Aku meremas pinggangku sambil meringis kecil. Ini adalah hari pertamaku datang bulan, dan seperti biasanya perutku akan terasa sakit.
Walaupun begitu, aku masih duduk di depan meja belajarku. Aku masih berusaha mengetik skripsi ku karena tiba-tiba saja otakku menjadi encer. Tapi sialnya hari ini aku malah datang bulan.
Aku menoleh ke arah ponselku yang berdering menampilkan sebuah panggilan.
“Haduh, ngapain juga Mama nelpon?” tanyaku heran, padahal kita satu rumah.
“Halo?”
“Shan, nanti ada paket dateng. Kamu talangin dulu ya, Mama sama Papa lagi pergi keluar. Kamu dibangunin pagi susah sih!”
Aku hanya diam mendengarkan ucapan mamaku yang begitu panjang. Sepertinya aku tak sadar jika kedua orangtua ku tidak berada di rumah sekarang, karena aku baru bangun jam sembilan tadi.
“Denger gak?!”
“Hm, iya,” jawabku setengah hati.
Lalu aku mematikan teleponnya begitu saja karena sudah tidak tahan dengan perutku yang amat sangat sakit. Aku memutuskan untuk rebahan di kasur. Aku mencoba melakukan beberapa gerakan, mulai dari telentang, tengkurep, hadap kanan, hadap kiri, gaya kuda pun aku juga coba. Tapi itu semua tidak membuat sakit perutku mereda.
Aku menghembuskan nafas pasrah, lagi pun aku juga malas sekali untuk keluar membeli obat. Benar-benar sudah tidak kuat untuk bangkit dari kasur lagi.
Baru memejamkan mata sebentar, aku bisa mendengar bel rumahku berbunyi. Sepertinya ada yang menekannya, apa paket Mama sudah sampai ya?
“Ah!” aku bangkit dari kasur dengan susah payah sambil menyentuh perutku.
Sekilas aku melihat cermin di kamarku yang sudah menampilkan wajah pucatku dan aku meringis melihat tampilanku yang sangat menyedihkan.
Aku berjalan perlahan-lahan dan tentu saja bel itu terus berbunyi.
“Sabarrr!!!” ucapku walau aku yakin pasti abang kurir nya tidak akan bisa mendengarnya.
Setelah perjuangan yang melelahkan, akhirnya aku sampai di depan pintu. Aku membukanya dan melihat dua laki-laki sedang berada di depan pagar rumahku. Mereka tidak menyadari keberadaan ku.
Keningku mengernyit heran melihat Mas Wisnu yang baru saja membayar paket Mama, ia mengeluarkan uang berwarna merah dua lembar.
Setelah kurirnya pergi, aku pun memanggil nya. “Mas Wisnu?”
Ia menoleh. “Bisa bukain pagarnya?” tanyanya.
Aku pun berjalan lalu membuka pagar yang ternyata dikunci dengan gembok.
Aku membuka pagar. “Masuk, Mas.”
Entah kenapa Mas Wisnu tetap diam sambil memperhatikanku.
“Kamu kenapa? Sakit?” tanyanya.
aku tersenyum tipis. “Iya,” jawabku.
Lalu kami masuk ke dalam rumah, Mas Wisnu terus menatap ku dengan khawatir. Astaga, malah sekarang aku jadi gugup.
“Aku gapapa kok, biasa lah perempuan,” kataku.
Aku melihat paket mama yang baru diletakkan oleh Mas Wisnu. “Oh, iya. Berapa tadi mas? Aku ganti nih.”
“Gak usah, gapapa,” katanya.
“Jangan dong, tadi kayaknya duaratus ribu ya?” tanyaku lalu membuka dompet berwarna pink milikku.
“Udah, gak usah. Mending kamu minum obat dulu, muka kamu pucat banget tuh,” katanya mengalihkan pembicaraan.
“Ada obatnya gak?” tanyanya sambil menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower Heart
FanfictionShanka kembali pulang ke rumah orangtuanya setelah dua tahun lamanya ia tidak pernah menginjakkan kaki di tanah kelahirannya itu. Banyak hal yang terjadi, salah satunya adalah tetangga rumahnya yang juga baru saja pulang dari luar pulau. Seperti ben...