Pagi hari, burung-burung sudah berkicau. Matahari sudah menyinari bumi. Sinarnya memasuki jendela kamar seorang gadis remaja.
Seorang gadis kelas 2 SMA-Itoshi Asa, ia terbangun dari tidur lelapnya. Ia meregangkan tubuhnya dan segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Tak lupa ia membuatkan sarapan untuk kedua kakaknya. Itoshi Sae dan Itoshi Rin.
"Buang. Gue gak mau makan makanan lo, dasar pembunuh."
Asa menghela nafas, tapi ia tidak mendengarkan ucapan sang kakak, Itoshi Sae. Ia menaruh sarapannya di meja makan dan langsung bergegas pergi ke sekolah.
"Kakak, jangan lupa makan sarapannya. Aku udah makan duluan. Aku pergi, dadah."
Ia memakai sepatu dan melambaikan tangan sebelum ia pergi keluar rumah menuju sekolah. Tidak ada balasan dari Sae maupun Rin.
Sae dan Rin enggan untuk memakan sarapan yang dibuat oleh adiknya. Pada akhirnya, mereka berdua membuang makanan yang sudah disiapkan Asa ke tempat sampah.
"Najis banget gue makan sarapan yang dibuat sama pembunuh." batin Sae.
Sae pun bersiap-siap untuk pergi ke kampus dan Rin pergi ke arah yang sama dengan Asa.
Asa selalu pergi lebih pagi dibanding Rin, karena Rin lebih memilih berangkat bareng Sae dibanding dengan Asa.
✧✧✧
Helaan nafas lolos dari mulut Asa. Ia berjalan menuju sekolahnya, seperti biasa. Ia harus berhubungan dengan warga sekolah. Ia paling tidak suka itu.
Apalagi Rin, kakaknya menjabat sebagai ketua OSIS. Rin memang tegas kepada semua murid. Ia juga selalu menempati peringkat teratas seangkatan, juga prestasi sepak bolanya yang membanggakan.
Belum lagi ketampanan yang membuat hati para gadis remaja luluh membuat dirinya semakin populer dikalangan sekolah.
Asa, sebagai adiknya, ia selalu dimarahi didepan umum oleh Rin. Sampai imagenya sebagai anak bungsu Itoshi atau murid menjadi jelek karena Rin selalu memarahinya tanpa alasan maupun jika Asa berbuat kesalahan kecil.
Semua orang selalu melihat sisi negatif Asa. Seharusnya Asa tidak bersalah kan?
Yang hanya membelanya hanyalah Ichika, sahabatnya. Ichika dan dirinya memang baru kenal di masa-masa SMA ini, tapi mereka sudah menjadi sahabat dekat. Bahkan sampai dikira mereka sudah kenal sejak kecil.
"Psst, itu si Asa. Jelek banget ya? Hahaha"
"Pfft-- gak pantes dia ada di keluarga Itoshi."
"Hahah Bener! Kakak-kakaknya aja berprestasi. Dulu aja kak Sae ketos, sekarang kak Rin juga ketos. Dia doang yang gak bisa dibanggain, hahaha!"
"Hahaha! Gak kepikiran betapa nyesel orang tuanya lahirin dia, hahaha!"
Asa seakan-akan ingin menangis mendengar bisikan dari mereka yang tidak ia kenal. Semua kata-kata itu menusuk Asa sangat dalam. "Semua orang jahat", pikirnya.
Ia memasuki kelasnya yang berisik. Murid-murid berbincang satu sama lain sedangkan Asa? Ia duduk di kursi paling belakang, pojok, sambil mendengarkan musik dengan headphone.
"Asa! Pagi!"
Ichika menyapanya dengan senyuman dan duduk di samping Asa. Memang hanya Ichika yang dapat menemaninya tiap ia merasa sendirian.
"Pagi juga, Chika"
Asa membalas senyuman Ichika. Mereka berdua mengobrol bersama sampai akhirnya pelajaran dimulai.
✧✧✧
Pulang sekolah, Asa pulang agak malam karena ia ada kelas tambahan.
"Aku pulang..."
"Dari mana aja lo?"
Tanya Rin dengan tatapan sinis. Ia duduk di meja makan sambil menyilangkan tangannya. Sedangkan Sae, ia sedang menonton acara TV sambil duduk di sofa.
"Aku ada kelas tamb-"
"Alasan. Paling juga lo abis nge-lo*te. Sana bikinin makan malem."
Kata-kata Rin membuat Asa terkejut. Ia tidak menyangka kakaknya mengatai dirinya dengan bahasa kasar itu.
Asa mengangguk lesu. Ia ke kamarnya terlebih dahulu, berganti pakaian. Setelahnya, ia menuju dapur dan membuat makan malam untuk mereka.
Dia menyajikan makanan yang masih hangat itu di meja makan. Rin dan Sae pun langsung mencicipi makanan itu.
PRANG!
"Lo bikin makan malem aja gak becus. Najis, gak enak. Rasanya kayak sampah."
Sae melempar piring tersebut ke arah lantai sampai pecah. Makanannya berserakan kemana-mana. Tanpa ia pedulikan, ia berdecih dan kembali ke kamar.
Asa hanya menatap makanan itu dengan tatapan kosong. Tubuhnya tidak bergerak sama sekali, bagaikan batu. Lalu Rin bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Asa.
PLAK!
"Gak usah lagi lo bikin makanan buat gue. Gue gak mau makan masakan pembunuh."
Satu tamparan kencang mendarat di wajah Asa, membuat pipi kirinya itu memerah. Ia tidak merespon apa-apa dari kalimat Rin. Ia hanya menatap ke lantai dengan tatapan kosong.
"Cih."
Rin pun melangkahkan kakinya menuju kamar tidur. Ia tidak peduli pada Asa.
Tes...
Tes...Tetesan air mata jatuh membasahi pipi Asa. Ia terduduk di bawah lantai. Lututnya terkena beling-beling piring yang pecah itu. Sedikit demi sedikit ia mengambil serpihan beling itu.
Walau tangannya, lututnya mengeluarkan bercak merah, ia tetap membereskan piring yang pecah itu sambil menangis.
"Bunda..."
Lirihnya diantara sesegukan tangisan. Pelan-pelan, ia membersihkan serpihan piring itu. Kadang, beling itu mengenai tangannya atau bagian kakinya hingga membuat ia meringis kesakitan.
Makanan yang berserakan di lantai tadi ia buang ke tempat sampah dan makanan yang masih ada di atas meja, milik Rin, ia makan. Daripada terbuang sia-sia, lebih baik ia makan saja.
"Rasanya mirip masakan bunda..."
Mengingat sang bunda, air matanya turun semakin deras. Membuat makanan yang ia makan menjadi hambar. Ia tetap menghabiskan makanannya dan mencuci piring-piring kotor.
Setelah semuanya beres, ia kembali ke kamarnya dan mengobati dirinya sendiri. Ia duduk diatas kasur sembari membuka kotak P3K. Ia mengambil obat untuk mengobati lukanya itu, sambil terisak-isak mengingat kembali sang bunda.
Ia mengusap air mata dari wajahnya, namun air mata itu tetap mengalir tiada henti. Ia ingin berada di dekapan ibunda. Biasanya, kalau ia sedih, bundanya selalu memberi pelukan hangat untuk menenangkannya.
Ia ingin dipeluk. Di elus halus rambutnya. Ia ingin sang bunda kembali.
Sekarang...sang bunda telah tiada. Ia sudah pergi jauh dari dunia manusia. Ia sudah berada di dunia lain, dunia yang belum bisa Asa kunjungi.
"Bunda, Asa boleh ngerasain capek gak bund...?"
—TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT (ft. Itoshi brothers)
Random[COMPLETE] "Pembunuh." Julukan yang selalu dilontarkan pada sang gadis, anak terakhir dari keluarga Itoshi. Itoshi Asa, sang adik terakhir dari keluarga Itoshi yang dibenci semenjak kematian ibunda mereka. Sungguh gadis yang malang... -karya orisini...