Keesokan harinya Sho yang berjalan tepat di depan Toro melihat Amu sedang melakukan ritual paginya seperti biasa. Bagi-bagi makanan plus menyapa semua orang. Amu tampak sadar dengan perubahan Sho.
"Waah Sho sekarang mukanya udah gak burik! Jadi keliatan lebih cerah juga!"
"Iya kah?"
"Iyep!"
Shoto sendiri tidak menyangka perubahannya bisa sesignifikan ini. Apalagi yang menangani dia adalah Saori yang sudah expert dalam bidang ini meski umur mereka cuma terpaut dua tahun.
Mengingat pembicaraan mereka kemarin Shoto tersenyum di dalam hatinya. Dia tidak mau memberi tahu Amu dulu karena dia selalu kepo dengan urusan cinta teman-temannya dan akan minta dia untuk cerita secara detail semuanya nanti jadi Shoto malas memberitahunya.
Meski begitu Amu sudah berjasa bersar untuk membuatnya bertemu dengan Saori, kalau Amu tidak memberinya saran ia dan Sairi tidak mungkin sedekat sekarang. Dia harus jadi bride's maid Saori kalau mereka menikah nanti, Shoto sudah bisa membayangkan godaan Amu nanti saat waktunya tiba dan itu bisa menunggu.
Dia tidak butuh sakit kepala sepagi ini.
"Aku ikutin saranmu waktu itu pergi ke psikeater. Sekarang baru jalan seminggu."
"Nice!"
Amu mengacungkan jempolnya dengan bersemangat sementara Shoto menatapnya sebentar sebelum kemudian bertanya.
"Kamu mau konsul juga? Dia kebetulan expert soal persoalan kamu."
Tahu apa yang dia maksud Amu otomatis menggeleng.
"Gak usah aku udah gak apa-apa."
Melihat senyum palsu di wajah Amu ia tidak percaya apa yang baru saja dia katakan. Ini anak, dia yang memberi Sho saran untuk pergi ke psikiater kenapa sendirinya malah gak!! Tapi sebelum ia mengomeli Amu Shoto menarik nafas dalam dalam dan memikirkan apa alasan Amu untuk menolak.
"Kalo ini gara gara uang kamu gak usah mikirin, dia terima apapun sebagai bayaran seminggu sekali. Gambar kamu juga dia terima."
Sho melihat kedua matanya terbuka lebar saat mendengar penjelasannya. Jadi uang yang jadi masalah. Mengingat bagaimana hubungan Amu dengan ibunya Shoto tidak heran, Amu mungkin tidak mau memberi lebih banyak alasan kepada ibunya agar dia bisa mengatur Amu seenaknya.
"Beneran?"
Shoto memutar kedua bola matanya.
"Serius, kapan aku boong sama kamu?"
Saat Amu pikir pikir belakangan dia merasa paranoid dan sikap Kiki yang tidak mau mendengarkannya malah memperburuk kondisinya. Dia memang butuh bantuan tapi Amu tidak mau menggunakan uang ibunya. Mengetahui kalau dia bisa bayar dengan gambarnya tentu ia akan datang
"Oke aku bakal dateng nanti."
Shoto cuma menghela nafas, setidaknya Amu bilang sendiri dia akan datang. Sho tidak tahu kapan tapi setidaknya dia tidak menolak. Iapun memberi tahu Amu alamat Saori sebelum kemudian dia teringat dengan perkataan Saori kemarin.
"Dia ada seminar minggu ini, kebetulan kekurangan staff kamu mau ikutan gak? Aku udah ngajak Toro tadi dia juga mau. Kalau gak kamu bisa juga jadi peserta tapi harus daftar dulu di email ini soalnya jumlahnya terbatas."
Jelas Sho sambil memberikan brosur yang diberikan Saori kepadanya kemarin, Amu menerimanya dan tentu jadi ikut tergiur, siapa juga yang tak tergoda saat ada makanan gratis dan merchendise yang akan dibagikan nantinya? Kan lumayan. Tapi Amu jadi penasaran, dari penjelasan Sho sepertinya orang yang menjadi psikeater Sho cukup terkenal kalau untuk duduk di seminarnya saja sulit. Seperti apa orangnya?
YOU ARE READING
Pasangan Gila
FanfictionShoto butuh psikeater tapi apa jadinya kalau psikeater yang dia temukan secara tak sengaja ternyata lebih dari sekedar psikeater biasa?