Awas ada typo.
Now playing: Let Me Love the Lonely - James Arthur
Awan gelap menghiasi tiap penjuru cakrawala, mentari yang semula bersinar terang telah bersembunyi dibalik awan-awan tersebut. Hembusan angin yang semakin kencang memberikan tanda kepada seluruh insan: akan hujan.
Hari semakin gelap, rintik hujan mulai berlomba-lomba turun ke bumi. Hawa dingin menusuk ke tulang, beberapa orang berlari untuk mencari tempat berteduh, sama sepertinya.
Tungkainya berlari menerobos hujan yang semakin deras, menuju ke arah halte bus yang sedang sepi.
Sial. Hari semakin gelap, sementara dirinya terjebak si halte bus saat hujan, berita baiknya adalah ia tak harus menjemput mamanya di puskesmas sekarang. Rupanya dokter masih menahan kepulangan mamanya, mereka memindahkannya ke rumah sakit kecil di sekitar area sekolahnya, esok hari mamanya baru diperbolehkan untuk pulang.
"Sialan, dingin banget." Kesalnya.
Tubuhnya perlahan menggigil, telapak tangannya ia tiup, berharap dapat mengurangi rasa dingin itu. Tangannya mengusap lengan atas hingga seakan-akan ia tengah memeluk dirinya sendiri, berharap mendapatkan kehangatan yang ia cari.
"Dingin," ia menatap gusar, tubuhnya semakin menggigil, cuaca tengah bermain-main dengannya. Bahkan untuk berdiri saja kakinya terasa lemas, akhirnya dirinya menyerah.
Tubuhnya meringkuk, memeluk tas sekolahnya, mencari sebuah kehangatan. Tatapannya mulai menggelap, pelukannya semakin melemah, dan semuanya..
Menjadi gelap.
•••
"Yarfaa, ayo bangun."
Yarfa mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang menyala. Kepalanya pusing, dimana dia?
"Udah bangun?"
Yarfa menoleh ke samping, sosok tinggi tegap itu berdiri sembari mengeringkan rambutnya. Diam, wajahnya tiba-tiba menjadi panas, segera ia berpaling agar tak terlihat seperti orang aneh.
"Ganti baju dulu, habis itu makan, ya. Badanmu enteng banget, nanti makan yang banyak." Tuturnya panjang lebar.
Yarfa menoleh kembali, kali ini dilengkapi dengan seulas senyuman tipis di wajahnya.
"Oy!"
Tangan itu tanpa sadar bergerak memukul pipi mulus Serdian, hingga tercipta suara yang nyaring.
Plak!
"Aduh! Sakit," keluh Serdian, Yarfa terkejut. Ia mengusap-usap pipi itu, terlihat ada bekas kemerahan yang tercipta akibat tamparannya.
Yarfa mengusap-usap pipi Serdian, persis seperti yang mamanya lakukan saat ia terkena tamparan papanya dulu.
"Masih sakit?"
Nadanya terdengar khawatir. Serdian tak bergeming, tatapannya hanya tertuju pada netra Yarfa.
Bagaimana kedua obsidian itu menatapnya dengan tatapan khawatir, bagaimana usapan tangannya yang lembut. Bagaimana nada bicaranya yang terdengar sangat manis di telinganya, Serdian menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accident
أدب الهواة[SLOW UPDATE] "WOY! GUE NGGAK MAU MASUK PENJARA BEGO!!" "Santai napa? emang lu ngapain?" "GUE NGGAK SENGAJA NABRAK ORANG!!" "HAH?!!!" BXB A lot of swearing!! Don't copy my work!!