Ketika bel istirahat berbunyi Kiki dan Upi langsung menahan Shoto dan mengikatnya di kursi dengan tali tambang yang entah mereka dapat dari mana. Toro berdiri di samping Shoto jaga-jaga agar dia tidak kabur sementara upi dan Kiki berdiri di samping Amu yang duduk di sebuah kursi juga seperti seorang girl boss dan mulai mengintrogasi Shoto dengan kacamata hitam yang entah amu dapat dari mana.
"Jadi Shoto kamu sama teteh ada hubungan apa?"
Tanya Amu sambil tersenyum, para murid lain yang masih berada di kelas melingkari mereka ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan Amu dan kawan-kawan termasuk Qoqom yang awalnya niat makan siang membawa bekal tapi karena kursinya dipakai untuk mengikat Shoto dia jadi menatap Shoto dengan wajah penasaran begitu juga Enzo yang kebetulan lewat dan baru kembali dari toilet.
"Temen doang."
Shoto tak bohong karena hubungannya denagan Saori memang cuma sebatas pasien dan teman tidak lebih. Shoto memang menyukai Saori dan Saori jelas membalas perasaannya mereka cuma tidak memberi label pada hubungan mereka. Cuma sekedar teman yang memberi kasih sayang lebih dari teman cuma itu hubungan mereka.
"Temen? Aku meluk kamu aja di tonjok teteh nyubitin pipi kamu tapi kamu gak marah!! Boong!!"
Amu, Toro dan Kiki mengangguk setuju dengan perkataan Upi karena biasanya jangankan di cubit di pegang saja Shoto tidak suka. Tapi saat di cubit oleh Saori dia tidak melawan sama sekali bahkan wajahnya tidak tampak kesal. Sementara itu Shoto yang di tuduh cuma menatap Upi dengan tampang sebal di wajahnya.
Upi memang tidak salah sih, dia memang bisa di bilang mengistimewakan Saori. Tapi di otaknya yang boleh memegangnya begitu ya pacarnya sekaligus calon istrinya perempuan lain sih bodo amat. Shoto tentu tidak mungkin bilang karena teman-temannya ini cuma akan menggodanya.
"Apa mungkin dia yang kamu bilang kamu taksir?"
Pertanyaan Toro yang tepat sasaran membuat Shoto terdiam seribu bahasa.
"Jadi bener?!! Gila pantesan lu ngejomblo bro!!"
Shoto ingin sekali menutup telinganya karena suara Kiki yang terlalu keras tapi karena dia diikat dia tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi memangnya salah kalau dia punya standar tinggi? Itu biasa kan? Semua laki-laki punya standar mereka masing-masing kenapa seleranya harus di permasalahkan?
"Selera Sho beneran luar biasa..."
Upi mengangguk setuju mendengar perkataan Amu.
"Pantesan kamu bilang gak mungkin dia yang lakuin. Kalo orangnya kayak gitu mah gak perlu pelet jirr!"
Orang orang di sekitar mereka tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraan ini sebenarnya sementara Shoto cuma memutar kedua bola matanya tidak mau menanggapi Upi.
"Tunggu bukannya kamu bilang dia tahu kalau kamu suka sama dia?"
Pertanyaan Amu di balas anggukan oleh Sho.
"Iya, dia gak nyuruh aku berhenti ngejar juga. Aku nanya apa dia bisa nunggu aku sembuh dia bilang kalau saat itu tiba dan perasaan aku gak berubah dia gak masalah."
Amu langsung sadar kalau Saori adalah nama dokter yang menangani kondisi Sho. Pantes mereka gak langsung jadian kehalang kode etik ternyata!
"Kamu gak masalah soal itu?"
Tanya Toro sambil melepaskan ikatan Shoto karena dia sepertinya tidak akan kabur kali ini dari introgasi mereka dan mengembalikan kursi kokom ke mejanya.
"Ya gak apa-apa, orang dianya sendiri juga sibuk. Kita juga kan bentar lagi ujian. Lagian secara kode etik selama aku jadi pasiennya kami gak boleh pacaran."
YOU ARE READING
Pasangan Gila
FanfictionShoto butuh psikeater tapi apa jadinya kalau psikeater yang dia temukan secara tak sengaja ternyata lebih dari sekedar psikeater biasa?