Prolog (Revisi)

1.3K 110 44
                                    

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Han Chaeyoung tersenyum lebar, mematut diri di depan cermin, melihat dirinya yang sudah rapi memakai kemeja biru dan rok pendek selutut berwarna putih. Tak perlu memakai baju mewah, dengan berbagai model gaya. Cukup seperti ini saja, sederhana, tetapi mementingkan nilai kenyamanan. Sebab kenyamanan adalah yang terpenting melebihi apapun.

"Chaeyoung, ayo berangkat, nanti terlambat." Dari balik pintu, suara Ibu dari gadis bersurai blonde itu memberi tahu. Lekas membuat Chaeyoung mengambil tas, berisi keperluannya, segera keluar dari dalam kamar.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sebentar lagi agenda penting dimulai, dia sebagai salah satu pengisi acara itu harus sudah di sana sebelum waktunya.

Pintu sempurna ditutup, membuat suasana kamar Chaeyoung lengang. Seperti si Pemilik, yang selalu berusaha terlihat rapi, begitupun dengan ruang istirahatnya, barang-barang berharga miliknya ditata sedemikian rapi, tak ada barang yang tergelak--- mengganggu pemandangan, ataupun kaus kaki dengan bau menyengat disembunyikan di kolong tempat tidur. Semuanya diletakkan pada tempatnya.

Tetapi, yang mengherankan. Pada lemari kaca, tersusun di rak paling atas, diletakkan sepatu usang; tali yang mengikat sudah kendur dan kusut, warnanya telah memudar sampai-sampai corak hitam hampir berubah putih, pun pada bagian depan jebol membuat alas kaki terkelupas serta menganga lebar bagaikan mulut buaya.

Seharusnya sepatu seperti itu sudah di buang saja! Namun karena makna dari barang tersebut, begitu berarti bagi Chaeyoung, membuat dia lebih memilih menyimpannya dari pada membuangnya, meletakkan sepatu usang di tahta tertinggi pada lemari kaca, melebihi piala-piala dan piagam penghargaannya sebagai penulis Best Seller.

🍁🍁🍁

"Bagaimana perasaan anda, nona Chaeyoung, pada karya tulis pertama ini mendapatkan begitu banyak apresiasi dari dunia novel. Bahkan hingga sukses dibuatkan film."

Pada pemutaran film perdana berjudul The Best Friend, sebelum tayang, baik para pemain, sutradara hingga penulis novel yang diangkat ke layar lebar mendapat kesempatan untuk wawancara dihadapan para penonton di dalam bioskop. Dibelakang layar lebar terpampang cover film, dengan gambar dua gadis pemeran utama terlihat saling bergenggaman tangan dan berlari di bawah pohon sakura.

"Tentu sangat senang, bahkan tidak begitu menduga bahwa novel yang aku tulis pertama kali akan mendapat perhatian sebanyak ini."

Lancar jaya Chaeyoung memberi jawaban dari pembawa acara. Dia sebagai salah satu tamu undangan VVIP sebab film yang akan tayang adalah adaptasi dari novelnya.

"Aku sudah membaca novelnya, isinya benar-benar indah. Dua persahabatan yang sangat hebat." Si pembawa acara menyanjung.

Membuat senyum Chaeyoung lebih lebar. Sungguh gadis bertubuh tinggi tegap itu tak akan pernah menyangka novel yang di tulis akan sepopuler ini dikalangan anak-anak remaja, padahal jika mengingat satu tahun lalu, dia menulis novel persahabatan ini dengan perasaan babak belur dihantam kenyataan pilu menyakitkan.

"Terimakasih, sejujurnya novel ini tidak akan pernah ditulis jika bukan karena sahabatku, dia yang terus mendukungku untuk tidak putus asa meraih cita-cita." paparnya.

"Jika boleh tau, apakah sahabatmu itu ada di pemutaran film ini. Dia pasti akan sangat bangga padamu, bisa menulis kisah persahabatan sebagus ini!"

Senyum Chaeyoung memudar, walau hanya sesaat. Justru karena kenyataan pilu yang menyakitkan itu, membuat novel ini ada. "Benar, dia pasti sangat bangga atas pencapaianku ini."

"Sayangnya, dia---sahabatku itu tidak bisa hadir di pemutaran film dari novelku ini."

"Kenapa?" Si pembawa acara penasaran, begitu juga semua penonton yang duduk tenang di atas kursi bioskop. Momen langka sekali bisa mendengarkan Chaeyoung, salah satu penulis yang terkenal tertutup soal rana pribadinya.

"Sebab dia telah berlari, berlari cukup jauh. Hingga aku tidak lagi bisa melihatnya," jawab Chaeyoung dengan mata memerah, menahan tangis.

"Apa anda tahu mengenai tragedi pada stasiun kereta api metropolitan Seoul?"

"Iya, tentu saja, aku dan kita semua tidak akan pernah bisa melupakan tragedi besar satu tahun yang lalu itu. Ledakan bom besar yang merenggut remaja tanggung di stasiun kereta api metropolitan Seoul, Yoon Jisoo, satu-satunya dewi penyelamat yang mengorbankan diri untuk ribuan orang. Beritanya saat itu ada di mana-mana, koran hingga channel berita TV. Bahkan di dalam novelmu dan film ini, hal itu juga akan ditayangkan."

"Nah, dialah sahabatku."

Satu studio bioskop terkejut, mendapati kebenaran dari Chaeyoung. Sungguh semua orang hanya mengira bahwa Chaeyoung hanya penulis yang menggunakan tragedi itu untuk karya tulisnya, tak diduga bahwa Chaeyoung terlibat dan mengenal sosok yang di anggap seperti malaikat secara langsung.

🍁🍁🍁

Lampu-lampu bioskop mulai diredupkan, hanya menyisakan satu-satunya cahaya dari layar lebar. Semua penonton film The Best Friend duduk tenang di bangku masing-masing, sembari menunggu iklan sebelum film dimulai. Sama halnya Chaeyoung, dia duduk tenang juga, yang membedakan dari yang lain, di sampingnya ada satu kursi kosong, sengaja diminta oleh penulis novel itu secara langsung kepada staf bioskop. Untuk mengenang sahabat baiknya, Yoon Jisoo, seseorang yang telah menuntun langkah Chaeyoung hingga sesukses ini.

"Aku merindukanmu, Jisoo."

~TBC~
25/10/2023

Pemeran utama: Yoon Jisoo & Han Chaeyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemeran utama:
Yoon Jisoo & Han Chaeyoung

The Best Friend (Chaesoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang