Chapter 8

7 5 0
                                    

Disaat Maysa diobati, gue dan Tirta duduk dikursi dan berbincang-bincang.

"Gue bangga dengan Maysa," Tirta yang tiba-tiba membuka pembicaraan membuat gue menoleh kearahnya.

"Pasti sulit membuat dirinya bisa mencapai posisi sekarang, gue ingat banget dulu dia sering mengangkat bahunya tanpa sadar dan menunduk tidak percaya diri, dia juga sering menghelang napas hingga membuat gue berpikir seolah dia orang dewasa yang memiliki beban orang dewasa pula," gue melihat kearah Maysa yang menutup mulutnya kuat karena proses pengobatan dan Suntik telah dimulai.

"Kok bisa Maysa menarik perhatian Lo, seingat gue lo benci banget dengan SMP itu karena berkumpulnya orang-orang yang menurut lo sampah," tanya gue.

"Lo tau, saat menjadi ketua OSIS dan melihat kinerja setiap orang, Maysa adalah orang yang paling mencolok. Dibandingkan dengan teman-temannya yang selalu ngaret dan males-malesan, Maysa adalah tipe yang gak tenang jika kerjaan yang diberikan belum selesai, kalau bisa, kerjaan semua tim dia aja yang kerjakan saking lamanya mereka kerjakan."

"Wahh... Dia benar-benar rajin, pasti temannya senang berteman dengannya."

Tirta menggeleng, "jutru itu dia dibenci orang-orang karena Maysa tidak mau menyesuaikan ritmik kerja mereka. Dia dikucilkan, selalu tersebar rumor kalau dia cari muka, tukang ngadu, bahkan keberadaannya selalu dianggap tidak ada."

Jahat banget.

"Biar begitu," Tirta beranjak dari kursi, "saat gue melihatnya, gue sudah menetapkan ingin menjadikan Maysa sebagai orang gue."

.

.

.

Orang yang bekerja sepenuh hati.

Perlahan kelopak mata gue terbuka pelan, aroma parfum yang kuat langsung menyerang penciuman gue.

Apa biasanya parfum gue sekuat ini aromanya?

Ketika terdengar ada yang jatuh, mata gue langsung terbuka lebar dan melihat kebawah.

Jas kerja gue, jas ini terjatuh tepat didepan gue.

Gue merunduk dan mengambilnya.

Apa gue melupakannya saat pulang, gue menaruhnya dimana hingga lupa. Benar, di sofa ruang inap Maysa.

Kenapa bisa jas ini ada disini sekarang?

Gue terdiam seakan tengah menyusun setiap puzzle yang gue ketahui menjadi satu.

Jangan-jangan...

Seketika senyum sumringah menghiasi bibir gue, jas ini menyelimuti badan bagian atas depan dan yang melakukannya adalah Maysa.

Boleh berharap gak sih?

"Oh, sudah bangun?" Tanya seseorang membuat gue menatapnya.

Maysa.

Berikutnya mata gue terarah pada plastik ditangannya, "mendadak gue gak pengen makan nasi bungkus, buat Lo aja deh," ucap Maysa sembari memberikan plastik hitam kepada gue.

Gue mengintip isinya, "Lo?"

"Menu gue beda, ada dikasih suster didalam," jawabnya sembari menatap ruang inapnya.

Begitu toh.

Melihat Maysa berjalan keruang inapnya membuat gue segera merapikan diri.

"Maysa."

_

"Gue dengar pembicaraan Lo dan kak Tirta kemarin saat kaki gue diobati," gue segera mendongak karena Maysa duduk di sofa sedangkan gue duduk dilantai.

See You Later, Sang Pencinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang