Cein baru saja mengantar Sahla ke stasiun kereta. Malam ini juga Sahla pulang ke Bogor, sebelum pergi Cein pamit pada Orlyn dan bertanya istrinya itu pesan apa. Tidak seperti biasanya jika Cein pergi keluar rumah Orlyn akan minta dibelikan makanan untuk sekedar ngemil, kali ini Orlyn bahkan tidak banyak menanggapi apa yang Cein katakan.
Sepulangnya dari stasiun, Cein memarkir mobilnya dengan rapi lalu masuk ke dalam rumah. Cein sedikit menautkan alisnya heran, tidak biasanya baru jam 9 malam lampu ruang tamu bahkan sudah Orlyn matikan. Hanya tinggal lampu ruang tengah yang menyala dan Orlyn sepertinya sedang menonton drama kesukaannya.
"Tumben lampu ruang tamu udah mati jam segini?" tanya Cein yang kemudian memilih duduk di samping Orlyn.
Orlyn yang baru akan memasukkan camilan ke mulutnya, melihat ke arah Cein.
"Udah pulang? Kalau gitu aku tidur dulu ya," pamit Orlyn yang urung makan cemilannya dan memilih beranjak dari duduknya dan meninggalkan Cein.
Dengan cepat Cein menangkap tangan Orlyn supaya tidak pergi.
"Orlyn," panggil Cein lembut.
Orlyn menoleh dan menatap Cein lekat.
"Jangan pake suara kayak gitu bisa gak? Aku, gak jadi marah sama kamu kalau nada suaranya selembut itu."
Diluar dugaan Cein, Orlyn justru protes dengan nada bicaranya dan air mata sang istri meleleh begitu saja tanpa bisa ditahan. Cein mengerutkan keningnya lalu kemudian berdiri dari duduknya, Cein menghapus air mata Orlyn pelan dan memeluk sang istri hangat.
"Kamu kenapa? Kok tiba-tiba marah sama aku? Kalau, aku bikin salah, maaf ya?" pinta Cein yang belum menyadari apa yang membuat Orlyn marah.
"Aku, juga gak tau kenapa jadi marah dan nangis kayak gini, Kak. Aku, juga gak paham," ujar Orlyn yang semakin menangis dengan keras.
Cein menghela napas dalam dan menepuk-nepuk pelan punggung Orlyn supaya tenang.
"Mungkin dia hanya lelah, hari ini kali pertama dia kerja dan seharian di luar. Atau, dia lagi PMS ya?" batin Cein tidak lagi menanggapi ucapan Orlyn supaya tidak panjang.
***
Beberapa minggu berlalu sejak Orlyn bekerja, istri Cein itu semakin sibuk saja. Hanya untuk sekedar makan malam bersama dengan Cein saja Orlyn sedikit tidak punya waktu. Hari ini Orlyn kembali pulang sedikit malam karena baru saja selesai meeting dengan Kozie, Ben dan Pelin, sekretaris Ben. Orlyn baru akan masuk ke dalam rumahnya dan Cein, lagi-lagi dia mendapati sepatu peach yang begitu Orlyn kenal.
"Datang lagi itu pelakor," gerutu Orlyn yang kemudian berjalan masuk ke dalam rumah tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Mau teriak juga si Cein gak bakalan dengar kalau udah sama si Sahla.
Orlyn sedikit heran karena tidak ada suara apapun dari dalam ruang tengah. Orlyn semakin mengerutkan keningnya bingung karena tidak ada siapapun di ruang tengah.
"Kok kosong? Pergi kemana mereka? Sepatu Mbak Sahla ada di depan," gumam Orlyn yang bingung dan langsung berjalan masuk ke kamarnya dan Cein.
Orlyn tercekat dan diam di tempat saat membuka pintu, dan mendapati Cein yang berbaring di ranjang. Sahla sendiri sedang mengompres suami Sahla itu.
"Kita ke Dokter aja ya? Panasnya makin tinggi," ajak Sahla.
"Gak usah, aku cuma kecapekan aja. Aku, tunggu Orlyn aja," tolak Cein dengan mata tertutup.
"Ck,,,kenapa harus nunggu bocah itu sih? Jelas-jelas kamu sakit aja, dia gak peduli," tukas Sahla yang terdengar kesal.
"Dia bukannya gak peduli, La. Orlyn bilang dia ada meeting, jadi pasti ponselnya di silent atau bahkan di matikan, jadi dia gak tahu kalau aku sedang butuh dia," sanggah Cein yang selalu percaya pada sang istri.
"Terserah kamu deh! Kalau 10 menit lagi Orlyn gak datang. Aku terpaksa harus menyeret kamu ke rumah sakit," tukas Sahla lagi yang masih kesal dengan sikap Cein.
"Tumben pulang ke rumah? Cein gak ada di rumah?" tanya Mama Orlyn sambil meletakkan semangkuk indomie yang tadi Orlyn minta buatkan pada sang mama.
Orlyn melihat ke arah sang mama sekilas lalu menggeleng pelan. Orlyn mengambil garpu yang ada dan kemudian menggulung pelan indomie kaldu ayam kesukaannya yang masih terlihat mengepulkan panas.
"Kak Cein ada di rumah, kok," ucapnya yang kemudian meniup pelan mie miliknya.
"Lah, terus kenapa kesini? Bukannya makan malam bareng suami, memang nanti Cein gak cariin kamu? Jangan gitu lah, sayang! Seharian udah sibuk kerja, pulang ya temuin suami kamu dulu," ujar mama Orlyn sembari mengusap pelan rambut Orlyn.
Orlyn tidak menanggapi dan justru memasukkan mienya ke mulut. Orlyn memang lapar, tapi sebenarnya juga dia gak pengen makan apa-apa.
"Panasnya udah turun belum ya? Kenapa tadi, aku gak masuk aja? Itu, 'kan kamar aku sama Kak Cein?" batin Orlyn sembari mengunyah indomienya dan menyesali apa yang sudah dia lakukan.
***
Cein memakai jaketnya pelan dan sibuk mencari kunci mobilnya. Dia lupa meletakkan kuncinya tadi dimana. Cein sedikit mengacak-acak meja dekat ranjangnya.
"Kemana sih kunci mobilnya?" tanya Cein pada dirinya sendiri.
Akhirnya Cein menemukan kunci mobil miliknya di bawah buku yang tadi Sahla baca. Cein belum berhasil menghubungi Orlyn hingga semalam ini. Cein khawatir dan berniat mencari Orlyn, dengan susah payah juga Cein mengusir Sahla bahkan meminta Sahla langsung pulang ke Bogor saja dan minta maaf gak bisa anterin ke stasiun seperti biasanya. Sebagai gantinya Cein bahkan memesankan grab untuk Sahla.
Cein berjalan keluar kamar dengan kondisinya yang masih demam. Lagi-lagi Cein berhenti di depan pintu dan menghela napas lega karena mendapati Orlyn sudah ada di depan kamar mereka berdua.
"Orlyn, dari mana saja? Aku, khawatir cari kamu? Ponsel kamu mati? Rusak atau memang sengaja dimatikan?"
Cein langsung membombardir Orlyn dengan pertanyaan.
Yang ditanya justru diam saja dan menatap Cein lekat.
"Orlyn, jawab aku! Kamu kemana aja? Memang meetingnya sampai semalam ini?" tanya Cein lagi.
"Dari rumah mama," jawab Orlyn kemudian.
Cein mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa kesitu gak ijin dulu? Gak biasanya kamu pulang kerja langsung ke rumah mama?" tanya Cein yang mulai merasa aneh.
Lagi-lagi Orlyn tidak langsung menjawab pertanyaan Cein, Orlyn menghela napas dalam. Justru Cein yang bereaksi dengan melebarkan matanya seperti orang terkejut.
"Kamu, udah pulang dari tadi ya? Kamu, lihat aku di kamar sama Sahla? Orlyn, jangan marah ya? Aku, bisa jelasin kenapa Sahla ada di kamar kita," ucap Cein yang begitu peka.
Cein yang merasa kepalanya semakin sakit berjalan dengan susah payah menuju Orlyn. Cein lalu menangkap tangan Orlyn cepat dan menarik napas dalam.
"Lyn, kamu gak marah, 'kan? Jangan salah paham!" pinta Cein.
Orlyn tidak menjawab dan hanya menatap Cein lekat. Sejurus kemudian Orlyn melihat ke arah tangan Cein yang memegang tangannya.
"Badannya masih demam, tapi dia masih sibuk mau cari aku? Jahat banget si kamu, Lyn!" batin Orlyn bicara pada dirinya sendiri.
Cein melihat wajah Orlyn yang datar dan mengira kalau Orlyn pasti marah. Cein kembali mendekat lalu kemudian justru terjatuh ke lantai, Cein melepas tangan Orlyn dan memegangi dadanya yang kembali berdenyut sakit.
"Kak! Kenapa?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home
Romance"Aku bisa buat kamu cinta sama aku, Lyn. Karena aku yakin kamu wanita terbaik buat aku." "Jangan kepedean, Kak. Aku, gak cinta ya sama kamu. Justru pernikahan ini jadi penjara buat aku." Siapa pernah mengira kalau pernikahan yang sangat dibanggakan...