Chapter 9 : Lebih Jauh

15.7K 159 1
                                    

Up lagii! Jangan lupa vote dan komen yaaa. Thank you sudah bertahan baca sampai sini🥰🥰

***

Usai seharian penuh berkutat dengan banyaknya dokumen kantor yang memusingkan kepala Arven memutuskan pergi ke kelab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai seharian penuh berkutat dengan banyaknya dokumen kantor yang memusingkan kepala Arven memutuskan pergi ke kelab. Dan di sinilah pria berkemeja putih dengan dua kancing atas terbuka itu berakhir sekarang, duduk bersandar di sofa sembari mengamit sebatang rokok ditemani dua temannya yaitu Akash serta Jovan.

Selain merealisasikan kelab sebagai bisnis menguntungkan, Arven menjadikannya tempat pelarian kala pikirannya ramai oleh masalah.

"Gila! Gue kira lo cuman ngeprank pacaran sama anak-anak, Ven," kejut Jovan memandangi foto Asmara yang diambilnya diam-diam, kemarin, saat dia dan Asmara berada di restoran.

"Dia bukan anak-anak bego," ketus Arven mendelik ke arah Jovan. "Tapi dewasa. Lo nggak percaya kata gue dia masih kuliah?"

"Percaya sih, mana ada anak-anak udah bisa diajak kencan. Hahaha." Ujarnya tertawa menyikut lengan Akash. "Ye enggak?"

Meletakkan mocktailnya sambil mengangguk. Akash mengambil foto di tangan Jovan. "Nih bocah sebenarnya cakep dah, coba liat baik-baik pas senyum, mukanya manis amat, Ven."

"Emang gula apa dikira manis?"

"Sayang banget kayaknya nih cewek polos, enggak cocok banget buat lo yang suka tegang nggak tahu tempat." Akash mengejek. Maka tawa mereka pun meledak secara bersamaan.

Arven mendengkus keras, lagipula siapa yang ingin menjadikan gadis bocah itu pemuas hasratnya? Melihat tubuh Asmara lumayan kurus saja ia kepalang enggan. Toh, dia suka yang berisi, kenyal di genggam dan terpenting bisa memuaskannya di atas ranjang.

So, Asmara tidak termasuk tipenya.

Gadis itu terlalu lugu, bawel, plus menyebalkan. Kebetulan saja dia menggunakan Asmara sekedar untuk membuktikan pada Flora bahwa ia masih normal, jadi mengikatnya dalam sebuah kontrak kesepakatan bukanlah masalah besar.

Namun satu hal, cantik. Ia akui Asmara punya paras yang cantik.

Brsamaan dengan asiknya Jovan menilai lekuk tubuh pacar kontraknya itu, seorang pria berjas hitam menghampiri.

"Permisi Tuan."

"Kenapa?" Arven mengangkat kepalanya dan melihat seseorang lagi mengekor di belakang, menggunakan kursi roda, ia dapat menebak apa yang sebenarnya terjadi.

Satya, raut wajah berhias kerutan pria parubaya itu tampak khawatir. "Kita harus bicara berdua sekarang, Nak. Ini penting."

Oh sial! Apalagi kalau bukan masalah kantor?

Boyfriend With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang