Bab 1

203 77 429
                                    

"Udah di depan."

Pesan singkat yang Orlyn terima dari Cein itu hanya di respon dengan helaan napas oleh Orlyn. Perempuan 25 tahun iu lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas hitam yang dia bawa.

"Udah dijemput?" tanya Sania teman sekolah Orlyn dulu.

"Iya, Cein udah di depan," terang Orlyn yang kemudian memakai tasnya dan tersenyum pada Sania.

"Next time kita kumpul lagi ya. Maaf, hari ini gak bisa lama."

"Itupun kalau lo dibolehin sama Cein kumpul sama kita lagi," celetuk Diandra yang juga ada di kamar kos Sania itu.

Orlyn melihat ke arah Diandra lalu tersenyum kecut.
"Sorry, aku juga kesulitan selama 5 bulan ini. Rasanya kayak ada di jeruji besi."

"Udah deh, jangan mikir kayak gitu! Bagaimanapun Cein kayak gitu juga bentuk tanggung jawabnya sama kamu, 'kan kamu istrinya," tukas Sania yang mencoba memahami posisi Orlyn yang sekarang sudah menjadi istri Cein.

Orlyn hanya bisa menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Sania. Walaupun apa yang Orlyn katakan tadi juga tidak mengada-ada, memang dia merasa terkekang semenjak menikah dengan Cein.

Sepanjang perjalanan pulang Orlyn hanya diam dan Cein sendiri juga sibuk mengemudi. Mereka berdua itu menikah karena sedikit ada perjodohan. Kenapa sedikit? Karena yang terpaksa menikah itu Orlyn, tidak dengan Cein. Laki-laki berkulit putih pale dan berambut warna coklat tua itu, sejak pertama melihat Orlyn di pernikahan sepupunya sangat yakin kalau Orlyn itu jodohnya. Terlebih lagi saat meminta restu pada kedua orang tua Orlyn, dengan mudahnya Cein mendapat restu itu.

Orlyn sendiri sebenarnya baru saja lulus kuliah dan masih ingin bebas. Hanya saja dia tidak bisa menolak permintaan kedua orang tuanya karena menurut mereka Cein laki-laki tepat yang bisa membimbing Orlyn yang sedikit liar.

"Kamu sudah makan?" tanya Cein akhirnya memecah keheningan di dalam mobil.

"Belum," singkat Orlyn menjawab.

"Dari tadi pasti sibuk ngobrol sampai lupa makan. Mau mampir ke rumah makan padang atau kita makan fast food aja?" tanya Cein lagi.

"Apa aja, aku ngikut."
Orlyn masih menjawab dengan datar dan sedikit ketus. Cein menghela napas menyadari kalau Orlyn agaknya marah karena dijemput paksa saat berkumpul dengan temannya.

"Kamu marah sama aku?"
Cein memang tipe manusia yang tidak memendam pertanyaan di hati dan pikirannya berlama-lama.

Orlyn melihat ke arah Cein lalu kemudian mendengus kesal.
"Menurut, Kakak gimana? Aku, lagi kumpul sama teman sekolahku dulu yang udah hampir 5 bulan ini gak ketemu. Baru juga 2 jam, tiba-tiba aja udah dijemput."
Orlyn mengeluarkan unek-unek di dalam hatinya yang sejak tadi dia simpan. Cein melihat sekilas pada Orlyn lalu kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah rumah makan padang untuk cari makan.

"Maaf, aku pikir 2 jam untuk main itu sudah cukup sekarang buat kamu main. Kamu, sudah bukan gadis lagi, Orlyn. Kamu istri aku dan punya tanggung jawab atas kebutuhan aku."
Cein bicara lembut dengan menatap Orlyn yang sekarang juga sedang melihat ke arahnya. Entah kenapa Orlyn justru yang sekarang jadi merasa bersalah pada Cein.

"Ayo turun! Kamu belum makan, aku gak mau nanti kamu sakit."
Cein lalu turun lebih dulu meninggalkan Orlyn yang sudah meneteskan air matanya.

"Gini gimana aku bisa gak suka sama orang itu," ujar Orlyn yang kemudian menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya.
***
Seperti hari-hari biasanya Orlyn dan Cein sarapan bersama. Sesekali bahkan mereka pergi keluar saat malam minggu. Itu Cein lakukan supaya Orlyn bisa mulai menyukainya, walaupun Cein sendiri sudah bisa merasakan kalau Orlyn sebenarnya sudah mulai suka sama dirinya.

"Orlyn," panggil Cein.

"Iya." Orlyn menjawab singkat tanpa mengalihkan perhatiannya dari makanan yang disantap.

"Kamu, mau kerja?" tanya Cein tiba-tiba.

Jelas itu tiba-tiba karena dulu Cein dengan tegas melarang Orlyn untuk bekerja apapun alasannya. Cein dengan pdnya melarang Orlyn bekerja karena memang finansial Cein yang masih berumur 30 tahun memang sudah sangat matang. Cein seorang manajer keuangan, asetnya juga cukup banyak dan satu lagi Cein memiliki tempat usaha yang diwariskan oleh kedua orang tua Cein.

Mendengar pertanyaan Cein reflek membuat Orlyn mengangkat kepalanya dan melihat ke arah sang suami dengan kening mengkerut heran.
"Emang boleh?" tanyanya penasaran.

"Boleh, setelah aku pikir-pikir kamu juga butuh pengalaman kerja," jawab Cein.

"Kenapa tiba-tiba?"
Orlyn mulai curiga pada suaminya yang bukan seperti suaminya pagi ini.

Cein terdiam dan menatap Orlyn sejenak. Sejurus kemudian bibir Cein tersenyum tipis dan itu sumpah manis banget.
"Gak juga tiba-tiba kok, ini udah aku pikirkan matang-matang sejak sebulan lalu. Kamu lulusan arsitek dan pasti pengen menerapkan ilmu yang kamu dapat. Aku, yang egois kalau justru memutus langkahmu untuk maju."

Lagi-lagi ucapan lembut ala Cein itu sukses membuat Orlyn meleleh. Nampaknya Orlyn memang sudah benar-benar menyukai suami yang tidak dia inginkan ini.
***
"Jadi gitu ceritanya, Ma."
Orlyn menutup sesi curhatnya dengan mamanya. Dia yang mendapat kabar baik dari Cein tidak menunggu lama untuk menceritakannya pada sang mama. Dengan senyum yang selalu terkembang saat Orlyn menceritakan semua tentang Cein, mama Orlyn mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bagus itu, berarti dia sudah mulai terbuka dan percaya 100% sama kamu," ucap mama Orlyn.

"Percaya?"

"Iya, kalau kamu masih terus dilarang bekerja dengan alasan finansial kalian aman. Itu sih bukan karena finansial, tapi karena Cein takut kamunya lari ke laki-laki lain."

Ucapan sang mama justru membuat Orlyn bingung. Walaupun menikah secara terpaksa dengan Cein, tidak sekalipun Orlyn berpikir untuk lari dan menyukai laki-laki lain.
"Orlyn gak pernah mikir gitu kok, Ma."

"Mama tahu."

"Lah, kok bisa nebak kalau Cein bakalan mikir gitu?"
Orlyn makin bingung aja dan seakan tidak bisa memahami ucapan sang mama.

Mama Orlyn sendiri tersenyum dan kemudian menutup kotak tupperware yang sudah di isi donat buatannya untuk Cein.
"Karena Cein sadar kalau menikah dengan kamu itu suatu hal yang dipaksakan. Cein sering mampir dan cerita sama mama kalau kamu sepertinya belum menyukai Cein sampai sekarang, tapi sepertinya sekarang Cein sudah berdamai dengan hatinya yang takut sendiri. Maka dari itu dia sudah bisa mulai bebasin kamu melakukan hal yang kamu mau. Dia sepertinya udah lihat kalau kamu sebenarnya bisa menyukai dia sekarang."

Penjelasan dari mamanya sukses membuat Orlyn terpana. Sepertinya Cein suaminya justru lebih dekat dengan kedua orang tuanya daripada dirinya sendiri. Orlyn aja gak bisa terbuka seperti itu, lalu kenapa Cein bisa?
***

My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang