BAB 10. Wounds 2

719 113 478
                                    


"Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini, menuntun diri untuk bisa berdamai dengan segala kondisi. Terkadang hal hal yang terkesan dadakan memberikan sebuah pelajaran, bahwa hidup ini memang tidak selamanya bisa berjalan sesuai keinginan. Hikmahnya adalah apapun yang menjadi jalannya, akan selalu ada hal baik di dalamnya.
Masa depan itu sebuah misteri yang tak pernah bisa diprediksi.
~LAYARA~

______________________

୨୧ Happy Reading ୨୧

Tangisannya mereda, Risa menangkup wajah anaknya.

"Udah ya nangis nya, mama sedih Ra lihat anak mama kayak gini" ujarnya

"Mama mau tanya boleh?" Ia mengangguk

"Kamu kenapa? Ada masalah apa?" Ia menggelengkan kepala, air matanya kembali menetes

(Siapa yang kayak gini juga kalo di tanya "kenapa", pasti bawaannya pengen nangis)

"Udah udah, gak usah di jawab sekarang gapapa" ia kembali memeluknya serta mengelus-elus kepalanya.

"Dengerin mama, kalo kamu kenapa napa cerita sama mama, kalo di luar sana ada orang yang membuat kamu sakit, di sini ada mama, kak Ivana, Bang Arya yang sayang sama kamu, kamu harus tau itu"

"Tidak dari satu orang pun di dunia yang hidupnya baik baik saja, mereka punya permasalahannya masing-masing begitupun dengan kita, tapi di balik itu semua, akan selalu ada cahaya yang membantu kita untuk keluar dari permasalahan itu" lanjutnya

"Kamu harus yakin bahwa kamu bisa menemukan cahaya itu, mama akan selalu ada di samping kamu untuk melewati itu semua, jangan di pendam sendiri ya, mama merasa gak berguna jadi seorang ibu kalo anak mama melewati hal berat sendirian, kapan pun kamu siap untuk cerita, mama tunggu."

"Maafin Yara mah, Yara udah bikin mama sedih" ucapnya, Risa menatap anaknya lekat.

"Gak ada yang nyakitin Yara, Yara inget papa, Yara nyesel di hari terakhirnya papa Yara gaada di sampingnya" alibinya

"Yara minta maaf ma, Yara terpaksa bohong, Yara gak mau mama sedih denger Yara cerita yang sebenarnya" ucapnya dalam hati

"Raa, kamu kan waktu itu sekolah, papa udah tenang di sana, jangan di sesali ya nanti papa sedih loh" ucap Risa, ia mengangguk.

"Udah ya anak mama gabole nangis terus nanti cantiknya ilang loh" lanjutnya membuat Layara tersenyum

"Kamu harus makan, mama gak mau lihat kamu sakit" ia mengangguk

"Yaudh mama ambilin dulu ya"

Setelah beberapa menit Risa kembali membawa makanan di tangannya dan langsung duduk di samping anaknya

"Sini mama suapin"

"Enggak mah Yara kan udah gede sekarang, biar Yara sendiri aja" sahutnya mengukirkan senyuman tipis

"Mau kamu segede apapun, kamu tetap gadis kecil dimata mama, jadi tolong tetap kuat untuk hidup yang panjang yaa" ucap Risa berkaca, mengusap ujung kepala Layara

"Makasih mah...dan mama harus tetap sehat untuk berada di samping Yara terus ya, Yara sayang mama" Ucapnya memeluk mamanya.

Malam kembali dengan kesunyiannya ia kini berada di balkon kamarnya menatap kosong ke arah langit.

Terlihat langit malam ini di penuhi bintang dan satu bulan sabit yang sangat indah, ia sedikit mengukirkan senyumnya

"Tuhan Yara gabisa lewatin ini sendirian tanpamu, jadi Yara mohon kuatkan Yara tuhan"

Drtttt drrrtttt

Ponselnya bergetar menandakan ada telp masuk, ia segera membukanya dan ternyata kedua temannya ini yang vidcall, lalu ia mengusap tombol hijau untuk mengangkatnya

Disa : hi Ra lo lagi ngap....eh lo kenapa? Kusut banget muka lo kek orang abis nangis

Azell : Lo abis nangis Ra? Lo kenapa?

Hah enggak gue gakpapa, iya gue nangis abis drakoran

Azell : serius?

Iya Zell gue gakpapa

Disa : syukur deh kalo lo gakpapa, eh Ra lo tau gak si, si kunti yang suka gangguin lo itu ternyata dia temenan sama kakak kelas kita yang dangdyutt itu.

Kunti?, maksud lo?

Azell : haha itu Ra si Dinda and the geng, ada ada aja lo Sa, tapi bener juga si mereka emang kek setan

Terus dangdyutt siapa?

Disa : si gisel lah siapa lagi

Azell : iya yang so paling cantik iewww, kayaknya lo harus hati hati si Ra, pasti si gisel ikut campur urusan tuh geng Kunti, eh tapi don't worry ada kita yang hafal ayat kursi.

Gue gak peduli si, haha bisa aja lo Zell

Disa : betul Zell, kita siap jadi benteng lo tenang aja haha

Merekapun melanjutkan percakapannya dengan penuh canda dan tawa.

Malam sudah larut ia meyudahi callnya dan kembali ke tempat tidur.

"Hufft... semoga hari baik berpihak padaku tuhan" ucapnya dan memejamkan matanya

Baru saja memejamkan mata namun matanya kembali terbuka kala suara ketokan pintu kamar terdengar.

"Dek lo belum tidurkan, buka pintunya, dek woy" ucapnya

Ckhh, ia berdecak

"Duh ganggu aja tuh orang, apaan si malem malem teriak teriak" ucapnya kesal

"Dek, Lo denger suara gue gak sih, buka cepet"

Tok tok tok, ia terus mengetuk pintu itu

Ceklek

"Apaan si lo berisik gue mau tidur ganggu aja" ucapnya kesal

Orang itu menyerobot masuk ke kamarnya, menuju rak buku dan mengambil salah satu buku yang ada di sana.

"Gue mau ambil ini, lain kali kembaliin lagi buku gue" ucapnya memukul kecil kepalanya pake buku, ia merem ketika buku itu mendarat di kepalanya, kaget.

"Oh sorry, gue lupa, udah lah sana pergi pergi" ucapnya mendorong Arya dan mengusirnya.

"Wait wait" ia menangkup wajah adiknya

"Lo abis nangis?" Tanyanya setelah melihat mata adiknya sembab

"Gwenchana, Gwenchanayo" suara tv berbunyi, Arya meliriknya.

"Kebanyakan nonton Drakor Lo" lanjutnya melihat Tv yang menggambarkan sebuah drama

"Ih cepet keluar, gue ngantuk tau gak"

Arya keluar setelah Layara mendorongnya keluar, ia mengunci kembali pintunya.

"Huuh untung dia gak nanya macem macem" ucapnya berjalan menuju tempat tidur dan membaringkan tubuhnya.

🚫 STOP BULLYING 🚫

Bersambung...
Sorry to say, Typo bertebaran🙏

LAYARA  (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang