9. Pelukan Hangat

279 20 6
                                    

Malam itu, Rin sedang nongkrong bareng teman-teman sepak bolanya, dirumah Reo. Yang lain sedang asik mengobrol namun, Rin hanya sibuk bermain dengan ponselnya.

"Heh, diem diem baek lu. Sini nimbrung!" seru Bachira

"Gak minat."

"Terus ngapain ikut?"

"Dipaksa."

"Hadeh, lu mah gak asik!"

"Bodo."

Bachira hanya menghela nafas mendengar jawaban singkat dan dingin dari Rin. Ia tau, mau sampai kapanpun Rin juga bakal jadi persona yang dingin.

Sampai beberapa jam telah berlalu, menunjukkan pukul 11 malam. Rin masih berada disitu tetapi, entah kenapa hatinya menyuruh ia untuk cepat-cepat pulang.

"Kok perasaan gue gak enak."

Tanpa berpikir panjang lagi, ia buru-buru memakai jaket dan pergi pulang tanpa berpamitan dengan yang lainnya.

"Heh! Heh! Mau kema--"

BRAK

Begitu pintu sudah tertutup, yang lain hanya bisa menghela nafas dan bahkan ada yang tertawa mengejek.

Rin memang begitu orangnya, jadi mereka biarkan saja dia.

✧✧✧

Di jalan, Rin sedang fokus mengendarai motornya. Namun tiba-tiba matanya menangkap sosok mobil ayahnya.

Ayahnya sempat pulang ke rumah? Lalu ia mau pergi kemana lagi? Entahlah. Rin hanya ingin pulang. Namun pikirannya tetap berisik. Selalu mengatakan bahwa hal buruk akan terjadi.

Rin akhirnya pulang dengan selamat mengendari motornya. Ia pun memarkirkan kendaraan pribadinya itu di dalam garasi. Ia melepas helm dan jaket sambil merapihkan rambut hijau gelap miliknya itu.

Lalu, telinganya menangkap suara samar-samar dari arah basement. Karena basement rumah mereka itu digabung dengan garasi, jadi bisa terdengar.

Rin turun melewati anak tangga dan dengan seksama, ia mendengarkan suara apa itu. Awalnya ia kira mungkin hanya tikus.

Ia terkejut mendengar suara lirih Asa dari arah basement. Buru-buru ia cari kunci basement tersebut namun, tidak ketemu. Mau tidak mau, ia harus membukanya dengan linggis.

BRAK!

"Asa!"

Terlihat Asa meringkuk di lantai dengan badannya yang benar-benar babak belur. Rin sudah menebak kalau ayahnya lah yang melakukan ini pada Asa.

Baru kali ini ia melihat kondisi Asa setelah dihabisi ayahnya. Biasanya ia lebih tidak memedulikan hal itu namun, sekarang ia melihat secara langsung. Benar-benar parah.

"Kak Rin."

Lirihnya halus sekali, seakan hanya angin lewat yang terdengar. Rin berlutut dan mencoba bantu Asa untuk duduk, melihat kondisinya.

"Sialan, pasti si brengsek yang pergi tadi ngelakuin ini."

Rin tidak habis pikir. Matanya, lututnya, kedua lengannya masing-masing memiliki memar. Pipinya berdarah karena tergores, rambutnya benar-benar berantakan, kusut.

Darah dari hidungnya juga masih mengalir walau cuma sedikit. Belum lagi Asa masih menggunakan seragam sekolah.

"...Gila. Si brengsek itu apain lo, hah? Terus suara lo, asma lo kambuh lagi?"

Bukannya menjawab, Asa malah menangis seperti anak kecil. Ingin memeluk Rin, tapi ia tau pasti Rin akan mendorongnya.

Justru tidak. Rin malah melingkari tangannya dan memeluk erat adiknya. Rin tidak peduli jika bajunya basah. Asa tentunya membalas pelukan dari kakaknya.

BERTAUT (ft. Itoshi brothers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang