IV. Cardigan pink

13 7 2
                                    

Kegiatan bersih-bersih yang baru selesai tepat pukul 00.30 tak ayal membuat Arin ingin memukul wajah songong Kava. Cowok itu tanpa rasa bersalah duduk manis di meja makan seraya memperhatikan Arin yang sedang merebus mie instan.

"Gue gak suka sayur," kata Kava tiba-tiba.

Arin berbalik cepat ke arah Kava. "Kenapa gak bilang dari tadi? Udah aku masukin semua sayurnya."

"Tinggal bikin lagi, gampang," balasnya sambil tersenyum mengejek.

Arin memejamkan matanya. Ibu jari dan telunjuknya mengurut kuat batang hidungnya. Mencoba meredakan sakit kepala akibat kelakuan ajaib Kava.

"Terus mie yang udah jadi gimana?" tanya Arin lelah. Matanya menatap nanar pada dua mangkuk mie instan yang sudah dia buat.

"Ya lo makan lah," kata Kava tidak peduli. Cowok itu justru menyesap santai minuman soda kaleng sambil menyandarkan punggung pada sandaran kursi. "Cepetan, gue laper."

"Sayurnya bisa dipisahin. Gak perlu buat yang baru," ucap Arin. Gadis itu membawa dua mangkuk mie ke meja makan dan diletakkan di depan Kava.

"Gue maunya yang baru."

Lagi-lagi Arin menarik napas panjang. Dengan berat hati dia kembali berbalik untuk membuat apa yang Kava inginkan. Panci yang baru saja selesai digunakan kembali diisi dengan air. Kemudian meraih dua bungkus mie instan dari rak dinding yang sengaja dibiarkan terbuka.

"Mau yang kuah atau goreng?" tanya Arin seraya menunjukkan dua bungkus mie instan pada Kava.

"Hmm," Kava mengelus dagunya dengan pose berpikir. "Bikin dua aja."

"Gak kebanyakan?"

"Kalo kebanyakan juga tinggal lo habisin," katanya sambil mengangkat bahu tidak peduli.

Arin mendengus malas. Dengan kesal dia membuka bungkus mie instan dan memasukkan isinya ke dalam panci. "Ada lagi yang gak kamu suka selain sayur?"

"Lo."

"Selain aku," Arin melirik sekilas ke arah Kava. "Terus juga buat mienya, bukan secara general."

"Kriuknya gak usah dimasukin."

"Oke."

Setelahnya, Arin fokus menghidangkan dua porsi mie. Lalu membawanya ke meja makan bergabung dengan dua mangkuk lainnya yang sepertinya sudah hampir dingin.

"Udah selesai. Bisa langsung kamu makan," kata Arin. Gadis itu menarik kursi lalu duduk dengan kepala yang diletakkan di atas meja.

Kava menarik mangkuk mie kuah yang baru. Memainkan isinya sejenak lalu kembali digeser ke arah Arin. "Gue udah kenyang. Lo aja yang makan."

Seketika itu juga Arin yang semula hampir terpejam langsung menegakkan tubuh. Matanya menatap tak percaya pada Kava yang justru terlihat santai. "Kok gitu!? Aku udah cape bikin masa gak dimakan."

Kava mengangkat bahu. "Gue udah makan tadi, lo juga liat kan?"

"Ya terus kenapa nyuruh aku bikin mie kalo udah kenyang?" tanya Arin dengan suara tertahan. Berusaha untuk tidak melemparkan mangkuk mie ke wajah menyebalkan Kava.

"Pengen aja," Kava bangkit dari duduknya. "Lagian lo juga yang mau bikin."

Arin menganga tidak percaya. Matanya mengikuti pergerakan Kava yang membuang kaleng minuman ke tempat sampah, lalu berjalan dan berdiri di samping kursi yang Arin tempati.

"Habisin. Gue gak mau lihat ada yang tersisa," Kava meraih satu sendok di mangkuk mie kuah, lalu diketukkan pada kepala Arin. "Semangat makannya. Gue udah baik nyediain bahan buat lo makan."

Bad ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang