BAGIAN IV | 3-14 Hours

15 11 4
                                    

oOo
3-14 Hours
OoO

Suasana sejuk, ditemani pemandangan asri dan juga warga lokal yang ramah. Seakan membuatku betah berada disini.

Namun ini belum puncaknya, "Masih belum sampai, kita harus jalan kaki sekitar 2 kilometer". Ucapan Nata yang membuatku menelan ludah.

Bagaimana tidak, pasalnya aku baru saja sampai semarang sekitar jam 1 pagi tadi, tanpa persiapan mental maupun fisik yang entah masih baik atau enggak, dan sekarang harus jalan sekitar 2 kilo meter di daerah pegunungan.

Namun ibarat nasi sudah menjadi bubur, apa boleh buat. Nyatanya kini aku sudah sampai, meski belum sepenuhnya sampai dan menatap langsung air terjun itu, tapi ya gaada salahnya buat dicoba. Begitulah kira-kira pikiranku.

"Berapa pak, buat dua orang?". Tanya Nata kepada seorang penjaga loket di gerbang masuk wisata alam itu.

"14 ribu mas, nanti jam 4 usahain udah turun kesini ya". Balas bapak itu dengan memberikannya tiket masuk.

"Siap pak". Ucap Nata yang diikuti langkah kaki pertama, menandakan perjalanan kami baru saja dimulai.

Kami berjalan berdampingan, seperti yang aku bilang tadi. Entah kenapa aku merasa nyaman berada disampingnya atau bersamanya, bahkan tak segan aku yang memulai menggandeng tangannya. Meski itu sangat memalukan bagiku, karena aku perempuan.

Kami bercerita penuh disepanjang perjalanan, hal yang tak penting pun seakan menjadi seru ketika dibahas bersamanya. Dengan sifat usil yang dimilikinya menambah suasana menjadi momen yang tak mungkin bisa dilupakan begitu saja.

Tak lama berjalan aku melihat sebuah jembatan yang bernama jembatan cinta. Tentu aku tak tahu siapa yang memberi nama jembatan tersebut.

"Jembatan cinta". Ucap Nata dengan memandang sebuah jembatan itu.

Ucapan Nata mengingatkan ku pada satu nama di sebuah gunung, Tanjakan cinta. Yang dimana mitosnya, jika kita berjalan sambil memikirkan orang yang kita suka, dan tanpa menengok kebelakang, maka hal itu akan terwujud.

Namun buat apa juga, aku bukan berada di Mahameru. Tapi konyolnya aku justru melakukan hal itu.

Dan yang terjadi ketika aku dan Nata melewatinya, dengan sedikit ngeri plus takut saat berjalan diatasnya, juga ditambah tingkah Nata yang membuat jantungku berpacu amat cepat, akhirnya ya aku gagal melakukan hal itu. Dengan cepat aku menoleh kebelakang menatap Nata yang tengah usil mengerjaiku.

Ia menggebrak-gebrakan kakinya diatas jembatan tersebut, dan aku semakin panik akan itu, pasalnya tepat dibawah jembatan ini adalah jurang. Tentu saja aku emosi, aku nggak mau hidupku berakhir terjun bebas dijurang.

"Nat nggak lucu anjir". Ucapku menatapnya penuh kesal, namun anehnya ia malah tersenyum puas akan hal itu, dan melakukannya secara berulang.

Akhirnya aku berhasil dan selamat, "Sabar perjalanan tinggal setengah lagi, gue harus bisa, gue pengen liat air terjun". Ucapku memberi semangat diri sendiri.

Langkah kakiku pun berlanjut, suara aliran air, dan juga suasana sejuk terasa sangat menenangkan.

Namun lagi-lagi peristiwa konyol muncul kembali, Nata dengan tiba-tiba berhenti melangkahkan kakinya, seakan mencari sesuatu dalam saku nya.

"Anjir, bentar-bentar"
"Kunci motor mana njir"
"Lo bawa nggak?". Ucapnya yang membuatku merasa panik juga.

"Enggak lah, kan kamu yang bawa"
"Cari di tas ku coba". Balasku kepadanya.

Mungkin itu adalah keunikannya, sungguh teledor. Bagaimana tidak kunci motor yang amat penting bisa-bisanya hilang. Dan kalian bisa tebak dia jawab apa?, sungguh diluar manusiawi.

"Balik lagi yuk, siapa tau masih nyangkut dimotor". Ucapnya membuatku lemas.

"Hah?, Jauh anjir masa balik lagi sih". Balasku dengan lelah.

"Ya kalo ilang baliknya gimana?".
"Yaudah lo tunggu sini, gue kebawah ngecek motor".Ucap Nata.

"Ih apasih, enggak gamau gue ditinggal". Balasku yang akhirnya membuat kami terpaksa kembali kebawah.

Lelah, namun ada kepuasan tersendiri yang tak mampu aku ungkapkan secara rinci. Belum ada 1 hari kami bertemu, namun aku nyaman akan semua perlakuannya terhadapku.

Beberapa menit kami kembali menyusuri jalan yang telah dilewati. Nata melangkahkan kakinya dengan cepat, sedang aku sedikit susah untuk mengimbangi laju jalannya itu.

"Nat, pelan-pelan aja". Ucapku kepadanya.

"Harus cepet ini, emang mau pulang jalan kaki?". Balasnya kepadaku.

Aku hanya diam, mengikuti berjalan dibelakangnya. Hingga kami berhasil sampai di jalur masuk pertama, cukup lumayan jauh dari loket dan parkiran motor. Dan Nata memintaku untuk menunggunya disini, di jalur gerbang utama menuju air terjun.

"Lo cape kan, tunggu sini aja"
"Jangan kemana-mana okey, nanti gue balik lagi". Ucapnya kepadaku, aku lantas mengiyakan perintah itu.

Sekitar 20 menit berlangsung, Nata tak kunjung datang. Aku takut dan kemudian ikut menyusulnya turun kebawah, dengan berharap nanti bertemu dengannya dijalan atau membantu mencari kunci motornya.

Namun sialnya setelah aku berjalan turun kebawah, aku tak menemukan Nata disitu. Pikiran negatifku lalu-lalang membuatku cemas. Yang kupikirkan saat itu. "Gimana kalo gue ditinggal balik".

Aku telah sampai di parkiran, namun masih sama, Nata tak ada disana.

Aku memutuskan menunggu di bangku parkiran, niat menenangkan pikiran akan rasa cemas serta takut ini. Aku mengalihkannya dengan bermain game di handphone milikku.

Dan tak lama seseorang dari kejauhan menatapku dengan tatapan lemas, dan berteriak. "Anjritt".

Ternyata seseorang itu Nata. "what?, dia kemana, dia kenapa?". Tanyaku pada diri sendiri, yang sedari tadi menunggunya disini.

Nata menghampiriku dengan muka kesal, tatapannya marah.

"Lo kemana sih, gue nyariin anjir"
"Udah dibilang tunggu di tempat tadi, lo tau nggak sih gue udah bolak balik 3 kali nih naik turun bukit nyariin lo"
"Anjir ternyata malah disini, main game pula". Ucapnya kesal kepadaku.

Aku hanya bisa berkata "Hah apa?".

Kata maaf pun seakan percuma ketika melihat ekspresi dari raut wajahnya kala itu. Alhasil aku hanya bisa diam dan senyum, sembari menunggu emosinya mereda.

One Of NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang