SECTION 8

128 8 3
                                    

HAPPY READING MANIEZZZ

Jangan lupa vote dulu sebelum baca!😘

.
.
.
.
.
.
.
.

《 14 September 》

Jakarta, 06.12

Ceklek.

Pintu kamar dibuka dari dalam. Tampak Andrew berjalan keluar dengan mengenakan setelan seragam sekolah. Hari ini, ia akan kembali bersekolah setelah beberapa hari tidak masuk karena kondisinya pasca dianiaya oleh Alfred.

Andrew telah pulang dari rumah sakit sejak dua hari yang lalu. Dan sekarang, kondisi Andrew telah pulih, meskipun masih terdapat beberapa bekas luka pada wajahnya.

Langkah kaki Andrew bergerak menuju ruang dapur. Di sana, ia melihat kedua orang tuanya sedang berbincang-bincang sambil bersarapan pagi.

"Ayah, Ibu. An akan pergi ke sekolah," ucap berniat untuk berpamitan.

Perhatian Alfred dan Anindya teralihkan ke arah Andrew yang sedang berdiri di pintu dapur.

Alfred menelan kunyahan makanannya. "Kau ingat apa yang harus kau lakukan setelah pulang sekolah nanti?" tanyanya mencoba membuat Andrew mengingat sebuah perintahnya.

Andrew menganggukkan kepalanya. "An akan datang ke restoran dan memberikan surat pengunduran diri. Tenang saja, An tidak akan melupakannya," jawabnya dengan nada tidak minat.

"Bagus." Alfred menenggak air minumnya hingga tandas. "Besok, kau tidak perlu datang ke sekolah lagi. Sementara itu, kami akan datang ke sekolah untuk mengurus surat kepindahan sekolahmu. Seluruh dokumen yang kita perlukan hampir sepenuhnya siap. Bahkan, kita akan menggunakan identitas palsu baru di Australia nanti. Lalu lusa, kita akan pergi dari negara ini dan mulai menetap di negara itu."

Andrew tak berkutik. Ia sudah mengetahui tentang rencana kepindahan mereka ke negara lain. Setelah kurang lebih 2 tahun mereka menetap di Indonesia, DiMaggio pun kembali memerintahkan mereka untuk pindah ke negara lain. Kali ini, tujuan mereka selanjutnya adalah Australia.

Di waktu yang sama, Andrew masih belum mengetahui mengapa mereka harus terus berpindah-pindah negara. Tidak ada yang berniat untuk memberitahukannya. Ia hanya bisa patuh dengan keputusan mereka tanpa tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.

Pemuda yang akan berusia 16 tahun itu mendesah pelan. "Mengapa kita harus pindah lagi, Ayah?" tanyanya tidak mengerti.

"Bukan hakmu untuk mengetahui alasannya, An," balas Anindya sambil mengolesi selai pada sebuah roti.

Alfred bangkit dari kursi makannya dan berjalan mendekati Andrew. "Dengarkan aku. Setelah kepindahan kita ke Australia, kau harus menuruti semua perintah kami. Kau tidak boleh bekerja apapun lagi di luar rumah nanti. Tn. Marco sendiri lah yang telah memerintahkanmu untuk tidak memberontak dan patuh terhadap kami. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk tidak mendengarkan perkataan kami. Kami tidak akan memedulikan nasibmu jika Tn. Marco dengan berinisiatif menyelesaikan masalahmu dengan tangannya sendiri. Mengerti!?" tutur Alfred dengan nada suara serius.

Andrew memberi respons mengangguk patah-patah. "Baik, Ayah."

"Pergilah!" Alfred kembali berjalan menuju kursi makannya.

Tanpa menunggu waktu lama lagi, Andrew segera berangkat menuju ke sekolahnya dengan mengendarai motornya.

Jalanan tampak sangat ramai dan sedikit macet. Mobilitas orang-orang yang akan pergi bekerja dan bersekolah menjadi alasan utamanya. Namun hal itu tidak menjadi halangan bagi Andrew. Ia meliuk-liukkan motornya melewati padatnya kendaraan.

Drunk on Disputation [BXB] (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang