Note:
Last Chapter ini sebenernya udah telat publish, karna hitungannya saya dah gugur KWKWKWK, cuman ya agak ngeganjel karna ga dipublish. Jadi ya, saya publish aja apa adanya daripada bersarang di draf....
Aku hanya memiliki tiga set tinta yang tersisa. Mungkin tinta tersebut bisa cukup pakai untuk menulis jurnal yang kali ini.
Akhirnya perjalanan diriku dalam mencari jimat suci yang aku nantikan telah mencapai titik puncak. Coba tebak apa yang terjadi?
Aku telah mendapatkan jimat ini, ya, walau bentuknya aneh dan harus mengalami kejadian yang juga aneh. Yang jelas, aku bisa merasakan bahwa keberuntungan yang aku punya seketika naik drastis dalam sekejap mata. Aku tidak akan sial lagi selama bekerja menjadi tukang pengantar paket Sea Night Post, kan? Aku harap begitu.
Ternyata, pilihan yang aku buat untuk pergi ke lubang yang letaknya berada di sebelah kanan sepertinya memang adalah hal yang tepat. Hal itu terbukti ketika aku tengah melewati jalan itu, dan dalam beberapa langkah aku telah tiba di wilayah lain di luar hutan, yakni area yang terdapat reruntuhan yang bentuknya menyerupai sebuah punden berundak yang jika aku lihat dari kejauhan saat itu memiliki warna hijau cerah. Apakah akhirnya keberuntungan yang aku miliki akan sudah meningkat? Namun, ketika aku mendekati punden berundak itu nantinya dan tiba di reruntuhan tersebut, warna kehijauan yang aku lihat ini sebenarnya adalah sekumpulan lumut yang menempel di tepi luar punden berundak ini, entah sudah berapa lama. Mungkin setara dengan fosil.
Aku kemudian melangkahkan kedua kakiku untuk berjalan ke luar dari gua itu, yang kemudian membuat diriku disambut oleh sekumpulan pohon yang ukurannya kerdil yang indah, berbeda dari berbagai hutan sebelumnya yang pohon pohonnya memiliki ukuran raksasa dan memiliki nuansa menyeramkan. Pohon itu juga terlihat indah karena terdapat berbagai macam bunga yang bermekaran dan semak yang ukurannya juga kecil. Aku jadi teringat akan dunia imajinasi yang pernah aku buat ketika kecil dulu, di mana dunia ini isinya penuh akan berbagai benda yang kecil dan mini ukurannya.
Tak lama kemudian, ada pula seorang perempuan yang, aneh. Tingginya tampak normal, sepantaran dengan diriku, beratnya juga terlihat wajar seperti manusia dewasa pada umumnya. Kedua bola matanya memiliki warna coklat tua dan besarnya mungkin setara dengan sebuah kacang hazel. Jangan tanya dari mana aku tahu ukuran kacang hazel, itu hanya pengandaian semata.
Ia juga memiliki rambut yang panjang dan bergelombang hingga mencapai area pinggang. Rambutnya itu tergerai dengan rapi dan ia juga memakai sebuah hiasan yang bentuknya menyerupai sebuah mahkota (mungkin?) di atas kepalanya. Pakaian yang ia kenakan juga seolah memberitahu bahwa ia seperti berasal dari jaman dahulu kala. Desain pakaiannya juga terlihat sangat kuno, dengan perpaduan warna dasar dan corak emas yang menyatu menjadi sebuah kain.
Ketika aku tak sengaja melihat wajahnya yang cantik, yakni dengan hidungnya yang mancung, pipinya yang sedikit kemerahan, aku cukup terpesona dengannya saat itu. Tapi siapa tahu dia adalah penunggu di sini.
Ia terus menatapku dengan intens, serius, dan dalam, yang seketika membuat diriku bergidik ngeri. Aku kemudian mengajaknya berbicara. Entah apa yang terjadi, ia tiba-tiba mengatakan bahwa aku bebas untuk menjelajahi area ini tanpa batasan waktu. Bahkan dengan frontal dan to the point ia melanjutkan kalimatnya bahwa jimat suci yang sedang aku cari berada di area ini, dengan gerakan tangannya yang terlihat gemulai.
Setelah dia berbicara seperti itu, yang membuat diriku ketakutan setengah mati, aku bergegas berjalan cepat menjauhi wanita aneh itu.
Hih.
Menyeramkan.Aku kemudian mendekati berbagai tumbuhan itu, kemudian terus memetik berbagai buah yang dihasilkan dari tanaman yang ada di sana. Setelah mengunyah beberapa kali, aku bisa merasakan rasa dari buah-buahan ini sangat lezat! Bahkan melebihi Dead Fish Black Curry yang dibuat June.
KAMU SEDANG MEMBACA
Way to the Amulet [END]
AdventureAn Adventure Journal from Kango Pyrex Point of View. --- Cerita ini dibuat dalam rangka HUT WGA yang ketiga.