Selesai dengan pekerjaan rumah tidak membuat Ten merasa berguna di hari liburnya, sebagian waktunya bahkan terisi dengan lamunan yang entah apa ujungnya, tak ada satupun kesimpulan yang dapat ia ambil dari lamunan panjang terebut.
Berkat untuk Taeyong saat pria tersebut karenanya Ten tersadar dari keterdiaman panjangnya.
"Ada apa?"
"Buka dokumen dariku, kita mendapatkan kerjasama dengan SMA Shinseido, aku ingin kita diskusi untuk memutuskannya"
"Tentu saja itu harus dilakukan, apa yang mereka ajukan?"
"Mereka ingin menyewa salah satu ruangan kita, sebagai gantinya kita bisa memiliki kelas tari sekaligus promosi di sana, selain karena kita belum membahas lebh rinci persewaan studio kit ajuga berencana untuk memiliki promosi di sekolah-sekolah--"
"Taeyong-ah,"
Ten memijit pelan pangkal hidungnya karena merasa tidak mampu mencerna apa yang Taeyong jelaskan, "Kita akan bahas besok, aku janji akan mendengarkanmu, tapi tidak sekarang"
Helaan napas itu menguar setelah berhasil meminta Taeyong menjelaskan apa yang menjadi pekerjaan mereka besok. Ia memiringkan badannya hingga menemukan bantal yang biasa digunakan seseorang di sebelahnya ketika tidur, itu adalah space milik Kun, jika ia memutar badannya dan membuat Kun berada di hadapannya maka pria tersebut akan segera memeluknya, karena terbiasa melakukannya maka saat tengah terlelap dan ada pergerakan di sebelahnya maka Kun akan segera memeluknya.
Mengingat sedikikit kebiasaan sang kekasih membuat Ten sedikit terhibur sesaat meski setelahnya ia kembali merenung, itu adalah momen-momen yang mungkin tidak lama lagi terulang kembali dan ia harus bersiap untuk itu. Ten menuruni ranjang dengan lesu, membiarkan kepalanya tersimpan dalam lipatan tangannya seolah bersembunyi dari sapaan dunia.
Hingga suara seseorang menyapanya. "Ten, bisa ikut aku?".
Kun di ambang pintu menunjuk arah dapur dengan erlingan sudut bibirnya, sementar suaranya yang begitu lembut tanpa emosi membuatnya merasa bersalah berkali-kal lipat karena telah mulapkan emosi padanya. Ten mengangguk lalu segera beranjak.
Yang ia temukan adalah di atas meja makan telah berisi semangkuk besar salah, beberapa botol saus baru, dua gelas milkshake, dan sepiring pancake Jepang. Ingin Ten memprotes namun saat melihat Kun dengan telaten menyiapkan alat makan ia urungkan niatnya seketika.
"Kau membeli semua kesukaanku" cicit Ten masih dengan menyembunyikan wajahnya, ia hanya memainkan tepi mangkuk salad di tengah meja.
Kun membuat Ten memegang sebuah sendok salad, senyum yang Ten temukan saat ia terkejut membuatnya tertegun, bagaimana bisa Kun tersenyum di saat ia telah menyakitinya.
"Karena aku ingin bicara, tapi aku tau kau tidak bisa bicara jika belum makan"
Apapun itu, Kun hanya ingin membelikan apapun kesukaan Ten.
"Kau juga bisa membeli apa yang kau sukai, Kun."
Kun kembali ke kursinya dan mengisi piring kecil di depan Ten, ia mengangguk, "Tentu saja, apa yang menjadi kesukaanmu juga menjadi kesukaanku, aku baru menyadarinya waktu yang melakukannya".
Ten mengedip lambat, masih menyelami tiap detik Kun memperlakukannya seolah ia manusia paling beruntung di muka bumi, dan jika alasannya adalah karena seorang Qian Kun, maka benar ia ingin berteriak pada dunia bahwa ia adalah si beruntung itu.
Saat ia sibuk dengan pikirannya denting musik terdengar, Kun kembali memainkan pianonya, alunan yang mungkin ia rindukan jika Kun tidak lagi berada di sisinya. Ten segera menyelesaikan mencuci beberapa piringnya dan menghampiri sang sumber suara. Ia mendudukkan diri di sebelah Kun namun dengan membelakangi piano sehingga ia tidak dapat jahil menganggu nada yang Kun ciptakan, sekali lagi Ten ingin menikmatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Just Wanna [✔️] || KunTen
Fiksi PenggemarI know with you my life means more -Amber Liu. nb: some chapters might contain explicit content, please be wise.