena.

Jena masih terdiam di tempat yang sama, saat aku berbalik arah dan memasuki lift.

Aku menggenggam erat handphone miliku, membuka chat semalam yang seolah aku dibuat tak percaya dengan apa yang terjadi saat itu. Pikiranku terus bertanya-tanya tentang kebenaran yang semestinya. Apa benar itu dia, dan jikapun itu benar-benar dia dan bagaimana bisa dia hadir lagi.

Lagi-lagi kota bandung diguyur hujan deras, aku berada disebuah tempat dimana aku menghabiskan waktu, di bangku depan minimarket disini aku biasa menghabiskan waktuku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi-lagi kota bandung diguyur hujan deras, aku berada disebuah tempat dimana aku menghabiskan waktu, di bangku depan minimarket disini aku biasa menghabiskan waktuku.

Ditemani notes kecil milikku, aku mencurahkan segalanya dengan tulisan tak jelas aku mencurahkan semuanya. mengingat hal yang seharusnya dilupakan bukanlah hal mudah. Dan tak lama seseorang datang dan menaruh cup minuman berisikan matcha didepanku.

"Nih matcha buat lo". Ucap Jena dengan menaruh minuman tersebut.

Aku terkejut melihatnya, dengan mengenakan payung dan kemudian Jena duduk tepat dihadapanku. Kadang aku hanya tersenyum kecil melihat tingkahnya yang bisa dibilang diluar logika manusia sehat. Namun kadang aku dapat membencinya meskipun hanya sesaat, ya seperti saat ini. Tak butuh waktu lama, hahya bermodalkan matcha mungkin sudah cukup untuk membuat moodku kembali dijalurnya.

"Gue pengen tau, tujuan lo nulis apa sih na". Tanya Jena kepadaku.

"Gaada tujuannya".

"Tapi dulu ada orang yang bilang ke gue, kalo nanti dia pergi gue harus lanjutin cerita yang dia tulis".

"Dan singkat cerita gue bisa lanjutin cerita dia, cerita yang cuma gue, dia, sama Tuhan yang tau". Balasku kepada Jena dengan tatapan menahan tangis.

Dia adalah alasanku berada disini, melanjutkan semua impian satu persatu juga mewujudkan segala

Raut muka Jena terlihat bingung.

"Kenapa nggak lo terbitin aja, daripada mikir ide lama lagi". Tanya Jena kepadaku.

"Nggak lah, itu bukan cerita gue". Balasku dengan tetap berusaha tegar.

Jena beriri dan mulai mendekatiku, dia memelukku.

"Lo ke inget Nata ya?". Tanya nya kepadaku dan seketika aku tak kuasa menahan tangis yang telah lama kupendam ini.

"Gue sayang banget sama dia Jen, bertahun-tahun gue coba buat baik-baik aja tapi susah". Kataku yang masih dengan tamgis sambil memeluk erat Jena.

"Its okey na, gue tau berat banget buat lo".

Kesedihan dari masa lalu itu kembali muncul, tangisku pada saat itu kembali menggores luka dihati. Seakan mengurangi semangat untuk tetap berusaha tegar dan menerima segalanya yang telah terjadi.

Ragaku seketika mendadak lemas, pandanganku mendadak menjadi gelap. Aku tak begitu ingat saat itu, aku tak mampu menggerakan tubuhku hanya dapat terkulai lemas ditumpuan Jena. Orang-orang berdatangan, hanya suara yang mampu ku dengar. Terdengar tangisan Jena dan sesekali ia berteriak seakan mengisyaratkan butuh pertolongan.

Suara sirene ambulance terdengar seakan memacu detak jantungku, hingga aku tak sadarkan diri.


One Of NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang