Labyrinth

3K 93 28
                                    

Setiap orang ada masanya, hanya berlaku ketika salah satu diantara mereka hilang rasa atau tidak lagi memiliki komitmen untuk menjalin hubungan bersama.

Bahkan ketika orang baru datang dengan cinta tulusnya. Semua akan terasa sia-sia jika masa yang ia lalui bersama orang yang tepat belum habis.

Ah, tidak.

Lebih tepatnya itu tidak akan habis.

Perasaan senang ketika melihat orang yang kita cinta tersenyum. Debaran jantung yang menghantarkan rasa hangat ke seluruh tubuh. Hingga perasaan sedih dan cemburu ketika melihatnya bersama orang lain— semua itu masih sama.

Semua perasaan itu masih dirasakan oleh Jungkook kepada teman masa kecilnya, Jimin.

Walau harus berulang kali menelan pahit ketika melihat secara langsung betapa aktifnya Jimin menggonta-ganti kekasih wanitanya setiap bulan.

Hal yang membuat Jungkook bungkam tentang rasa yang ia miliki selama ini. Tidak mungkin ia mengutarakan rasa disaat Jimin dengan jelas mengibarkan bendera 'aku lurus, aku normal' kepadanya.

Hingga, di usia mereka yang kini 20 tahun. Jungkook lebih memilih untuk mencintai Jimin dalam diam. Ia tidak akan melewati batas pertemanan ini. Jungkook berjanji akan menghormati hubungan pertemanan yang telah mereka bangun.

Jungkook bahkan lebih memilih untuk berkuliah di Universitas dalam Negeri, disaat dirinya yang memiliki piagam dan sertifikat Nasional dapat saja membuatnya menempuh pendidikan di Luar Negeri dengan beasiswa penuh.

Ya. Jungkook tidak sejenius itu jika diharuskan untuk memilih, terlebih yang bersangkutan dengan Jimin. Ia mengaku kalah.

Jungkook juga tidak dapat membayangkan betapa datar hidupnya tanpa melihat Jimin sehari saja. Tidak bisa. Itu adalah mimpi buruk yang tidak pernah Jungkook harapkan akan terjadi.

Wajah cantik yang memiliki senyum bulan sabit itu. Kedua mata yang menyipit indah dengan bibir tebal yang merekah—

bugh!

Lamunan Jungkook tentang wajah cantik Jimin seketika buyar dan menjadi kenyataan. Jungkook melepaskan headphone yang ia gunakan dengan pandangan lurus ke arah Jimin yang dengan santai berbaring di pahanya.

"Awas saja jika kau meneteskan liur"

Ucapan yang keluar dari bibir plump itu berhasil membuat Jungkook mengalihkan pandangan dengan sedikit terbatuk. Ia lebih memilih untuk menatap deretan buku perpustakaan yang tersusun rapi.

"Ba—bagaimana kau tau aku ada disini?", Jungkook mencoba untuk tidak gugup. Kepala Jimin yang berada di sekitaran daerah sensitifnya cukup menghilangkan fokus.

Kepala itu terus bergerak mencari posisi nyaman membuat tubuh Jungkook menegang.

"Memangnya dimana lagi tempat persembunyianmu, Jeon", Jimin sedikit mencibir. Pria mungil itu menatap Jungkook dari posisinya sebelum menghela nafas kasar dan memilih untuk merogoh ponselnya di saku.

Hal itu berhasil membuat Jungkook mengerjap, "Kenapa? kenapa kau menghela nafas seperti itu", perlahan Jungkook mulai mengendalikan diri. Ia tidak ingin Jimin segera bangkit dikarenakan tubuhnya yang masih menegang kaku.

Biarlah pria mungil itu berbaring lebih lama. Jungkook suka itu. Ia bahkan sudah mengukir senyum tipis sedari tadi.

"Choi Aerin"

Satu nama yang berhasil membuat senyum Jungkook luntur.

"Dia meminta putus denganku", adu Jimin dengan mulut yang sudah maju tiga senti. Ia begitu kesal hingga tanpa sadar menghentakkan kakinya yang sedang menekuk.

𝗢𝗻𝗲𝘀𝗵𝗼𝗼𝘁 𝗼𝗳 𝗞𝗠 [𝗡𝗖]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang