🕸Hope_15||Kelam✨

80 51 19
                                    

⚠️WARNING⚠️
Ada adegan berdarah, kekerasan, pemaksaan dan traumatis

Note:
Di mohon bagi pembaca yang budiman untuk menyikapi lebih baik bab ini, karena ada hal sensitif yang terkandung. Terima kasih🙏

Selamat Reading
.
.
.
.

'Semua orang bisa berdamai dengan lukanya, tetapi tidak semua orang bisa sembuh dari traumanya'

•••••

"Lo duduk dulu, gue mau bicara sama lo!" ujar Abishaka dengan tampang serius pada Rania yang berjalan di depannya.

Rania yang tadinya hendak menuju ke kamarnya, menoleh. Kemudian berjalan mendekati sepupunya dan duduk di sebelahnya. Meskipun ia merasa bingung karena tak biasanya sepupunya terlihat serius seperti ini.

Abishaka menghela nafas pelan dan menatap pada Rania. "Ran, mulai sekarang, lo harus kasih tahu gue kalau mau ke mana. Gue nggak mau kejadian tadi kembali terjadi," ucap Abishaka dengan raut wajah serius, kenangan kelam sepupunya kembali menghantuinya, dia tidak mau kejadian itu terulang lagi dan membuka luka lama yang telah ia tutup dengan susah payah.

Rania menatap bingung pada Abishaka. "Tapi, aku kan tidak apa-apa, Kak! "

"Ran. Gue mohon, dengerin kata gue," ucap Abishaka dengan nada yang terdengar lirih, dan raut wajahnya yang terlihat sendu.

Melihat raut wajah sepupunya, Rania jadi tak enak hati, dan dengan terpaksa menganggukkan kepalanya. "Baiklah, maaf tadi sudah membuat Kakak khawatir."

Abishaka tersenyum dan mengusap kepala Rania lembut. "Bagus kalau lo udah ngerti. Ya udah, mendingan lo tidur gih, besok sekolah."

"Iya Kak. Eh iya, Tante Maya ke mana Kak? Dari tadi aku tidak lihat dia?" tanya Rania dengan mengedarkan pandangannya mencari sang tante.

"Dia pergi ke rumahnya Tante Selvi, katanya dia lagi sakit," jawab Abishaka. Sebelum ibunya menyuruhnya untuk mencari Rania, dia berpamitan untuk pergi menjenguk temannya yang sedang dirawat di rumah sakit karena terkena diare, katanya sih karena kebanyakan makan pentol. Abishaka yang mendengarnya hanya mengangguk dan memesan ibunya agar berhati-hati.

Meskipun dia sedikit heran akan penyakit tantenya.

Rania manggut-manggut mendengar perkataan Abishaka. "Ya sudahlah, Rania ke kamar dulu ya, Kak," pamitnya, yang di jawab anggukan oleh Abishaka. Rania kemudian melenggang pergi menuju kamarnya.

Laki-laki dengan kaos oblong itu menatap punggung gadis ber-sweater merah muda itu dengan nanar. Ingatan beberapa tahun lalu kembali menghantuinya, kejadian yang membuat ia begitu bersalah dan menjadi begitu posesif pada sepupunya.

"K-Kak Shaka ...."

Itulah perkataan Rania yang masih terasa segar di ingatan Abishaka, raut wajah ketakutan dengan air mata yang merembes di pipinya, begitu menyayat hati. Apalagi ketika mengingat penampilannya yang benar-benar memilukan, rasanya Abishaka ingin menghabisi orang yang telah membuat sepupunya seperti ini, sampai tak bersisa.

"Brengsek!" umpat Abishaka dengan memukul sofa yang di dudukinya dengan keras.

Ia sama sekali tidak bisa melupakan orang itu, orang yang telah menorehkan luka mendalam pada keluarganya, luka yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk ia sembuhkan, meskipun belum sembuh sepenuhnya.

Anggala's little hopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang