Pengerjaan kelompok, teman-teman sekelas yang baru ditemui, berpergian dengan mereka, menghabiskan banyak waktu bersama. Hanya dengan memikirkannya membuat Kun mual, ia menautkan jemarinya di depan mulut, diam mencerna tugas baru yang tidak bisa ia temui celah untuk berpikir. Mungkin tidak, untuk saat ini.
Cepat-cepat Kun menyelesaikan kelasnya dan mencari space untuk dirinya sesegera mungkin, Ia memilih untuk pulang setelah sempat takeaway makan siangnya. Pandangan pertama yang ia temukan setibanya di apartemen adalah sosok yang terkapar di ruang tamunya, terlupa bahwa sekarang ia telah memiliki seorang roomate, Ten tertidur dengan kelelahan selepas pergi mengunjungi perusahaan yang ia ajak kerjasama, terlihat dari bajunya yang belum diganti, kaos kaki terpasang rapi, bahkan air conditioner yang belum sempat dinyalakan.
Meletakkan tasnya Kun kemudian menyalakan pendingin ruangan dan kembali pada temannya yang berbaring di sofa dengan sangat tidak nyaman, ia melepaskan kaos kaki yang masih sempurna melekat di kaki Ten, membuka kancing atas kemejanya, dan menyamankan posisi kaki pria tersebut agar lebih nyaman. Sebentar ia usap pucuk kepala Ten sebelum meninggalkannya untuk melanjutkan kegiatannya sendiri.
Gemerltuk jemari Kun terhenti saat pikirannya melayang pada hal yang tidak seharusnya ia pikirkan saat ini, ia menghela napas sebelum melanjutkan typing-nya yang terusik tersebut, satu persatu naskah selesai ia buat dan dikirim sebagai bagian remote work-nya.
Suara langkah yang terdengar lesu menyapa Kun, Ten meneguk segelas air lalu terduduk di kursi seberang seseorang yang telah melihatnya dengan gemas.
"Terima kasih"
Kun menopang dagu pada tangannya, "Untuk apa?".
"Kau tahu itu, aku lelah dan tidur begitu saja maaf aku terlihat sangat tidak sopan"
Kun terkekeh lalu menggeleng, "Sekarang ini juga rumahmu, Ten."
Ten turut mengangguk lalu meletakkan kepalanya di atas meja makan, tangannya terulur menyentuh laptop milik Kun, "Apa yang kau lakukan?".
"Bekerja dan makan, kau mau makan sekarang? Aku membeli pasta, akan kupanaskan"
Ten mengangkat tangannya tak membiarkan Kun beranjak. Ia hanya menghela napas kemudian menyandarkan badannya pada kursi.
"Terjadi sesuatu?" Tanya Kun.
Anggukan kecil mengawali jawaban Ten, "Perusahaan yang kubicarakan kemarin, mereka memiliki cabang di bidang kontruksi, PIC menawarkan kerja sama lain dan kau tahu apa itu? itu tentang pembuatan gedungnya! bagaimana aku bisa menjawabnya di saat aku sendiri bahkan sedang mencari tempat untuk disewa dan lagi bagaimana dengan pajak kedepannya".
Kun menutup laptopnya lalu melipat sempurna tangannya untuk melihat Ten yang lesu di depannya.
"Apa menurutmu itu menguntungkan?"
Gerutan pada dahi Ten menggambarkan keraguan yang nyata, "Yang mereka tawarkan akan memberikan feedback berupa katalog produk yang mampu mereka ciptakan, konsep dari studio akan sepenuhnya diatur oleh mereka. sebenarnya, tidak ada, semua fasilitas ada dari pihak kami, jika memang studionya masih bagus maka sepenuhnya hanya interior tanpa banyak rombakan yang dilakukan."
Jentikan jari Kun menyadarkan betapa lesunya Ten saat ini, "Kau tahu salah satu hal yang paling dibutuhkan untuk sekolah tarimu selain tempat?".
Ten menggeleng, merasa semua hal telah ia pikirkan dan tak mampu memikirkan pertanyaan sederhana Kun.
"Cermin"
Segera Ten menegakkan badannya saat teringat benda vital dalam bisnisnya tersebut, Ten menatap tak percaya Kun, "Investasi untuk itu! kerjasama yang menghasilkan pembiayaan pembelian cermin akan dapat menghemat budget hingga 50%!".

KAMU SEDANG MEMBACA
I Just Wanna [✔️] || KunTen
FanficI know with you my life means more -Amber Liu. nb: some chapters might contain explicit content, please be wise.