>>> Unguarded Moment –– Alisa Okehazama
>>> AOTF-s2 –– Hiroyuki Sawano–––
Sudah berapa lama teknik kutukan ini berlangsung? Pikiran ini sudah buntu... Tetapi tidak. Aku tidak boleh berhenti berusaha meretas kepalanya. Tidak boleh. Tapi, sejujurnya, kepalaku terasa sangat sakit. Sakit sekali. Aku tidak tahu berapa lama lagi bisa bertahan. Hakkona sudah berhasil meleburkan dirinya pada Megumi. Aku harus membantu Satoru. Kalau ini gagal, sama saja aku tidak membantu.
Satoru...
Bertahanlah. Aku senantiasa berdoa supaya teknik kutukan ini berhasil memberi dampak. Walau otakku harus hancur membusuk sekalipun, akan kulakukan. Aku bersumpah.
Tetapi, sungguh. Semuanya terasa abu-abu... Aku kebingungan. Hakkona sudah berhasil menyentuh jiwa Megumi. Alhasil, aku ikut merasakan kehampaan karena domain expansion-mu, walau efeknya tidak akan separah seperti yang dirasakan pada jiwa Megumi. Aku tidak tahu sudah berapa lama aku berusaha merasuk pikiranku dalam jiwa anak muridmu. Tetapi, aku selalu berusaha. Berusaha agar serangan yang dilancarkan tidak sefatal yang seharusnya.
Maafkan aku... Maafkan aku karena mengingkar janji soal tidak akan menggunakan teknik kutukan ini. Kekasih mana yang rela kalau sampai harus diam melihat pasangannya kewalahan sampai mati? Yang pasti, bukan aku.
Aku sengaja memerintahkan Hakkona untuk mendarat dan memberi tanda teknikku pada bagian yang sulit dijangkau mata, supaya jangan sampai kau tahu soal ini. Tetapi, sepertinya aku sedikit berharap kau tahu soal ini. Karena aku... Sedikit kewalahan.
Tidak, tidak boleh. Kau juga pasti kewalahan. Sangat egois kalau aku memaksamu untuk membantuku. Padahal aku sudah berjanji akan membantu, bukan malah menambah beban.
Aku takut, Satoru... Aku sulit membedakan mana realita dan imajinasi. Aku tidak tahu keadaanmu sekarang. Dengan mata kiriku, aku melihat tubuhmu tersayat pedang Mahoraga. Tetapi, bisikan lain berkata bahwa kau masih hidup, entah dimana...
Yang mana yang benar, Satoru? Ini sudah tanggal berapa? Berapa lama? Oh Tuhan. Aku hampir saja lengah. Aku tidak boleh berpikir hal lain lagi. Saat ini sudah ada 2 pikiran yang saling berkonflik dalam otakku, memori yang terhasil pun rasanya bias. Vertigoku kian berdenyut, aku merasa otak ini bisa beku kapan saja.
Di satu sisi, aku melihat Sukuna dengan kondisi setengah wajah dan tubuhnya hancur. Tapi, di sisi lain, aku juga melihat Raja Kutukan itu sepenuhnya sudah termanifestasi menjadi pribadi yang berbeda. Berlengan empat dan berwajah setengah tertambal, tubuh besar dan gagah. Aku harus memilih harus fokus kemana.
Jiwa Megumi belum sepenuhnya ada dalam jangkauanku. Aku tidak tahu apakah Raja Kutukan itu sudah sadar akan penyelundupan yang aku lakukan dalam tubuh inangnya. Bahkan aku tidak tahu apakah masih ada gunanya untuk mengontrol jiwa Megumi kalau dirinya sudah berubah mengerikan seperti demikian.
Di satu sisi, aku harus memastikan jiwa Megumi terisi, walaupun sedikit. Jangan sampai ia terjun semakin jauh dalam kehampaan. Aku ingin muridmu tetap hidup. Tetapi, kalau aku terus menyembuhkan pikirannya, aku khawatir dengan diriku, termasuk nasibmu. Kalau aku harus memerintahkan Hakkona untuk berpindah pada Sukuna, aku khawatir Raja Kutukan itu akan segera sadar ada yang menyentuh jiwanya, dan aku yakin aku akan langsung mati.
Aku cukup yakin aku berhasil memanipulasi sedikit dari rencananya, mengingat kala itu kamu memeluk Sukuna yang masih dalam tubuh Megumi. Saat itu, aku juga memanfaatkan lamunan sesaat dari Sukuna untuk menyelundup kepalanya untuk memerintahkan Mahoraga.
Aku sempat memerintahkan Mahoraga menggunakan mantra terlarang Klan Zenin yang kuimbuhi dengan energi kutukan maksimumku, berharap Mahoraga bisa tunduk padaku. Tetapi, sepertinya masih belum ada efek. Aku berharap memang prosesnya yang lama, tetapi ketika sampai, itu akan sangat bermanfaat.
Aku mencoba segalanya yang aku bisa. Semoga rekan-rekan tidak terlalu khawatir dengan tubuhku yang mengejang. Aku tidak apa-apa. Sungguh. Hanya efek teknik kutukanku ini yang terlalu heboh. Sakit sudah jadi ganjaran yang harus kuterima. Tetapi bukankah rasa sakit ini yang akan selalu menghasilkan sesuatu yang berbuah manis?
Aku bersyukur teknik kutukanku ini membusukkan otak, bukan tubuhku. Jadi kalau-kalau aku mati, tubuh ini akan tetap cantik dan orang tidak akan ngeri melihatnya.
–––
"[Name], bangunlah!"
"Iori-san!!!"
"Oh tidak, ini berbahaya. Selama aku bekerja dengan [Name], baru kali ini tubuhnya bereaksi sangat parah,"
"Cepat, sediakan peralatannya!"
"Tenanglah. Aku yakin [Name] seperti ini karena memang ini baru kali pertamanya bekerja separah ini, lagipula dengan teknik kutukan selangka ini, sangat wajar baru pertama kali kita menghadapinya."
"[Name] akan baik-baik saja."
"Aku yakin Gojo akan mengamuk kalau sampai tahu [Name] menggunakan teknik ini tanpa sepengetahuannya..."
"Sebentar, memangnya ini termasuk teknik kutukannya Iori-san? Rasanya ini seperti ambang kematian, bukan lagi bicara teknik kutukan..."
"Tenanglah."
"Semuanya jangan berkumpul disini. Tolong pastikan kondisi Kashimo, kita harus antisipasi kemungkinan kedepannya!!!"
–––
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗟𝗮𝗰𝘂𝗻𝗮 | Satoru Gojo
FanfictionTidak seorangpun termasuk kamu rela sosok sepertinya pergi secara sia-sia. Satu hal yang kamu sadari, manuskrip hidupmu tidak akan pernah sempurna tanpa dirinya... Tanpa Satoru. Lacuna: tempat kosong; sesuatu yang hilang Female Reader x Satoru Gojo...