CHAPTER 01 (PERTEMUAN PERTAMA)

2.9K 314 27
                                    

Lisa melihat kemana-mana sambil memegang tangan ibunya dengan erat. Tempat itu penuh dengan anak-anak yang tidak dia kenal. Dia merasa terintimidasi dan tidak nyaman, apalagi dia sadar bahwa dia harus tinggal disana entah sampai kapan, tanpa ditemani oleh anggota keluarganya.

"Mommy, apa aku benar-benar harus berada di sini?" Lisa kecil memandang dengan cemas pada seorang gadis yang menangis dengan keras di pintu masuk kelas, sementara orang tua gadis itu mencoba menenangkannya.
"Mommy, gadis itu menangis, apa karena tempat ini jelek?"

"Ini bukan tempat jelek, Lisa." Ibunya tertawa pelan. "Gadis itu menangis karena dia takut. Tapi anak Mommy yang satu ini sangat pemberani bukan? Jadi kamu tidak perlu menangis saat Mommy pergi oke," Wanita itu menoleh ke gadis kecilnya sambil tersenyum, dan dia memperhatikan wajah panik gadisnya, lalu dia segera berjongkok di depannya sambil memegang tangan kecilnya.
"Mommy sudah mengatakan sebelumnya kan sayang? Kamu akan mendapat banyak teman disini. Ditambah lagi, kamu tidak perlu khawatir, temanmu Seulgi juga akan ada di sini."

"Tapi aku tidak melihatnya, Mom." Mata Lisa hampir berkaca-kaca.

"Ayo kita pergi ke kelas, mungkin Seulgi sudah ada disana." Dan wanita itu menggandeng gadis kecilnya untuk terus berjalan.

Tak jauh dari situ, Jennie kecil sudah datang beberapa waktu lalu dan dia baru saja keluar dari kamar mandi dan dia terus berlari melewati lorong dibawah tatapan tak sabar dari ibunya.

"Jennie, jangan pergi terlalu jauh dari Eomma." Anak kecil itu terus melihat sekeliling dengan mata kucingnya yang menatap penuh harap ke setiap sudut tempat itu.
"Kemarilah nak." Ibunya mengulurkan tangan ke arahnya untuk memberi tahu Jennie bahwa dia harus mengambilnya, tetapi gadis itu benar-benar mengabaikannya dan mulai berlari kembali menuju ruang kelasnya.
"Jennie!"

Bukan berarti Jennie adalah anak yang tidak penurut. Sebaliknya, dia selalu patuh kepada ibunya, namun sulit baginya untuk tidak merasa cemas dengan lingkungan barunya.

Dia sudah mendengar beberapa cerita dari kakaknya tentang sekolah. dan Jennie merasa sudah menjadi anak besar karena akhirnya dia bisa bersekolah. Harusnya ibunya membiarkan dia belajar berjalan sendirian, bukan?

"Jennie, jangan lari di lorong!"

Berjalan, berlari, melompat, apa bedanya?

"Aww!" Dan hanya butuh satu detik bagi Jennie untuk bertabrakan dengan seseorang ketika dia berbelok ke tempat kelasnya berada.

Mereka berdua terjatuh secara bersamaan. Dia bisa dengan jelas mendengar suara ibunya mendekat sambil memarahinya. Jennie tidak mengambil waktu untuk mengeluh kesakitan, dia malah buru-buru bangun dengan niat untuk melarikan diri dari ibunya karena kemarahan ibunya adalah bencana.

"Itu sebabnya, Eomma memberitahumu jika kamu tidak boleh berlari di lorong! Sudah terlambat untuk melarikan diri. Apa kamu tidak akan meminta maaf dengannya?" Ibunya menatapnya dengan marah.

Untuk pertama kalinya Jennie menatap gadis yang sebelumnya bertabrakan dengannya di lantai. Dia menatapnya dengan mata ketakutan dan berkaca-kaca. Jennie merasa takut karena mengira dia telah menyakiti gadis itu dengan serius.

"Aku minta maaf! Aku minta maaf!" Jennie meminta maaf sambil mengambil tangan gadis itu untuk membantunya berdiri.
"Apa itu sangat sakit? Aku benar-benar minta maaf!" Jennie meminta maaf lagi dengan gugup lalu melepaskan tangannya untuk mundur selangkah.

Lisa menyeka sisa air mata dari matanya lalu menatap gadis asing di depannya.

Gadis asing itu tersenyum ketika mata mereka bertemu seolah-olah dengan melakukan itu dia mencoba untuk sedikit menghiburnya.

Dan ya Tuhan, apakah Lisa sedang melihat malaikat? Karena dia yakin dia belum pernah melihat gadis secantik itu sebelumnya.

"Kamu tidak apa apa?" Jennie bertanya padanya dan Lisa mengangguk malu-malu sebagai jawaban. Dia terus mengamati gadis cantik di depannya seolah-olah dia adalah satu-satunya hal yang ada di dunia.

Jennie terus tersenyum padanya, tidak peduli pada kenyataan bahwa ibunya sudah mulai berbicara dengan ibu Lisa untuk meminta maaf padanya sementara ibu Lisa menyuruhnya untuk tidak khawatir, karena begitulah biasanya anak-anak.

Mata Lisa tidak lepas darinya dan dia memiringkan kepalanya sedikit dengan rasa ingin tahu.

Jennie bertanya-tanya apakah ada sesuatu di wajahnya karena gadis didepannya tidak berhenti menatapnya.

"Cantik," kata Lisa akhirnya.

"Hm?" Jennie memandangnya tanpa mengerti.

"Kamu sangat cantik!" Dan kata-kata itu cukup untuk membuat senyuman Jennie memudar dan dia mundur beberapa langkah hingga dia bertabrakan dengan ibunya.

Mengapa gadis asing itu memanggilnya cantik? Hanya ibu dan ayahnya yang bisa menyebutnya seperti itu!

"Siapa namamu?"

Jennie menempelkan tangan kecilnya ke rok ibunya, berharap ibunya akan memahami ketakutannya dan menjauhkan dia dari gadis asing yang memandangnya seolah-olah dia adalah mainan terindah dan termahal di toko mainan.

"Nak, gadis itu menanyakan namamu." Ibunya meraih bahunya sambil sedikit mendorongnya ke arah Lisa.

Jennie tidak mengerti bagaimana Ibunya berani mendorongnya menuju kehancurannya.

"Ayo, beri tahu teman kecilmu siapa namamu."

Teman kecil!? Dia tidak akan mau memiliki teman seperti gadis asing itu!

"Aku tidak mau!" Dan tanpa basa-basi lagi, Jennie mendorong Lisa untuk segera pergi ke kelasnya.

"Jennie!" teriak ibunya sambil menghela nafas kesal.
"Maaf, dia gugup menghadapi hari pertamanya di sekolah." Wanita itu pamit sebelum mengikuti putrinya.

Nyonya Manoban tersenyum penuh pengertian sambil berlutut di samping putrinya.

"Apa kamu baik-baik saja, sayang?" Dia bertanya sambil membelai rambutnya.

"Jennie." adalah satu-satunya hal yang Lisa kecil katakan.

"Ya, gadis yang mendorongmu bernama Jennie." Lisa menoleh ke arah Ibunya, tatapannya tiba-tiba menjadi cerah.

"Mommy, Jennie cantik dan lucu sekali ya?" Lisa tersenyum polos sementara Ibunya menatapnya sambil berpikir.

"Emm, kamu benar." Ucapan Ibunya membuat gadis kecil itu mengangguk dengan euforia.
"Betapa beruntungnya kamu, Lisa! Ada gadis imut seperti Jennie di kelasmu, jadi sekolah bukanlah tempat yang jelek kan?"

"Tidak Mommy! Sekolah bukanlah tempat yang jelek!"

"Jadi kamu tidak akan menangis saat Mommy pergi kan?" Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya membuat wanita itu tersenyum lebih tenang karena dia tidak perlu khawatir lagi setelah Lisa menganggap Jennie lucu.

Setidaknya gadis itu sudah melupakan ketakutannya terhadap sekolah.


To be continue ~~

Hehe cerita baru lagi, tapi ini bukan ebook 😉
Jadi, ikutin terus kelanjutannya yaaa...

Nothing's Gonna Change My Love For You (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang