"Maaf, hari ini aku harus WFH."
"Ah,,,gak apa-apa, cuma gak enak badan aja. Maaf, ya, Zie."
Setelah meminta izin pada Kozie, Orlyn lalu menutup panggilan teleponnya dan menarik napas dalam. Orlyn melihat ke arah Cein yang terlelap tidur.
"Maaf, Kak aku bohong. Aku, belum bisa bilang kalau aku udah punya suami, atau kalau gak nanti aku bisa kehilangan pekerjaan lagi," batin Orlyn yang merasa bersalah karena menutupi status dirinya yang sebenarnya.
Orlyn lalu berjalan dan duduk di kursi samping ranjang rawat Cein. Suami Orlyn itu terpaksa masuk IGD karena mengeluh dadanya sakit, Orlyn juga tidak berlama-lama lagi untuk membawa Cein ke rumah sakit. Orlyn tidak mau terlambat dan takut terjadi apa-apa pada Cein.
Orlyn meraih tangan Cein pelan dan mengusapnya lembut.
"Kak, maaf ya?" pinta Orlyn.
"Harusnya aku gak sibuk kerja sampai gak tahu kalau kamu sakit," ucap Orlyn yang merasa kalau yang terjadi pada Cein itu karena dirinya.
Orlyn menghela napas dalam dan kemudian melihat Cein membuka matanya perlahan. Orlyn mendekatkan dirinya pada Cein.
"Udah bangun, Kak? Gimana masih sakit dadanya?" tanya Orlyn khawatir.
Cein tidak segera menjawab, Cein justru menatap Orlyn lalu meraih tangan sang istri pelan.
"Kamu, masih marah sama aku, Lyn?" tanya Cein.
Kening Orlyn mengkerut bingung.
"Siapa yang marah?" tanyanya kemudian.
"Ya kamu, siapa lagi? Sahla cuma bantu turunin demam aku. Kami gak ngapa-ngapain kok, kebetulan dia bakalan jadi BA di perusahaan. Jadi tadi dia berkunjung ke kantor, dia nemuin aku yang demam tinggi di lobi perusahaan. Aku, juga rencananya mau ke rumah sakit sama kamu, tapi kamunya malah gak pulang-pulang. Aku, nyuruh Sahla pulang dan mau cari kamu ke cafe temen kamu itu," terang Cein panjang lebar sembari mengusap pelan tangan Orlyn, laki-laki itu benar-benar takut kalau Orlyn marah padanya.
Orlyn sendiri terdiam mendengar penjelasan Cein. Orlyn lalu tersenyum dan mengusap lembut tangan sang suami.
"Aku, gak marah kok, Kak. Justru, aku minta maaf. Aku, sampai terkesan gak peduli sama kakak. Padahal, ini murni karena aku gak tahu kalau kakak sakit. Harusnya malam itu aku gak ke rumah mama, harusnya aku yang ngompres kakak bukan Mbak Sahla," ujar Orlyn.
Cein terdiam, dia yang mengira kalau Orlyn belum bisa menerima dirinya sebagai suami sekarang jadi berubah pikiran. Dilihat dari wajah Orlyn saja, jelas sekali terlihat kalau Orlyn benar-benar mengkhawatirkan dirinya sekarang. Padahal Cein benar-benar takut kalau Orlyn akan berubah karena marah padanya dan Sahla.
"Kak Cein, kamu mau maafin aku, 'kan?" tanya Orlyn lagi.
Cein menatap sang istri, Cein lalu mengangguk pelan mengiyakan.
"Kamu, gak salah apa-apa, Orlyn. Terima kasih ya?"
"Untuk?" tanya Orlyn bingung.
"Terima kasih ternyata, kamu udah bisa nerima aku sebagai suami seutuhnya."
Orlyn diam saja mendengar ucapan Cein, wajahnya tidak bisa berbohong kalau bingung.
"Apa iya, aku udah bisa nerima Kak Cein sebagai suami?"
***
Kozie sedang memperhatikan Orlyn yang sibuk dengan laptopnya. Kozie terus menatap Orlyn sembari bertopang dagu, entah apa yang ada di pikiran Kozie sekarang.
"Aku, harus cepat selesaikan ini. Kak Cein pulang dari rumah sakit sore ini," batin Orlyn yang semakin cepat memasukkan angka-angka ke dalam excel yang sedang dia buat.
Sejurus kemudian Orlyn menghentikan gerak tangannya karena merasa ada yang memperhatikannya. Orlyn mendongak dan mendapati Kozie yang sedang menatap dirinya. Kening Orlyn mengkerut bingung.
"Ada apa, Zie? Kok lo jadi lihatin gue terus?" tanya Orlyn kemudian.
Kozie tidak menjawab dan justru tertawa kecil.
"Seneng aja lihatin lo yang lagi sibuk kerja. Jadi makin cantik."
Wajah Orlyn mendadak memerah malu sekarang. Detak jantung gadis itu juga semakin gak karuan berdetak sekarang.
"Jangan drum band bisa, 'kan?" batin Orlyn mengurut dadanya pelan.
Kozie sendiri masih tertawa karena melihat wajah malu-malu Orlyn.
"Makin lucu lo kalau lagi malu-malu gini, Lyn. Itu kenapa gue gak bosen lihatin lo terus."
Kozie berbicara dengan mantap dan menatap lekat Orlyn sekarang. Wajah Orlyn semakin terasa panas dan hanya bisa menatap Kozie sekarang.
"Orlyn, bernapas!" tukas Orlyn mensugesti dirinya sendiri untuk tetap fokus dan tidak terpengaruh gombalan Kozie.
Kozie sendiri kembali tersenyum tipis dan mendekatkan dirinya pada Orlyn.
"Lo, yakin gak mau mempertimbangkan perasaan gue?" tanya Kozie dengan suara deepnya.
Napas Orlyn tercekat, Orlyn seperti sedang mendapat serangan tanpa aba-aba. Orlyn memundurkan badannya sedikit karena Kozie semakin mendekat padanya. Kozie sendiri lalu menahan badan Orlyn supaya tidak terjatuh dari kursi dan mendekatkan badan Orlyn padanya.
"Nanti lo jatuh!"
Orlyn berkedip beberapa kali karena wajahnya dan Kozie begitu dekat sekarang. Tiba-tiba saja dering ponsel Orlyn membuat keduanya melihat bersamaan ke atas meja, dimana ponsel Orlyn tergeletak. Orlyn cepat mengambil ponselnya dan melihat ke arah Kozie.
"Aku, angkat telepon dulu," pamit Orlyn.
Kozie menganggukkan kepalanya samar mengiyakan. Setelah Orlyn pergi meninggalkannya, alis Kozie tertaut bingung.
"Kak Cein? Siapa?"
***
"Jadi apa hasil tesnya? Kayaknya kakak sering banget nyeri dada deh?" tanya Orlyn sembari menyelimuti kaki Cein yang memilih duduk bersandar sekarang.
"Bukan hal yang mengkhawatirkan, cuma tekanan dari asam lambung aja," jawab Cein enteng.
Orlyn melihat ke arah Cein dan menatap sang istri dengan wajah tidak percaya.
"Bener? Mana hasil tesnya?" tanya Orlyn penuh selidik.
"Tadi ada di dalam tas kayaknya, kamu lihat aja sendiri kalau gak percaya," ujar Cein sembari menunjuk tas untuk baju-baju Cein di rumah sakit.
Orlyn lalu tersenyum mendengar ucapan Cein. Kalau udah seperti itu, tandanya Cein memang tidak sedang berbohong. Cein memang bukan tipe orang yang bisa berbohong menurut Orlyn.
"Iya, aku percaya kok. Kakak mau makan apa? Tadi, Mama bilang mau kesini sama Papa. Mereka tanya kamu mau makan apa buat makan malam? Aku, belum sempat masak. Dari cafe langsung jemput kakak ke rumah sakit," ucap Orlyn yang duduk ditepi ranjang sekarang.
Cein tersenyum dan menggeleng pelan.
"Belum laper, nanti aja. Kamu, pasti capek habis kerja seharian. Mandi dulu sana! Pesan makanan aja biar cepet, jangan ngerepotin Mama sama Papa," ujar Cein kemudian.
"Ck,,,gak mungkin Mama sama Papa kerepotan kalau cuma kita titipin makanan. Aku, minta mereka beliin rawon ya? Kakak, 'kan suka banget rawon," ucap Orlyn menawarkan pada Cein.
"Tapi, kamu gak suka rawon, Lyn. Beli soto kikil aja, bukannya kamu lebih suka itu?"
Orlyn terdiam mendengar ucapan Cein, sejak menikah dan tahu kalau Orlyn kurang suka rawon yang berwarna hitam itu membuat Cein jarang sekali beli rawon ataupun masak itu. Cein selalu memilih makanan yang Orlyn suka dibanding makanan yang dia sendiri suka.
"Orlyn, kenapa diam?" tanya Cein menggoyang tangan Orlyn pelan.
Orlyn terkesiap lalu menggeleng pelan. Orlyn tersenyum dan mengusap tangan Cein pelan.
"Aku, pengen makan rawon, Kak. Jadi, kayaknya itu aja deh yang aku pesen ke Mama. Tunggu ya, aku mau ambil hp dulu. Tasku di luar," ujar Orlyn yang kemudian beranjak dari duduknya.
Cein menganggukkan kepalanya dan membiarkan Orlyn keluar. Cein terus memandangi punggung Orlyn yang menjauh, Cein menghela napas dalam dan kemudian tersenyum tipis.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home
Romance"Aku bisa buat kamu cinta sama aku, Lyn. Karena aku yakin kamu wanita terbaik buat aku." "Jangan kepedean, Kak. Aku, gak cinta ya sama kamu. Justru pernikahan ini jadi penjara buat aku." Siapa pernah mengira kalau pernikahan yang sangat dibanggakan...