Permulaan

6 1 0
                                    


" Apa kabar? Kamu menikmati kesempatan kedua mu? " Ujar sang kakek tersebut sambil terus tersenyum.

Seluruh badan Daffa kini terdiam kaku, entah mengapa kalimat tersebut mampu membuat dirinya sangat terkejut.

" Maksud Kakek? " Ujar Daffa yang berusaha agar tetap terlihat biasa saja mendengar kalimat tersebut.

" Hahahaha kamu tidak perlu menutupi identitas dirimu yang asli, saya bisa melihat dan membedakan nya." Ujar sang Kakek sambil tertawa.

" Bagaimana Kakek bisa tahu siapa saya? Kakek siapa?" Tanya Daffa dengan sedikit helaan nafas agar tetap terlihat tenang meski pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya.

" Ada yang membedakan dirimu dengan orang lain yang berada di masa kini, tatapan mata dan tanda di leher mu cukup membuat dirimu terlihat sangat berbeda dari orang pada umumnya." Ujar sang Kakek yang masih berbicara secara misterius.

Daffa langsung mengambil hp nya dan membuka aplikasi kameranya...... Benar saja!!! Tanda apa itu di lehernya? Bagaimana ia baru menyadarinya?

Sosok Kakek itu tetap memberikan senyuman nya sambil melihat wajah Daffa.

" Jika saya masih memiliki waktu yang panjang...... Mungkin saya bisa melihat dia yang seumuran dengan dirimu. " Ujar sang Kakek yang kini menatap Daffa dengan tatapan sendu.

" Dia? Siapa Kek? " Tanya Daffa yang sadar jika nada bicara sosok Kakek di depannya ini berubah, terdengar seperti untaian kata yang merindukan seseorang.

" Cucu ku...... Mungkin dia sudah sebesar dirimu saat ini, saya sangat merindukan tingkah menggemaskan dirinya ketika ia masih kecil."  Kakek itu tak berhenti menatap Daffa sambil terus tersenyum.

" Kemana perginya cucu Kakek? Apa dia Setega itu meninggalkan Kakek? " Daffa mulai terhanyut dengan obrolan bersama sosok Kakek tersebut.

" Bukan.... Bukan dia yang pergi meninggalkan saya, tetapi saya lah yang lebih dulu meninggalkan dirinya."  Ujar sang Kakek yang kini mengalihkan pandangannya ke arah lain.

" Saya lah yang sangat jahat pada dirinya, mungkin jika saya tidak meninggalkan dirinya. Mungkin kini saya bisa menemani dirinya tumbuh dewasa menghadapi segala pahitnya kehidupan." Sang Kakek perlahan melangkah pergi menjauh dari Daffa yang masih terdiam sambil menatap punggung sang Kakek yang kini menjauh darinya.

~~~~~~

Dafa sudah tiba di kediaman rumahnya, ia hanya berharap jika sandiwara yang di mainkan kedua orangtuanya akan menjadi kenyataan yang indah sesuai apa yang ia harapkan selama ini.

" Daf.... Papah mau ngobrol berdua sama kamu, Papah tunggu di taman belakang." Ujar sang Papa yang tiba-tiba berada di hadapannya lalu meninggalkan saja dirinya yang masih terkejut.

Ah tuhan..... Sungguh, baru saja ia berharap semuanya akan berjalan baik-baik saja. Namun apa ini? Apakah Papahnya akan menyudahi sandiwara nya dan mengakui kesalahannya?

Dengan langkah pelan ia berjalan menghampiri sosok Papahnya yang sedang duduk santai di bangku kesayangan miliknya.

" Duduk lah..... Ada hal penting yang ingin Papah tanyakan dan sampaikan padamu." Ujar  Daniel sambil menatap hangat kepada anak pertamanya.

" Ada apa, Pah? " Tanya Daffa yang mencoba menenangkan isi pikiran di otaknya.

" Apa benar kamu masih berstatus single? "

Daffa langsung menoleh menghadap Papahnya setelah ia mendengar pertanyaan konyol tersebut.

" Maksud Papah? Pah, kalau cuma ingin meledek sebaiknya jangan sekarang. Daffa butuh istirahat nih." Jawab Daffa yang sekarang balik menatap sang Papah dengan tatapan malas.

Kamu Dan Garis WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang