Chapter 7

9 5 0
                                    

Maysa Prizkia Nadief, hal apa yang gue tangkap dari Maysa selama ini.

Wanita mandiri, ambisius, independen, disiplin.

_

Setelah pemeriksaan, luka yang didapatkan Maysa masih dikategorikan aman karena cepat ditangain oleh dokter. Maysa berbincang dengan dokter kalau dia sudah mengobati bahkan sempat memakaikan perban, namun karena hari ini ada acara penting makanya Maysa lepaskan untuk sementara saja.

Saat itu juga dokter memuji Maysa karena menyempatkan melakukan pertolongan pertama, namun dia juga menegur Maysa karena sudah melakukan pertolongan pertama bukan berarti sudah aman, segera bawa kerumah sakit agar bisa diberikan suntik tetanus.

Jika terlambat, kemungkinan melakukan operasi akan pasti dilalui.

Dari pada memikirkan itu, gue malah memikirkan yang lain, Maysa yang dipuji gue yang bangga, dia emang jago berbagai hal.

Biar begitu gue tetap menegur Maysa untuk mendengarkan dokter.

"Jangan melamun disaat lo memotong buah," ucapan Maysa menyadarkan diri gue dari lamunan.

"Gue akan kasihan pada kak Tirta jika harus merawat pasien lainnya," lanjutnya.

"Tidak akan," ucap gue dengan cekikikan.

Gue tidak tau atau hanya perasaan gue aja, pertemuan pertama dan kedua terdapat suasana yang berbeda, kali ini Maysa banyak diam.

Ketika Maysa menghapus make up diwajahnya, gue baru menyadari kalau wajah Maysa benar-benar pucat dari sananya, dan ada beberapa titik diarea hidung dan bawah mata yang sering gue lihat pada para bule.

Bule-bule yang suka berenang dipantai.

Ah satu lagi, bawah mata Maysa yang hitam benar-benar kentara disana.

Kurang tidur.

Maysa melihat kearah luar kemudian kearah jam, "kapan Lo akan pulang?"

"Gue akan disini setelah ada orang yang akan datang," ucap gue sembari menaruh potongan buah pir pada piring.

"Tidak akan ada yang datang," mendengar itu membuat senyum gue langsung luntur.

"Apa?"

"Benar, karena itulah gue meminta Lo pulang sekarang karena penantian lo akan sia-sia," jawab Maysa sembari mengambil potongan pir kemudian memasukannya kedalam mulut.

Mata gue terarah pada bibir tebalnya yang menonjol, bibirnya yang tanpa lipstik tampak sangat sehat dan kenyal.

"Raja," lamunan gue buyar karena Maysa memanggil nama gue.

"Jangan begitu, ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab gue karena memanggil Lo kemarin dan membuat diri Lo terluka," ucap gue sembari memperhatikan kakinya yang tertutup selimut.

"Lo tidak memanggil Ja, gue datang dengan kemauan gue sendiri," ucap Maysa sembari mengambil potongan pir kemudian mendorokannya kearah mulut gue.

Meskipun canggung, akhirnya gue membuka mulut dan menggigitnya, namun tangan Maysa tidak berpindah sama sekali seakan memberi instruksi agar gue memakan semuanya. Akhirnya gue membuka mulut dan memasukan semuanya.

Tanpa sengaja bibir gue menyentuh jari Maysa, jangan bilang liur gue menempel disana?

Maysa kembali mengambil potongan pir kemudian memasukannya kedalam mulut. Saat Maysa memasukan pir kemulutnya, berikutnya Maysa menjilat jari jempolnya.

Seketika gue merasakan banyak kupu-kupu yang merayap didalam perut gue. Perasaan menyenangkan mengalir dipembuluh gue membuat diri gue tertawa dengan yang gue rasakan.

See You Later, Sang Pencinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang