Seoul, South Korea
23.50 KST..
.
"Chenle-ya"
Yang dipanggil menoleh. Ia mendapati tunangannya, Jisung sedang tersenyum dan berjalan ke arahnya.
"Kenapa, sayang? Kau tak menyahut dan terus melamun padahal aku memanggilmu berkali-kali." Ujar Jisung sembari ikut duduk di sofa lebar dan luas yang di duduki Chenle.
Chenle hanya menggelengkan kepalanya, tetapi tak mengatakan apa-apa.
Jisung melihat tangan kanan yang disembunyikan tangan kiri sang empu. Karena curiga, diraihnyalah tangan kanan lemas itu. Dan ya, warna merah pekat mengalir dari pergelangan tangan dalam Chenle.
Chenle hanya pasrah saat Jisung mengamati tangannya dengan tatapan marah. Ia tau akan seperti ini, tetapi Ia tak bisa menahan untuk tidak membuat cutter digunakan sebagai mainan.
Dulu Chenle sering menggunakan cutter ketika sedang stres karena kelelahan saat trainee. Sekarang Chenle mengulanginya lagi karena alasan yang sama yaitu stres karena penyakit yang Ia idap.
"Chenle."
"..."
"Chenle-ya."
"Jung Chenle." Panggil Jisung dengan suara beratnya. Mendengar itu Chenle langsung mengangkat kepalanya dengan tatapan kosong.
"Mwo?" Jawab Chenle dengan suara dan nada yang terkesan dingin.
Jisung semakin marah, tetapi perasaan iba semakin membuncah dalam hati Jisung. Jisung pun memeluk tubuh tunangannya erat sembari menggenggam tangan sang empu yang terluka.
Perlahan, air mata Jisung jatuh dari bendungannya. Ia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Chenle, menumpahkan segala kegelisahan, kekhawatiran yang Ia pendam selama ini.
"Kenapa? Hiks.. Kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkan aku..hiks tapi kau malah menggoreskan cutter sampai hampir mengenai pembuluh darahmu..hiks..Apa maumu, Chenle-ya? Hiks..Tolong biarkan aku mewujudkan impianmu..hiks.. Jangan seperti ini.. Hiks.." Racau Jisung di sela-sela tangisnya. Ia menggenggam tangan kanan tunangannya erat dengan tangannya yang bergetar.
Chenle tidak tahan. Air matanya juga muncul membentuk sesuatu mirip sungai di pipinya.
Tangan kiri Chenle memukul dada Jisung sembari berteriak frustasi.
"Aku lelah, Jisungie..hiks.. Aku ingin beristirahat.. Aku menyerah, aku tak sanggup lagi...hiks AAARRGHH" Racauan dan teriakan Chenle membuat hati Jisung bagaikan tertusuk belati tajam. Ia sakit hati mendengar kata-kata tunangannya yang terdengar sudah tak memiliki semangat hidup lagi.
Jisung hanya diam dan ikut menangis dalam diam juga, sementara Chenle menangis sejadi-jadinya menumpahkan segala keluh kesah yang membuatnya frustasi, stres, bahkan hampir depresi.
"Akhh..hiks.. Ji..sung.. hahh se..sakhh..hiks..akkhh" Perlahan tapi pasti, nafas Chenle sesak karena terlalu keras menangis.
Jisung melepas pelukannya.
"Sayang? Chenle? Tidak, tidak! Buka matamu! Buka matamu, sayang! Jangan tidur dulu.." Ujar Jisung sembari menggendong Chenle ala bridal style.
Jisung masuk ke dalam mobil dengan Chenle di pangkuannya. Ia pun segera mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit neneknya.
"Chenle.. Bertahanlah, sayang.. Aku masih ingin mendengar suaramu.. Kumohon bertahanlah.." Ujar Jisung.
Saat ditengah-tengah perjalanan, tiba-tiba..
KAMU SEDANG MEMBACA
My World
RandomDia yang gagah, dingin, cuek, tetapi menjadi manja dan terlihat lucu di depan keluarganya.. Ialah kepala keluarga Lee, Mark Lee. Dia yang ramah, pintar, sopan, tetapi memiliki kasih sayang yang sangat besar terhadap keluarganya.. Ialah ibu rumah ta...